Dengan Surat edaran Seri Pemeriksaan 01 sampai dengan 06 Tahun 1986 telah digariskan pokok-pokok kebijaksanaan operasional pemeriksaan SPT PPh 1985 yang meliputi :
(1) | kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak tidak menyampaikan SPT Tahunan, |
(2) | kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang menyatakan lebih bayar, |
(3) | kegiatan pemeriksaan terhadap wajib pajak yang menyampaikan SPT kurang bayar, kurang bayar nihil dan yang memakai norma. |
(4) | kegiatan pemeriksaan untuk tujuan lain, termasuk wajib pajak yang belum mendaftarkan diri. |
- Adanya SPT PPh yang tidak dapat diproses oleh komputer (unbalanced) karena belum melalui proses penelititan, sehingga menimbulkan masalah ketidak adilan karena tidak semua SPT mendapat perlakuan yang sama untuk dipilih dan diperiksa.
- Penentuan SPT PPh yang diperiksa belum didasarkan pada kriteria yang dapat memberikan petunjuk tentang adanya kemungkinan terjadinya penyimpangan dalam perhitungan pajak yang terhutang.
- Kriteria pemilihan belum diarahkan pada usaha-usaha untuk menggali potensi fiskal dari lapisan penghasilan tertentu, sehingga dampak pemeriksaan yang ditimbulkannya (deterrent effect”) Kurang terasa, bila dilihat dari segi peningkatan kepatuhan wajib pajak.
- Sistem kriteria seleksi.
- Rencana Pemeriksaan Tahunan.
- Penyaringan dan Penelaahan SPT.
- Jenis kegiatan dan penugasan pemeriksaan.
- Pelaksanaan Pemeriksaan.
- Siklus pemeriksaan dan sisa SPT yang belum diperiksa.
- Laporan dan evaluasi
(1) |
Mulai tahun 1987 terhadap SPT PPh 1986 akan dilaksanakan sistem pemilihan yang akan memilih SPT yang akan diperiksa berdasarkan kriteria seleksi yang lebih disempurnakan. |
|||||
(2) |
Untuk keperluan itu maka semua SPT direkam kedalam komputer setelah melalui kegiatan penelitian yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
|||||
(3) |
Kegiatan Penelitian ini bukanlah penelitian yang selama ini dilakukan oleh seksi penetapan, tetapi lebih merupakan suatu rangkaian kegiatan yang menunjang proses seleksi SPT berdasarkan sistem kriteria seleksi. |
|||||
(4) |
Dalam sistem ini setiap elemen SPT yang diperkirakan mempunyai potensi koreksi pajak akan diberi bobot sesuai dengan permasalahannya |
|||||
(5) |
Jumlah bobot pada setiap SPT akan menentukan skor SPT tersebut, Semakin besar jumlah skor yang terdapat pada suatu SPT semakin besar pula kemungkinan SPT tersebut diperiksa. |
|||||
(6) |
SPT yang sudah diberi skor akan dibagi dalam sembilan kelas pemeriksaan berdasarkan jumlah penghasilan netto atau peredaran kotor yang dilaporkan dalam SPT. |
|||||
(7) |
Yang dimaksud dengan Penghasilan Netto atau Peredaran Kotor untuk setiap jenis SPT adalah sebagaimana tercantum dalam : |
|||||
|
||||||
(8) |
Kelas Pemeriksaan yang dimaksud adalah sebagai berikut : |
|||||
|
||||||
(9) |
Pembagian dalam sembilan kelas pemeriksaan ini akan memungkinkan dilakukannya penugasan pemeriksaan yang sesuai dengan tingkat kemampuan tehnis pemeriksa sekaligus untuk menentukan apakah SPT tersebut diperiksa di kantor atau di lapangan, sehingga pemeriksaan dapat lebih berdaya guna dan berhasil guna. |
|||||
(10) |
Pengelompokan wajib pajak berdasarkan kelas pemeriksaan ini juga bermanfaat bagi pimpinan Direktorat Jenderal Pajak dalam mengambil langkah-langkah kebijaksanaan pemeriksaan di tahun-tahun mendatang, berdasarkan hasil pemeriksaan tahun sebelumnya. |
(1) |
Rencana pemeriksaan tahunan disusun untuk masa dua belas bulan dan akan disesuaikan dengan jumlah pemeriksa yang tersedia di unit pelaksana pemeriksaan. |
(2) |
Mengingat terbatasnya tenaga pemeriksa yang tersedia secara nasional, jumlah SPT yang diperiksa diperkirakan akan berkisar antara lima sampai sepuluh persen dari jumlah wajib pajak yang menyampaikan SPT. |
(3) |
Kantor PDIP secara bertahap akan menerbitkan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2) untuk setiap SPT yang terpilih untuk diperiksa, sesuai dengan urutan prioritas pemeriksaan serta berdasarkan skor tertinggi. |
(4) |
Penerbitan LP2 ini didasarkan pada Rencana Pemeriksaan Tahunan yang disusun oleh Kantor Pusat dan persentase penyaringan (screening rate) dari masing-masing IP. |
(5) |
Setiap Kantor Inspeksi Pajak akan menerima rencana pemeriksaan tahunan dari Kantor Pusat setelah memperhatikan jumlah pemeriksa yang tersedia dan ketentuan yang mengatur tentang wewenang pelaksanaan pemeriksaan antara unit pemeriksaan di tingkat IP, Kanwil dan Kantor Pusat. |
(6) |
SPT PPh dan berkas wajib pajak yang terpilih untuk diperiksa oleh Kantor Wilayah atau Kantor Pusat harus segera dikirimkan sesuai dengan wewenang pelaksanaan pemeriksaan yang telah ditentukan. |
(7) |
Sebelum dilakukan pengiriman LP2 tahun pajak yang baru, diadakan peninjauan terhadap SPT-SPT yang belum dilaksanakan pemeriksaannya (survey). |
(8) |
SPT yang belum atau sudah diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaannya tetapi masih belum terdapat kontak dengan wajib pajak harus segera disisihkan dan dibatalkan perintah pemeriksaannya, oleh karena kebijaksanaan umum pemeriksaan ditujukan terhadap SPT tahun pajak yang terbaru. |
(1) |
SPT PPh yang telah diprioritaskan untuk diperiksa berdasarkan sistem kriteria seleksi selanjutnya oleh inspeksi pajak diperhalus lagi seleksinya melalui mekanisme penyaringan (screening) dan penelaahan SPT (reviewing) yang dilakukan secara manual guna memastikan apakah SPT tersebut layak diperiksa. |
(2) |
Penyaringan dilakukan oleh suatu Team Penyaring yang terdiri dari Petugas-petugas senior yang telah berpengalaman dalam bidang pemeriksaan. |
(3) |
Ketua dan anggota Team Penyaring ditetapkan dengan keputusan Kepala Inspeksi Pajak. |
(4) |
Team penyaring memastikan SPT yang harus diperiksa di kantor, di lapangan, atau yang harus dikembalikan ke unit berkas karena tidak layak diperiksa. |
(5) |
Hasil penyaringan Team ditelaah kembali oleh pejabat penelaah (reviewer) guna memastikan kebenaran dan ketepatan pekerjaan penyaring. |
(6) |
Hasil penelaahan kembali itu dikukuhkan oleh Kepala Inspeksi Pajak dan merupakan rencana penugasan resmi. |
(7) |
SPT yang telah disaring dan ditelaah disimpan oleh unit pemeriksaan menunggu diterbitkannya Surat Perintah Pemeriksaan. |
(8) |
SPT yang tidak layak diperiksa diberi tanda dan dikembalikan ke unit berkas. |
(1) |
Pada dasarnya diadakan pembedaan antara jenis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan di kantor (Pemeriksaan Kantor) dan jenis kegiatan Pemeriksaan yang dilakukan di lapangan (Pemeriksaan Lapangan). |
(2) |
Pemeriksaan Kantor adalah jenis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan dengan meminta wajib pajak untuk datang di kantor pemeriksa guna memberikan keterangan dan/atau memperlihatkan bukti tertulis yang diperlukan untuk pemeriksaan. |
(3) |
Ciri khusus Pemeriksaan Kantor ialah bahwa pemeriksaan tidak diperkenankan untuk mengunjungi wajib pajak. |
(4) |
Pemeriksaan Lapangan adalah jenis kegiatan pemeriksaan yang dilakukan di tempat wajib pajak dengan mendatangi wajib pajak di kantor, di tempat kegiatan usaha, di gudang atau di tempat lain yang ada hubungannya dengan kegiatan usaha wajib pajak. |
(5) |
Dengan diberlakukannya sistem kriteria seleksi maka pemeriksaan dapat dibagi dalam dua penugasan, yakni penugasan pemeriksaan rutin dan penugasan pemeriksaan khusus. |
(6) |
Penugasan pemeriksaan rutin merupakan kegiatan pemeriksaan SPT berdasarkan sistem kriteria seleksi. |
(7) |
Penugasan pemeriksaan khusus merupakan kegiatan pemeriksaan yang dilakukan berdasarkan perintah Direktur Jenderal Pajak ataupun atas pertimbangan lain yang akan ditentukan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(1) |
Pada dasarnya pemeriksaan dilakukan setelah dikeluarkannya Surat Perintah Pemeriksaan yang dibuat berdasarkan LP2 yang diterbitkan oleh Kantor PDIP. |
(2) |
Pelaksanaan pemeriksaan rutin dilakukan dengan memperhatikan urutan prioritas pemeriksaan berdasarkan skor tertinggi. |
(3) |
Pelaksanaan pemeriksaan SPT PPh Lebih Bayar 1986, mengingat batas waktu penyelesaiannya singkat (12 bulan), dapat dilakukan segera setelah proses penelitian dan perekaman SPT selesai dilaksanakan tanpa menunggu pengiriman LP2 oleh Kantor PDIP. |
(4) |
Terhadap SPT Lebih Bayar 1986 hingga batas jumlah tertentu dapat dikeluarkan SKKPP nya segera setelah dilakukan penelitian sesuai tata cara yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(5) |
Pelaksanaan pemeriksaan khusus dilakukan berdasarkan perintah Direktur Jenderal Pajak atau berdasarkan usul pemeriksaan dari Kepala Inspeksi Pajak atau Kepala Kantor Wilayah Yang telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak. |
(6) |
Pelaksanaan pemeriksaan PPh Pasal 21, 22, 23, 26, PPN dan PPn BM serta Bea Meterai dilakukan serentak dengan pelaksanaan pemeriksaan PPh pasal 25/29 sepanjang kegiatan pemeriksaan PPh pasal 25/29 tergolong dalam jenis kegiatan pemeriksaan lapangan. |
(1) |
Pelaksanaan pemeriksaan terhadap SPT yang terpilih untuk diperiksa pada dasarnya harus selesai dilakukan dalam batas waktu 45 (empat puluh lima) bulan sesudah tanggal 31 Maret setelah akhir tahun pajak. |
(2) |
Menjelang berakhirnya batas waktu siklus pemeriksaan, terlebih dahulu harus dilakukan inventarisasi atas SPT-SPT yang belum atau belum selesai dilaksanakan pemeriksaannya oleh Unit pemeriksa. |
(3) |
SPT yang telah melampaui batas waktu 45 bulan harus segera mendapat prioritas penyelesaian pemeriksaan mengingat batas waktu daluwarsa penetapan yang tersisa. |
(1) |
Atas setiap pemeriksaan harus dibuat Laporan Pemeriksaan. |
(2) |
Hasil Laporan Pemeriksaan dituangkan dalam Daftar Kesimpulan Hasil Pemeriksaan (DKHP), yang tercantum dalam LP2 yang diterbitkan oleh Kantor PDIP. |
(3) |
DKHP dikirim selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya ke Kantor Pusat berdasarkan prosedur pengiriman yang ditentukan. |
(4) |
Kantor Pusat mengadakan evaluasi atas DKHP yang disampaikan untuk bahan menyusun kebijaksanaan pemeriksaan tahun mendatang. |
(5) |
Hasil evaluasi dikirim kepada Kepala Inspeksi Pajak/Kepala Kantor Wilayah sebagai bahan untuk menilai dan memperbaiki hasil pelaksanaan tugas dalam bidang pemeriksaan. |
Demikian pokok-pokok kebijaksanaan pemeriksaan SPT PPh Tahun 1986 yang perlu Saudara ketahui untuk dilaksanakan. Sambil menunggu ketentuan pelaksanaan yang akan dikeluarkan dalam waktu dekat, diharapkan Saudara sudah mulai mempersiapkan diri guna mengamankan pelaksanaan kebijaksanaan pemeriksaan ini.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. SALAMUN A.T.