Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 22/PJ.4/1996

Bersama ini disampaikan rekaman Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 394/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 sebagai peraturan pelaksanaannya. Sehubungan dengan hal tersebut dengan ini diberikan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996, atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium,gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk bagiannya, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan bangunan industri dikenakan Pajak Penghasilan (PPh) yang bersifat final. Dalam Pengertian bagian dari gedung perkantoran, pertokoan, atau pertemuan termasuk areal baik di dalam gedung maupun di luar gedung yang merupakan bagian dari gedung tersebut.

  2. Besarnya tarif pengenaan PPh yang bersifat final atas penghasilan berupa sewa bagi Wajib Pajak orang pribadi dan Wajib Pajak badan yang menerima atau memperoleh penghasilan tersebut adalah :

    1. sebesar 6% (enam persen) dari jumlah bruto nilai persewaan, dalam hal yang menyewakan Wajib Pajak badan dalam negeri atau bentuk usaha tetap (BUT) dan kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang disewakan juga atas nama Wajib Pajak badan dalam negeri atau BUT;
    2. sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan, dalam hal yang menyewakan Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri;
    3. sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan, dalam hal yang menyewakan Wajib Pajak badan dalam negeri atau BUT tetapi kepemilikan tanah dan/atau bangunan yang disewakan atas nama Wajib Pajak orang pribadi.
  3. Yang dimaksud dengan jumlah bruto nilai persewaan adalah semua jumlah yang dibayarkan atau terutang oleh pihak yang menyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau bangunan yang disewa, termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan dan “service charge” baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan dengan perjanjian persewaan yang bersangkutan.

  4. Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tersebut, sewa dan penghasilan lainnya sehubungan dengan penggunaan harta berupa tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud pada butir 1tidak lagi menjadi objek pemotongan PPh Pasal 23.

  5. Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 394/KMK.04/1996,pelunasan PPh atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan dilakukan :

    1. melalui pemotongan oleh penyewa dalam hal penyewa adalah badan pemerintah, Subjek Pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerjasama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak;
    2. melalui penyetoran sendiri oleh yang menyewakan dalam hal penyewa adalah orang pribadi atau bukan Subjek Pajak, selain yang tersebut pada huruf a.
  6. Dalam hal PPh yang terutang harus dilunasi melalui pemotongan oleh penyewa, penyewa wajib :

    1. memotong PPh yang terutang pada saat pembayaran atau terutangnya sewa;
    2. memberikan Bukti Pemotongan PPh atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan (Final)kepada yang menyewakan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran I;
    3. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
    4. melaporkan pemotongan dan penyetoran yang dilakukan ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran II, dilampiri dengan lembar ke-3 SSP dan lembar ke-2 Bukti Pemotongan PPh atas Persewaan Tanah dan/atau Bangunan.
  7. Dalam hal PPh yang terutang harus disetor sendiri oleh yang menyewakan, maka yang menyewakan wajib :

    1. menyetor PPh yang terutang ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya tanggal 15 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) Final;
    2. melaporkan penyetoran tersebut ke Kantor Pelayanan Pajak selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan pembayaran atau terutangnya sewa : – bagi Wajib Pajak yang bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan / atau bangunan, dengan menggunakan bentuk sebagaimana pada Lampiran III, disertai dengan lembar ke-3 SSP Final. – bagi Wajib Pajak lainnya, dengan menggunakan lembar ke-3 SSP Final.

  8. Oleh karena atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau bangunan telah dikenakan PPh yang bersifat final, maka dalam pembukuan Wajib Pajak yang menyewakan wajib dipisahkan penghasilan dan biaya yang berkenaan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan dari penghasilan dan biaya lainnya. Sesuai dengan ketentuan Pasal 2 Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 1994, biaya yang berkenaan dengan persewaan tanah dan/atau bangunan tidak boleh dikurangkan dalam melakukan penghitungan penghasilan kena pajak.

  9. Oleh karena berdasarkan ketentuan Pasal 4 Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 pengenaan PPh yang bersifat final tersebut diberlakukan terhadap penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan yang diterima atau diperoleh mulai 1 Januari 1996, maka :

    1. atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan tidak lagi dapat diberikan Surat Keterangan Bebas (SKB) pemotongan PPh;
    2. SKB pemotongan PPh Pasal 23 atas penghasilan berupa sewa atas tanah dan/atau bangunan yang dikeluarkan sejak 1 Januari 1996 dinyatakan tidak berlaku. Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar segera mencabut kembali SKB yang telah diberikan dengan menggunakan bentuk formulir sebagaimana dimaksud pada Lampiran IV,selambat-lambatnya 30 Juni 1996.
    3. Dalam hal atas sewa yang diterima atau diperoleh sejak 1 Januari 1996 telah dipotong PPh pasal 23 yang jumlahnya sama atau lebih besar dari PPh terutang berdasarkan PP Nomor 29 Tahun 1996, maka PPh pasal 23 tersebut dinyatakan final. Dalam hal jumlahnya lebih kecil atau belum dipotong PPh pasal 23, kekurangannya harus disetor sendiri ke Bank PERSEPSI atau Kantor Pos dan Giro selambat-lambatnya 31 Desember 1996 dengan menggunakan SSP Final.
    4. Bagi wajib pajak yang semata-mata bergerak di bidang usaha persewaan tanah dan/atau bangunan tidak lagi diwajibkan menyetor PPh pasal 25. PPh pasal 25 yang telah disetor untuk masa Januari 1996 dan sesudahnya dapat diperhitungkan dengan kekurangan PPh atas sewa tanah dan/atau bangunan dimaksud pada huruf c. Apabila setelah perhitungan dilakukan ternyata masih terdapat sisa PPh pasal 25 yang belum diperhitungkan, sisa tersebut dapat diperhitungkan dengan PPh atas sewa tanah dan/atau bangunan berikutnya yang harus dibayar sendiri oleh wajib pajak sebagaimana dimaksud pada butir 6 di atas.
    5. Sisa kerugian sehubungan dengan usaha persewaan tanah dan/atau bangunan yang masih ada pada akhir tahun 1995 tidak dapat lagi dikompensasikan dengan penghasilan tahun 1996 dan selanjutnya.

Demikian untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 22/PJ.4/1996