Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 25/PJ.6/1999

Sehubungan dengan diterbitkannya Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 523/KMK.04/1998 tanggal 18 Desember 1998 tentang Penentuan Klasifikasi dan Besarnya Nilai Jual Objek Pajak sebagai Dasar Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember 1998 tentang Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan serta menunjuk Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 451/KMK.04/1997 tanggal 28 Agustus 1997 jo. Keputusan Dirjen Pajak Nomor : KEP-19/PJ.6/1997 tanggal 28 Oktober 1997 tentang Tata Cara Pengenaan dan Pembayaran PBB Pertambangan Migas dan Panas Bumi, dengan ini disampaikan hal-hal sebagai berikut :

  1. Pengertian Umum

    Dalam pelaksanaan pengenaan PBB Sektor Pertambangan Energi Panas bumi, yang dimaksud dengan :

    1. Energi Panas bumi adalah air dan atau uap panas bumi alami, yang dihasilkan atau diambil dari panas alami bumi yang berasal dari bawah permukaan bumi dalam bentuk panas atau energi, yang antara lain dapat digunakan untuk pembangkit tenaga listrik :
    2. Areal produktif adalah areal di dalam Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang telah di eksploitasi/menghasilkan energi panas bumi/listrik (tahap eksploitasi/produksi).
    3. Areal belum produktif meliputi :
      1. Areal penyelidikan umum adalah areal di dalam Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang sedang atau akan dilakukan penyelidikan secara geologi umum, pendahuluan yang memuat lokasi dan kenampakan panas bumi;
      2. Areal eksplorasi adalah areal di dalam Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang telah diduga adanya sumberdaya panas bumi yang perlu diteliti lebih seksama besar cadangan dan karakteristiknya;
      3. Areal cadangan produksi adalah areal di dalam Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang telah dipastikan mengandung cadangan sumber daya panas bumi dan sewaktu-waktu siap diproduksi.
    4. Areal tidak produktif adalah areal yang sama sekali tidak menghasilkan energi panas bumi;
    5. Areal emplasemen adalah areal di dalam maupun di luar Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang di atasnya terdapat bangunan dan atau pekarangan;
    6. Areal Lainnya meliputi :
      1. Areal pengamanan adalah areal di dalam maupun di luar Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang digunakan sebagai pengamanan bangunan dan atau pengamanan lingkungan;
      2. Areal perairan adalah areal yang digunakan untuk pelabuhan khusus berkaitan dengan usaha pertambangan energi panas bumi;
      3. Tanah kosong dan areal lainnya di dalam maupun di luar Wilayah Kuasa Pengusahaan Sumberdaya Panas bumi yang tidak dimanfaatkan untuk kegiatan penyelidikan umum, eksplorasi, eksploitasi, dan atau areal emplasemen.
    7. Hasil produksi adalah seluruh jumlah air dan atau uap panas bumi yang diperoleh dari proses eksploitasi sumber daya panas bumi yang digunakan sebagai sumber energi/listrik yang dihasilkan dari unit pembangkit listrik selama jangka waktu satu tahun kalender yang dinyatakan dalam ukuran Kilo Watt hour (KWh);
    8. Hasil penjualan adalah hasil penjualan produksi sumber daya panas bumi yang digunakan sebagai sumber energi dan atau listrik dalam satu tahun;
    9. Pengusaha Sumber daya Panas bumi adalah Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara (PERTAMINA), Kontraktor Kontrak Operasi Bersama (KOB)/Joint Operation Contract (JOC), dan Pemegang izin Pengusahaan Sumber daya Panas bumi Skala Kecil yang semata-mata melakukan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi untuk menghasilkan uap panas bumi guna pembangkitan energi/listrik atau secara terpadu menghasilkan uap panas bumi dan membangkitkan energi/listrik (total project).
  2. Pendaftaran, Pengenaan dan Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)

    1. Pendaftaran objek pajak

      1. Pendaftaran objek pajak atas Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang dikelola oleh Pertamina dilaksanakan oleh Pimpinan Pertamina di Daerah dengan cara mengisi Surat Pemberitahuan Objek Pajak (SPOP) dalam rangkap 3 (tiga) yang diperoleh dari Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) yang bersangkutan, dan setelah diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan ditandatangani dikirimkan kembali kepada KPPBB yang bersangkutan. Sedangkan data hasil produksi dikirimkan kepada Divisi Panas bumi Pertamina Pusat dengan tembusan kepada Dinas Penerimaan Dana Pertamina Pusat.

      2. Pendaftaran objek pajak dan data hasil produksi atas Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang dikelola oleh Kontraktor KOB dilaksanakan oleh Kontraktor KOB dengan cara mengisi SPOP yang diperoleh dari KPPBB yang bersangkutan atau dari Divisi Panas bumi Pertamina Pusat, dan setelah diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan di tandatangani dikirimkan kepada Divisi Panas bumi Pertamina Pusat.
        SPOP dari para Kontraktor KOB dikonfirmasikan terlebih dahulu dengan data yang ada di Divisi Panas bumi Pertamina Pusat untuk diteruskan kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat PBB.

      3. Pendaftaran objek pajak dan data hasil produksi atas Pengusahaan Sumber daya Panas bumi yang dikelola oleh Pemegang Izin Pengusahaan Sumber daya Panas bumi Skala Kecil dilaksanakan oleh Wajib Pajak/Pemegang Izin Pengusahaan Sumber daya Panas bumi Skala Kecil dengan cara mengisi SPOP dalam rangkap 3 (tiga) yang diperoleh dari KPPBB yang bersangkutan, dan setelah diisi dengan jelas, benar, lengkap, dan ditandatangani dikirimkan kembali kepada KPPBB yang bersangkutan.
        Data hasil produksi oleh KPPBB selanjutnya diteruskan kepada Direktorat Jenderal Pajak c.q. Direktorat PBB.

      4. SPOP yang diterima Direktorat PBB, untuk objek pajak :
        1)

        Yang digunakan sebagai areal penyelidikan umum/eksplorasi, eksploitasi, emplasemen, pengamanan dan lain-lainnya disampaikan oleh Direktorat PBB kepada KPPBB sesuai dengan wilayah kerjanya.

        2)

        Data hasil produksi di tata usahakan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan RI Nomor : 451/KMK.04/1997 tanggal 28 Agustus 1997 jo. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-19/PJ.6/1997 tanggal 28 Oktober 1997 yang dituangkan dalam Daftar Rincian Angka Perbandingan Tertimbang dan Pembagian Data Hasil Produksi Panas bumi per Daerah Tingkat II. Daftar dimaksud disampaikan kepada KPPBB yang bersangkutan.

      5. Bentuk formulir SPOP PBB Sektor Pertambangan Energi Panas bumi adalah sebagaimana contoh pada Lampiran 1 Surat Edaran ini.
    2. Pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan
      Besarnya Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) PBB Sektor Pertambangan Energi Panas bumi ditentukan sebagai berikut :
      1. Areal produksi adalah sebesar 9,5 kali hasil penjualan energi panas bumi/listrik dalam satu tahun sebelum tahun pajak berjalan;
      2. Areal belum produktif, areal tidak produktif, areal emplasemen, dan areal lainnya adalah sebesar NJOP berupa tanah sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak atas nama Menteri Keuangan;
      3. Areal perairan adalah sebesar luas perairan dikalikan dengan NJOP perairan yang ditentukan berdasarkan korelasi garis lurus ke samping dengan klasifikasi NJOP permukaan bumi berupa tanah sekitarnya sebagaimana perhitungan pada lampiran Va dan Vb Keputusan Dirjen Pajak No. :KEP-16/PJ.6/1998 tanggal 30 Desember 1998 dan ditetapkan oleh Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak atas nama Menteri Keuangan;
      4. Objek Pajak berupa bangunan adalah sebesar luas bangunan dikalikan NJOP bangunan yang disusun berdasarkan Daftar Biaya Komponen Bangunan sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan Kepala Kantor Wilayah Dirjen Pajak atas nama Menteri Keuangan.
    3. Penerbitan Surat Pemberitahuan Pajak Terutang (SPPT)
      1. Berdasarkan SPOP yang diterima dari Pimpinan Pertamina di Daerah dan Pemegang Izin Pengusahaan Sumber daya Panas bumi Skala Kecil, KPPBB mengusulkan perhitungan pengenaan PBB Sektor Pertambangan Energi Panas bumi dengan dilampiri SPOP rangkap kedua dan konsep usulan keputusan Kepala Kantor Wilayah Ditjen Pajak tentang klasifikasi objek pajak atas objek dimaksud kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. Direktur PBB selambat-lambatnya pada bulan Juli tahun takwim yang bersangkutan.
      2. SPOP dan daftar rincian angka perbandingan tertimbang serta pembagian data hasil produksi panas bumi per Daerah Tingkat II yang diterima dari Direktorat PBB, selanjutnya oleh KPPBB diusulkan perhitungannya selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah diterima.
      3. Direktur PBB melakukan penelitian dan memberikan persetujuan atas usul perhitungan pengenaan PBB Panas bumi dari KPPBB.
      4. Setelah mendapat persetujuan dari Direktur PBB, KPPBB menerbitkan SPPT PBB per Dati II dalam rangkap 3 (tiga) :
        1) Rangkap pertama dan kedua dikirimkan ke Direktorat PBB, dan rangkap pertama setelah diteliti oleh Direktorat PBB diteruskan ke Ditjen Lembaga Keuangan.
        2) Rangkap ketiga untuk arsip di KPPBB yang bersangkutan.
      5. Bentuk formulir Daftar Perhitungan Ketetapan PBB Sektor Pertambangan Energi Panas bumi adalah sebagaimana contoh pada Lampiran 2 Surat Edaran ini.
  3. Pembayaran Pajak Bumi dan Bangunan
    Tata cara pembayaran PBB Sektor Pertambangan Energi Panas bumi mengacu kepada tata cara pembayaran PBB Pertambangan Minyak dan Gas Bumi.
  1. Lain-lain
    Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini maka Surat Edaran Dirjen Pajak Nomor : SE-36/PJ.6/1997 tanggal 8 Desember 1997 hal Petunjuk Pengenaan PBB Usaha Bidang Pertambangan/Pengusahaan Sumber daya Panas bumi, dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian disampaikan untuk dilaksanakan sebagaimana mestinya.

A.N. DIREKTUR JENDERAL PAJAK
DIREKTUR PAJAK BUMI DAN BANGUNAN

ttd

HASAN RACHMANY

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 25/PJ.6/1999