Sehubungan dengan berlakunya INPRES Nomor 4 Tahun 1985 tentang Kebijaksanaan Kelancaran Arus Barang Untuk Menunjang Kegiatan Ekonomi, maka oleh karena ternyata masih adanya keragu-raguan dalam pelaksanaan Undang-Undang Perpajakan yang menyangkut impor barang-barang keperluan operasi perminyakan, bersama ini perlu diberikan penegasan hal-hal sebagai berikut :
-
Barang-barang impor keperluan operasi perminyakan dibagi dalam 3 golongan yaitu Golongan A, Golongan B dan Golongan C.
-
Atas impor barang-barang Golongan A dan Golongan C, selama ini dibebaskan dari pemungutan PPh Pasal 22 Impor, baik barang milik Pertamina maupun barang milik Kontraktor Bagi Hasil, Kontrak Karya, dan para subkontraktornya serta barang yang disewa atau milik induk perusahaan kontraktor tersebut bahkan juga barang yang dimasukkan oleh “supplier” lainnya. Semua barang itu telah dibebaskan dari pajak (dahulu MPO, sekarang PPh Pasal 22 Impor) dengan menggunakan fasilitas yang semata-mata diberikan kepada P.N. Pertamina, yaitu Wajib Pajak yang kewajiban perpajakannya berdasarkan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1971 tentang Perusahaan Pertambangan Minyak dan Gas Bumi Negara. Jadi pembebasan PPh Pasal 22 Impor barang keperluan operasi perminyakan milik Pertamina tersebut diberikan karena Pertamina telah dikenakan pajak dengan cara tersendiri, maka tidak lagi dikenakan MPO atau PPh Pasal 22.
-
Pembebasan PPh Pasal 22 Impor barang keperluan operasi perminyakan, baik barang-barang milik kontraktor yang merupakan BUT di Indonesia, milik induk perusahaan dari BUT yang bersangkutan, barang yang dimasukkan oleh subkontraktor dan “supplier” lainnya maupun yang disewa oleh kontraktor dari luar negeri, tidak sesuai dengan ketentuan yang berlaku, karena pemenuhan kewajiban pajak kontraktor/subkontraktor atau “supplier” diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan Tahun 1984. Berhubung dengan itu bersama ini diberikan penegasan, bahwa atas semua impor barang-barang keperluan operasi perminyakan dan gas yang akan dipakai oleh semua kontraktor, kecuali Kontraktor Bagi Hasil atau Kontrak Karya sendiri, subkontraktor atau “supplier”, baik yang diimpor sendiri maupun yang diimpor melalui Importir lain (inden), dikenakan pemungutan PPh Pasal 22 Impor.
- Sesuai dengan Instruksi Presiden tersebut di atas, maka :
4.1. pemasukkan semua golongan barang impor guna keperluan operasi perminyakan ke dalam wilayah Indonesia oleh kontraktor, subkontraktor dan “supplier” lainnya yang tidak dilengkapi dengan LKP, pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impornya dilakukan pada bank-bank Devisa. 4.2. pemasukkan semua golongan barang impor guna keperluan operasi perminyakan ke dalam wilayah Indonesia oleh kontraktor, subkontraktor dan “supplier” lainnya yang tidak dilengkapi LKP, pelunasan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penghasilan Pasal 22 Impornya dilakukan melalui Bendaharawan Khusus Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. -
Pemungutan PPh Pasal 22 Impor tersebut pada butir 3 di atas mulai berlaku sejak 1 Nopember 1985.
-
Surat-surat edaran yang berkenaan dengan pemberian pembebasan PPh Pasal 22 Impor barang- barang tersebut pada butir 1, untuk keperluan operasi perminyakan dengan surat edaran ini dinyatakan ditarik kembali.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. SALAMUN A.T.