Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 44/PJ./1994

Seperti diketahui atas penghasilan berupa bunga, sewa dan lain-lain yang diterima atau diperoleh Joint Operation (J.O.) dari WP Badan Dalam Negeri dan Perseorangan yang ditunjuk (selanjutnya disebut : Pemberi Hasil), dipotong PPh Ps. 23. Pemotongan tersebut tidak akan diperhitungkan sebagai kredit pajak para anggotanya sejalan dengan perhitungan penghasilan tersebut pada penghasilan anggota J.O.

Adapun besarnya PPh Ps.23 yang dapat dikreditkan adalah sesuai dengan perjanjian J.O.. (joint operation agreement) yang telah disepakati bersama.

Agar pengkreditan pemotongan PPh Ps. 23 sejalan dengan pengkreditan oleh para anggota J.O., maka Bukti Pemotongan PPh Ps. 23 tersebut harus dipecah untuk masing-masing anggota. Untuk maksud itu dengan ini disampaikan petunjuk pemecahannya sebagai berikut :

  1. Telah dilakukan pemotongan PPh Ps. 23 atas nama joint operation.
    Apabila telah dilakukan pemotongan PPh. Ps. 23 atas nama J.O. maka prosedurnya :
    1.1. J.O. mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Ps.23 kepada KPP dimana J.O. terdaftar/berkedudukan, dilampiri foto copy dokumen pendirian J.O.

    1.2. KPP tersebut pada butir 1.1. minta konfirmasi kepada KPP dimana pemotong PPh Pasal 23 terdaftar, mengenai pemotongan terhadap J.O., dengan menggunakan formulir Konfirmasi Lampiran SE-19/PJ.41.2/1993 tanggal 2 September 1993;

    1.3. Apabila benar telah dilakukan pemotongan terhadap J.O. maka KPP tersebut pada butir 1.1. menerbitkan SKKPP PPh Pasal 23 Yang Seharusnya Tidak Terutang dengan menggunakan formulir KP PPh 3.46 sesuai Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-09/PJ/1992, sebesar seluruh jumlah pemotongan;

    1.4. Atas dasar SKKPP tersebut pada butir 1.3 dilakukan pemindahbukuan dari PPh Pasal 23 ke PLB;

    1.5. Dilakukan pemindahbukuan dari PLB tersebut pada butir 1.4. ke PPh Ps. 25 atas nama para anggotanya dengan jumlah pajak sebesar bagian masing-masing dengan tahun pajaknya sesuai dengan yang tercantum pada Bukti Pemotongan PPh Ps.25 dilakukan karena bukti Pbk. itu diperhitungkan sebagai kredit pajak dalam SPT PPh Badan para anggotanya, bukan dalam SPT PPh Ps. 23;
    Pada bukti pemindahbukuan (di bawah Nomor dan Tanggal SKKPP) supaya diketik :
    (Dalam rangka pemecahan Bukti Pemotongan PPh Ps. 23 atas nama joint operation……);

    1.6. Atas SKKPP tersebut pada butir 1.3 tidak boleh diterbitkan SPMKP, juga tidak boleh dipindahbukukan untuk membayar kewajiban pajak J.O.;

    1.7. Apabila anggota J.O. adalah Wajib Pajak Luar Negeri maka pemecahan bukti pemotongan PPh Ps. 23 (yang berupa bukti Pbk. Ps. 25) tidak boleh diperhitungkan dengan kewajiban PPh Ps. 26 dari J.O.. karena Wajib Pajak Luar Negeri tersebut dianggap mempunyai BUT di Indonesia;

    1.8. Lembar ke-1 Bukti Pbk. tersebut pada butir 1.5. disampaikan untuk para anggota sedang lembar lainnya untuk ditatausahakan sesuai ketentuan dalam Pedoman Induk TUPRP.

  2. Belum dilakukan pemotongan PPh Ps. 23
    Jika belum dilakukan pemotongan, maka prosedurnya :
    2.1. J.O. mengajukan permohonan pemecahan Bukti Pemotongan PPh Ps. 23 kepada pemberi hasil, dilampiri foto copy dokumen pendirian J.O.;

    2.2. Pada waktu dilakukan pemotongan, pemberi hasil membuat Bukti Pemotongan PPh Ps. 23 atas nama J.O. qq. anggota (NPWP anggota) dengan jumlah pajak sebesar bagian masing-masing;

    2.3. Bukti Pemotongan PPh Ps. 23 disampaikan untuk para anggota J.O.

Berkenaan dengan butir 1.5. maka perlu diperhatikan agar jika SPT PPh untuk tahun pajak dilakukan pemindahbukuan ke PPh Ps. 25 dipergunakan sebagai dasar untuk menghitung angsuran besarnya PPh Ps. 25 tahun pajak berikutnya, maka bilangan/faktor yang akan dibagi dengan banyaknya masa pajak adalah PPh Ps. 25/29 yang disetor WP pada Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro, jadi tidak termasuk PPh Ps. 25 ex Bukti Pbk.

Demikian untuk dimaklumi dan diteruskan kepada yang berkepentingan.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 44/PJ./1994