Definisi Pajak Tangguhan
Familiar dengan istilah pajak tangguhan? Jika belum, maka Anda berada di tempat yang tepat karena artikel berikut ini akan memberikan Anda pemahaman dan konsep pajak tangguhan yang mudah dimengerti.
Dilihat dari aspek perpajakannya, pajak tangguhan merupakan beban pajak atau deferred tax expense yang dapat memberikan pengaruh seperti menambah atau mengurangi beban pajak yang harus dibayar di masa yang akan datang.
Sebenarnya secara definisi, pajak tangguhan juga dapat dilihat dari dua sisi, yaitu dari sudut pandang akuntansi sebagai akun aset, maupun dari sisi liabilitas (utang yang harus dilunasi/pelayanan yang harus dilakukan di masa mendatang pada pihak lain).
Sisi aset dan sisi liabilitas inilah yang menjadi dua sisi yang saling bertolak belakang. Maka dari itu, kita lihat, yuk, dimana letak perbedaan definisi pajak tangguhan dari sisi aset dan liabilitas berikut ini:
- Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Aset
Dilihat dari sisi aset, pajak tangguhan merupakan jumlah Pajak Penghasilan (PPh) yang dapat dipulihkan pada periode masa depan akibat akumulasi rugi pajak yang belum dikompensasi dan akumulasi kredit pajak belum dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dalam peraturan perpajakan.
- Definisi Berdasarkan Sudut Pandang Liabilitas
Pajak tangguhan sebenarnya timbul karena perbedaan beban antara peraturan perpajakan (fiskal) dengan standar akuntansi keuangan (komersial). Perbedaan saat pengakuan ini mengakibatkan pendapatan/beban yang diakui pada masing-masing periode berbeda, namun pada akhirnya, secara keseluruhan, jumlah total yang diakui antara peraturan secara fiskal dan komersial akan sama. Perbedaan ini biasa dikenal dengan istilah “temporary different”.
Beban pajak tidak akan mempengaruhi jumlah pajak terutang yang dihitung sesuai dengan peraturan perpajakan.
Konsep Dasar Pajak Tangguhan
Dalam menghitung beban pajak yang harus dibayar pada akhir tahun, biasanya wajib pajak menggunakan pendekatan akuntansi komersial, mulai dari pengakuan unsur pendapatan, pengakuan beban yang dijadikan pengurang, metode penyusutan untuk menentukan beban penyusutan aset, pengakuan nilai sisa aset dan penerapan jangka waktu untuk penyusutan, hingga penetapan besaran penyisihan/ biaya cadangan.
Hasil penerapan ini tertuang dalam laporan keuangan yang dijadikan dasar untuk menghitung beban PPh terutang secara komersial oleh wajib pajak.
Namun untuk pelaporan SPT tahunan, PPh yang dihitung wajib pajak atas dasar laba komersial tidak bisa langsung ditetapkan sebagai beban pajak kini, karena untuk dapat digunakan sebagai dasar pelaporan SPT Tahunan, pendekatan yang digunakan adalah ketentuan perpajakan yang berdasar pada UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan beserta aturan pelaksanaan dibawahnya. Pendekatan ini berbeda dengan ketentuan yang digunakan dalam pendekatan menurut akuntansi komersial.
Jika laba akuntansi lebih besar daripada laba pajak, maka akan terbentuk kewajiban pajak tangguhan. Sebaliknya bila laba akuntansi lebih kecil daripada laba pajak, maka akan terbentuk aset pajak tangguhan.
Singkatnya pajak tangguhan tidak bisa dihindari dan dapat muncul sebagai akibat adanya dua pendekatan yang harus dijalani dalam menghitung beban pajak kini.
Nilai aset atau manfaat pajak jenis ini akan menghapus kewajiban perpajakannya. Oleh karena itu, tidak ada lagi kewajiban yang harus dibayarkan pada masa mendatang. Nilai aset/manfaat pajak ini timbul dari perbedaan antara laba menurut akuntansi dan laba menurut pajak.
Contoh Kasus
PT Nusantara Jaya adalah perusahaan yang bergerak di bidang penjualan emas.
- Data penjualan emas di tahun 2016 = Rp30.000.000.000
- Data penjualan emas di tahun 2017 = Rp30.500.000.000
- Laba komersial di tahun 2017 = Rp3.000.000.000
- Koreksi fiskal negatif atas biaya penyusutan = RP100.000.000
- Laba fiskal (pajak) sebesar (laba komersial – koreksi fiskal negatif): Rp3.000.000.000 – Rp100.000.000 = Rp2.900.000.000
- Pajak penghasilan PPh Badan Terutang sebesar Rp2.900.000.000 x 25% = Rp725.000.000
- Apabila tidak ada koreksi fiskal atas penyusutan, PPh Badan yang terutang sebesar Rp3.000.000.000 x 25% = Rp750.000.000
- Jadi, kewajiban pajak yang harus ditanggung sebesar Rp750.000.000 – Rp725.000.000 = Rp25.000.000
Jika tarif pajak pada laba komersial dibandingkan dengan tarif laba pajak, maka besar kemungkinan hasilnya akan berbeda. Perbedaan inilah yang disebut dengan pajak tangguhan.