Resources / Blog / Tentang Pajak

Indikator Wajib Pajak yang Jadi Prioritas Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguji kepatuhan perpajakan wajib pajak. Ketahui lebih lanjut mengenai Pemeriksaan pajak dalam artikel berikut ini.

SPT Tahunan 2021: Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Lapor Pajak

Pemeriksaan Pajak

Pemeriksaan pajak menjadi topik yang hangat diperbincangkan setelah terbitnya Surat Edaran tentang pemeriksaan pajak. Apa isinya dan bagaimana wajib pajak harus bersikap?

Artikel ini akan mengulas pertanyaan tersebut sehingga wajib pajak dapat mengambil keputusan perpajakan yang tepat. Yuk, baca hingga tuntas.

Di Indonesia, pemeriksaan pajak menjadi wewenang Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini berkaitan erat dengan sistem perpajakan yang digunakan di Indonesia yakni sistem Self-Assessment.

Sistem ini memberikan kepercayaan penuh kepada wajib pajak dalam menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang seharusnya terutang berdasar peraturan perpajakan yang berlaku.

Jika menerapkan sistem ini, terlaksananya administrasi perpajakan benar sangat bergantung pada tingkat kepatuhan wajib pajak. Sebelum kita membahas lebih lanjut mengenai surat edaran tentang kebijakan pemeriksaan pajak, ada baiknya mengulas apa itu pemeriksaan pajak dan tujuannya.

Definisi Pemeriksaan Pajak Menurut Undang-Undang

Berdasarkan pasal 1 ayat 25 Undang-Undang No. 16 tahun 2009 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, pemeriksaan pajak adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguji kepatuhan perpajakan wajib pajak. Berikut ini kutipan langsung pasal tersebut:

“serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan perundang-undangan perpajakan”.

Tujuan Pemeriksaan Pajak

Menurut Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK/04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak, tujuan pemeriksaan pajak ini terbagi menjadi dua, yakni:

  1. Menguji kepatuhan wajib pajak (perorangan maupun badan) dalam rangka memberikan kepastian hukum, keadilan dan pembinaan kepada wajib pajak.
  2. Tujuan lain dalam rangka melaksanakan peraturan perpajakan yang berlaku.

Jika Anda merupakan wajib pajak yang kurang patuh, maka bersiaplah masuk dalam daftar prioritas pemeriksaan oleh aparat DJP. Untuk meningkatkan kepatuhan pajak melalui pemeriksaan pajak, baru-baru ini DJP menerbitkan Surat Edaran (SE) Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan Pajak.

pemeriksaan pajak

Tujuan Surat Edaran Kebijakan Pemeriksaan Pajak

DJP telah resmi menerbitkan surat edaran nomor SE-15/PJ/2018 tentang Kebijakan Pemeriksaan. Adanya surat edaran tersebut mengisyaratkan, DJP semakin merapikan prosedur pemeriksaan pajak dalam rangka meningkatkan kepatuhan wajib pajak.

Baca Juga: Memahami Ruang Lingkung Pemeriksaan Pajak di Indonesia

Sementara, tujuan dari SE-15/PJ/2018 adalah sebagai arahan dari pimpinan DJP kepada jajaran internal baik itu KPP, Kanwil, maupun kantor pusat DJP untuk memilih wajib pajak yang akan diperiksa. Berikut ini daftar tujuan surat edaran tersebut seperti dikutip dari SE-15/PJ/2018:

  • Meningkatkan tertib administrasi pemeriksaan.
  • Memberikan keseragaman langkah dalam pelaksanaan kegiatan pemeriksaan.
  • Meningkatkan kualitas pemilihan wajib pajak yang akan diperiksa.
  • Meningkatkan kualitas pemeriksaan pajak.
  • Meningkatkan penerimaan pajak dari kegiatan pemeriksaan.

Dengan adanya pemeriksaan pajak, pemerintah akan tahu siapa saja wajib pajak yang kurang patuh dalam menuntaskan urusan perpajakan mereka. Sehingga, wajib pajak tersebut akan masuk dalam Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pajak.

Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi Pajak

Daftar Sasaran Prioritas Penggalian Potensi (DSP3) pajak adalah daftar wajib pajak yang menjadi sasaran prioritas penggalian potensi sepanjang tahun berjalan baik melalui kegiatan pengawasan maupun pemeriksaan. Daftar ini sangat penting karena disusun sebelum DJP melakukan pemeriksaan pajak.

Dalam hal ini, surat edaran tersebut bertujuan juga untuk menginstruksikan kepada seluruh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dalam menyusun peta kepatuhan wajib pajak dan DSP3 wajib pajak per September 2018.

Penyusunan data kepatuhan dan DSP3 ini akan dilakukan melalui analisis terhadap seluruh data dan informasi di KPP. Caranya dengan meramu data yang berasal dari sistem informasi yang dimiliki otoritas pajak tersebut maupun fakta yang terjadi dan/atau ada di lapangan.

Jika ditemukan adanya ketidakpatuhan, barulah wajib pajak tersebut berpotensi masuk dalam DSP3. Lantas apa saja indikator ketidakpatuhan wajib pajak? Benarkah wajib pajak yang tidak pernah diperiksa selama tiga tahun terakhir menjadi salah satu indikator ketidakpatuhan? Lalu, apa saja indikator ketidakpatuhan wajib pajak yang berisiko masuk dalam DSP3? Ulasan di bawah ini akan menjelaskannya.

Indikator Ketidakpatuhan

Indikasi adanya ketidakpatuhan dibedakan antara wajib pajak pribadi dan wajib pajak badan. Indikator ketidakpatuhan untuk wajib pajak orang pribadi adalah:

  1. Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT.
  2. Wajib pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan secara all taxes selama 3 tahun terakhir.
  3. Ketidaksesuaian antara profil SPT dengan beberapa aspek, misal: skala usaha WP, harta WP yang mencakup investasi, kepemilikan saham, gaya hidup WP, profil pinjaman WP, dan apabila terdapat hasil analisis Informasi, Data, Laporan, dan Pengaduan (IDLP) dan/atau Center for Tax Analysis (CTA) untuk WP tersebut.

Sementara, bagi wajib pajak badan, berikut ini 9 indikator yang dianggap ketidakpatuhan:

  1. Ketidakpatuhan pembayaran dan penyampaian SPT.
  2. Wajib pajak belum pernah dilakukan pemeriksaan dengan ruang lingkup seluruh jenis pajak selama 3 tahun terakhir.
  3. Analisis CTTOR, Gross Profit Margin (GPM), Nett Profit Margin (NPM) dibandingkan dengan hasil benchmarking industri sejenis di kanwil terkait. Risiko ketidakpatuhan dianggap tinggi apabila selisih antara analisis tersebut dengan rata-rata industri lebih besar dari 20%.
  4. Ketidaksesuaian antara profit SPT dengan profil ekonomi WP (usaha dan kekayaan) sesungguhnya berdasarkan fakta di lapangan.
  5. Memiliki transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, berkedudukan di negara dengan tarif pajak lebih rendah dari Indonesia.
  6. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri (intragroup transaction) dengan nilai transaksi lebih 50% dari total nilai transaksi.
  7. Memiliki transaksi afiliasi dalam negeri dengan anggota grup usaha yang memiliki kompensasi kerugian.
  8. Wajib pajak yang menerbitkan faktur pajak kepada pembeli dengan NPWP 000 lebih dari 25%, dari total faktur pajak yang diterbitkan dalam satu masa pajak.
  9. Terdapat hasil analisis IDLP dan/atau CTA untuk wajib pajak tersebut.

Bagaimana Wajib Pajak Harus Bersikap?

Wajib pajak tidak perlu bersikap berlebihan menyikapi adanya surat edaran tentang kebijakan pemeriksaan. DJP memastikan, surat edaran tersebut hanya ditujukan untuk meningkatkan kepatuhan pajak dan bukan untuk mencari-cari kesalahan wajib pajak.

Bahkan, dalam beberapa kesempatan wawancara kepada media massa, Direktur Penyuluhan dan Pelayanan Humas DJP, Hestu Yoga Saksama mengatakan, wajib pajak yang sudah patuh dijamin akan mendapatkan perlakuan yang adil.

Namun, tidak ada salahnya jika wajib pajak mempersiapkan sejumlah hal penting untuk menghadapi audit pajak.

Nah, selama Anda melaksanakan kewajiban perpajakan dengan tertib, tidak akan ada ancaman sanksi perpajakan yang akan menimpa Anda. Untuk itu, ayo pastikan bahwa seluruh kewajiban perpajakan Anda sudah dilaksanakan.

Reading: Indikator Wajib Pajak yang Jadi Prioritas Pemeriksaan Pajak