Mengenal PPN dan Dasar Hukum PPN
Praktek pungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia merupakan pelaksanaan atas sejumlah dasar hukum PPN. Peraturan perundang-undangan tentang PPN inilah yang mengatur subjek, objek, tarif dan administrasi PPN lainnya.
Apa saja dasar hukum PPN yang berlaku di Indonesia? Mari simak daftar dan uraiannya di bawah ini.
PPN mungkin merupakan jenis pajak yang paling sering Anda temui dalam transaksi sehari-hari. Tapi, apa sebenarnya PPN itu? Pada dasarnya, PPN adalah pajak yang dikenakan atas transaksi jual-beli yang dilakukan oleh badan maupun orang pribadi.
Seperti sudah disebutkan sekilas, dasar hukum PPN di Indonesia mengatur seluk beluk yang berkaitan dengan administrasi PPN. Contohnya adalah menentukan objek PPN. nah, berikut ini sejumlah objek pungutan PPN:
- Penyerahan Barang Kena Pajak/Jasa Kena Pajak (BKP/JKP) di dalam daerah pabean oleh PKP.
- Impor BKP.
- Pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Ekspor BKP berwujud/tidak berwujud dan ekspor JKP oleh PKP.
Dasar Hukum PPN
Berikut ini adalah sejumlah dasar hukum PPN di Indonesia:
1. UU Nomor 8 Tahun 1983
Undang-undang No. 8 Tahun 1983 mengatur tentang daerah pabean, barang berwujud dan BKP. Penyerahan BKP dalam peraturan tentang PPN ini adalah penyerahan BKP karena suatu perjanjian, pengalihan BKP karena suatu perjanjian sewa beli (leasing) dan pengalihan hasil produksi dalam keadaan bergerak.
Sedangkan yang dimaksud penyerahan JKP meliputi pemberian JKP yang dilakukan dalam lingkungan perusahaan/untuk kepentingan sendiri.
Tarif PPN ditetapkan sebesar 10% dan tarif atas ekspor BKP/JKP sebesar 0% dengan ketentuan dapat diubah serendah-rendahnya menjadi 5% dan setinggi-tingginya 15%.
Undang-undang ini mulai berlaku sejak 1 Januari 1984 bersamaan dengan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan Indonesia serta Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Namun dasar hukum PPN ini baru disahkan pada 1 April 1985.
2. UU Nomor 11 Tahun 1994
Sepuluh tahun sejak diberlakukannya UU Nomor 8 Tahun 1983, lahirlah UU Nomor 11 Tahun 1994. Beberapa poin penting dari kebijakan ini adalah penjelasan PPN sebagai pajak tidak langsung yang dihitung oleh penjual tetapi dibayar oleh orang lain (pembeli).
Selanjutnya, dasar hukum PPN ini menjelaskan adanya sistem Muli Stage Tax sebagai pajak yang yang dikenakan secara bertingkat, pada rantai produksi dan distribusi.
Setiap penyerahan barang yang menjadi objek PPN sejak dari pabrik, pedagang besar sampai pengecer dikenakan PPN. Peraturan ini juga mengatur mengenai indirect subtraction/invoice method yaitu cara menghitung pajak dengan metode tidak langsung terhadap pajak atas konsumsi dalam negeri sebagai pajak yang yang dikenakan secara definitif terhadap barang konsumsi di Indonesia.
UU No. 11 Tahun 1994 ini juga membahas mengenai consumption type VAT sebagai pajak yang dipungut atas nilai tambah, penerapan Non cummulative tax yaitu sistem pengenaan pajak pada barang/jasa yang telah dikenakan terhadap barang/jasa yang telah dikenakan pajak daerah.
Penerapan tarif tunggal 10% diberlakukan untuk pungutan PPN dan pajak objektif sebagai pajak yang dikenakan atas barang/jasa tanpa melihat orang/badan yang melakukan transaksi.
3. UU Nomor 42 Tahun 2009
UU No. 42 tahun 2009 adalah perubahan ketiga atas UU PPN. Dengan kata lain, peraturan ini merupakan dasar hukum terbaru yang mengatur tentang PPN.
Undang-undang yang menjadi dasar hukum PPN ini membahas sejumlah perubahan dari undang-undang sebelumnya seperti mengenai status PKP sebagai pihak yang wajib menyetor dan melaporkan PPN dan PPnBM yang terutang, hingga kewajiban pengusaha kecil yang sudah memilih untuk dikukuhkan sebagai PKP.
Berdasarkan peraturan ini, PPN dikenakan atas penyerahan BKP di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, impor BKP, penyerahan JKP dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha, pemanfaatan BKP tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, ekspor BKP berwujud oleh PKP, ekspor BKP tidak berwujud oleh PKP dan ekspor JKP oleh PKP.
UU No.42 tahun 2009 juga mengatur bahwa PPN atas penyerahan JKP yang dibatalkan (sebagian/seluruhnya) dapat dikurangkan dari PPN terutang yang terjadi dalam masa pajak terjadinya pembatalan.
4. Dasar Hukum PPN: Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan
Peraturan mengenai pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN diatur melalui PMK No. 197/PMK.03/2013 yang juga mengatur PKP sebagai pihak yang wajib melaporkan pajaknya karena jumlah penjualan barang dan jasa yang sudah melebihi Rp 4.800.000.000. Pelaporan dilakukan pada akhir bulan berikutnya setelah jumlah penjualan berhasil melebihi Rp 4.800.000.000.