Resources / Blog / PPh Final

Meninjau Perkembangan UMKM di Indonesia, Bagaimana Kondisinya?

Perkembangan UMKM di Indonesia

Bagaimana perkembangan UMKM di Indonesia? Banyak yang mengatakan jika sebagian besar pelaku usaha di Tanah Air merupakan usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Sedangkan pelaku usaha besar hanya sepersekian persen. Jadi, dapat dikatakan jika pelaku UMKM berperan besar bagi perekonomian Indonesia secara makro.

Sekilas Tentang UMKM

Tentunya Anda sudah kenal dengan istilah UMKM, ya? UMKM merupakan kepanjangan dari usaha mikro, usaha kecil, dan usaha menengah. Namun usaha seperti apa yang masuk ke dalam masing-masing kategori itu?

Usaha Mikro

Seperti yang pernah dijelaskan secara lengkap dalam salah satu artikel kami berjudul, “Usaha Mikro: Klasifikasi, Dasar Hukum dan Kewajiban Perpajakannya“, Usaha Mikro adalah badan usaha perorangan yang memiliki asset atau kekayaan bersih hingga Rp50 juta (di luar dari tanah dan bangunan), serta memiliki omzet penjualan tahunan hingga Rp300 juta. 

Berdasarkan perkembangannya, usaha mikro terbagi menjadi 2 kategori, yaitu livelihood (usaha bersifat mencari nafkah semata dan dikenal luas sebagai sektor informal, seperti pedagang kaki lima) dan usaha micro (usaha yang sudah cukup berkembang namun belum dapat menerima pekerjaan subkontraktor dan belum dapat mengekspor barang).

Usaha Kecil

Usaha kecil adalah usaha yang memiliki tenaga kerja kurang dari 50 orang dan memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp200 juta (di luar tanah dan bangunan) berdasarkan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995. Serta, memiliki penjualan paling banyak Rp1 M. Usaha kecil ini harus dimiliki oleh warga negara Indonesia dan berbentuk usaha perorangan, badan usaha, atau koperasi. 

Usaha kecil umumnya adalah perusahaan perorangan, contohnya restoran lokal, pengusaha konstruksi lokal, laundry, dan toko pakaian lokal. Lalu, ada juga namanya usaha musiman yang artinya usaha tersebut bergantung pada musim tertentu.

Usaha Menengah

Usaha menengah adalah usaha dalam ekonomi produktif yang berdiri sendiri, dan dilakukan oleh perorangan atau badan usaha yang bukan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki. Usaha menengah juga bukan dikuasai atau menjadi bagian dengan usaha kecil atau usaha besar.

Usaha menengah memiliki jumlah kekayaan bersih sekitar Rp500 juta-Rp10 M dan jumlah omzet antara Rp2,5 M-Rp50 M. 

Perkembangan UMKM di Indonesia Sejak 2010

Membaca data yang ditunjukkan oleh Kementerian Koperasi dan UKM RI, UMKM secara keseluruhan mengalami perkembangan dan pertumbuhan yang baik seiring berganti tahun. Misalnya pada tahun 2010, total jumlah unit UMKM sebanyak 52.769.426. Lalu dalam pemberitaan terakhir, jumlah tersebut sudah mencapai angka 63 juta.

Berdasarkan situs depkop.go.id, berikut data perkembangan UMKM di Indonesia berdasarkan jumlah unit dan jumlah PDB dari tahun 2010 sampai 2017.

TahunTotal Jumlah Unit (Kecil, Mikro, dan Menengah)Total Jumlah PDB atas Dasar Harga Berlaku
201052,769,426Rp5,285,290
201154,119,971Rp6,068,762
201255,211,396Rp7,445,344
201356,539,560Rp8,241,864
201457,900,787Rp9,014,951
201559,267,759Rp1,014,134
201661,656,547Rp11,712,450
201762,928,077Rp12,840,859

Secara persentase, jumlah UMKM di Indonesia mencapai 99,9% dari total unit usaha di Indonesia. Dengan data ini, dapat disimpulkan jika UMKM memiliki peran besar dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi Tanah Air. 

Faktor Perkembangan UMKM

Berkembangnya usaha mikro, kecil, dan menengah di Indonesia tidak bisa lepas dari faktor-faktor yang mendorong terjadinya kemajuan ini. Menurut beberapa pandangan dan penelitian, ada beberapa faktor yang mendorong majunya perkembangan UMKM di Indonesia, di antaranya sebagai berikut:

1. Pemanfaatan Sarana Teknologi, Informasi dan Komunikasi

Majunya UMKM di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan teknologi yang terjadi saat ini. Beberapa penelitian menunjukkan kalau salah satu faktor yang mendukung perkembangan UMKM adalah karena pemanfaatan sarana TIK (teknologi, informasi dan komunikasi). Para pelaku usaha mulai memanfaatkan sarana teknologi seperti smartphone untuk melebarkan pasar usahanya, serta menggunakan aplikasi komunikasi seperti WhatsApp dan media sosial untuk memasarkan produk yang dijual.

Bahkan, sudah menjadi target pemerintah untuk membuat pelaku UMKM untuk memanfaatkan dunia digital, seperti e-commerce, untuk menjual dan mengembangkan usahanya. Mengutip dari salah satu sumber berita, Kemenkop RI melaporkan kalau sudah ada sekitar 8 juta UMKM yang sudah Go-Digital pada tahun 2017 lalu. Jumlah ini sebanyak 14% dari total 59.2 juta UMKM yang berdiri di Indonesia. Angka ini diharapkan untuk terus bertambah karena tingginya jumlah UMKM yang Go-Digital sejalan dengan tujuan pemerintah yang ingin menjadikan Indonesia sebagai Digital Energy of Asia tahun 2020 mendatang.  

2. Kemudahan Peminjaman Modal Usaha

Perkembangan UMKM di Indonesia tidak bisa lepas dari dukungan perbankan di Tanah Air. Terbukanya akses pembiayaan perbankan serta menurunnya kredit usaha rakyat, mendorong tumbuhnya usaha mikro, kecil, dan menengah. Bahkan, perbankan wajib mengalokasikan kredit pada UMKM mulai tahun 2015. Berawal dari 5%, angka bunga itu terus tumbuh hingga 20% pada akhir tahun 2018 lalu.

Selain itu, nominal modal memulai usaha, khususnya usaha mikro, dianggap tidak terlalu besar sehingga siapapun dapat menjadi pelaku UMKM dengan cepat. Dengan begitu, semakin menarik pertumbuhan jumlah UMKM di Indonesia. 

3. Menurunnya Tarif PPH Final 

Pelaku UMKM termasuk ke dalam wajib pajak dan wajib hitung, setor, lapor pajak penghasilannya pada negara. Pajak yang harus disetor dan dilaporkan merupakan pajak penghasilan final atau PPh Final.

Awalnya, tarif PPh Final yang ditetapkan untuk pelaku UMKM ini sebesar 1%. Namun pada bulan Juli 2018, Pemerintah Indonesia mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 23 tahun 2018 yang menetapkan tarif PPh Final UMKM turun menjadi 0,5%. Perubahan penurunan tarif PPH Final ini bertujuan mempermudah pelaku UMKM dalam menjalankan kewajiban perpajakannya pada negara. Serta dengan menurunnya tarif PPh Final yang harus disetorkan UMKM, dapat memberikan kesempatan untuk mengembangkan usaha dan melakukan investasi karena keringanan ini. 

Penurunan tarif PPh Final ini memberikan dampak yang cukup baik. Berdasarkan data Ditjen Pajak, ada peningkatan jumlah wajib pajak pembayar PPh Final UMKM. Ada 463.094 wajib pajak yang baru membayar pada periode Agustus-Desember 2018 dan jumlah itu belum pernah membayar pajak UMKM pada periode sebelumnya. Lalu dari angka itu, sebanyak 311.197 wajib pajak baru terdaftar per tanggal 1 Juli 2018.

Kesimpulan

Perkembangan UMKM di Indonesia menunjukkan pola yang baik. Adanya dukungan dari pemerintah melalui cara-cara tertentu memengaruhi angka pertumbuhan jumlah unit usaha mikro, kecil, dan menengah. Pemanfaatan sarana teknologi dan komunikasi, alokasi kredit usaha dari perbankan untuk rakyat, serta menurunnya tarif pajak PPh Final menjadi beberapa faktor yang mendorong perkembangan UMKM di Indonesia. Meski begitu, pertumbuhan ini dinilai masih lambat karena beberapa faktor pendukung tersebut dinilai belum terlalu efektif.

Salah satunya di bagian perpajakan usaha. Mengutip dari sumber berita, adanya penurunan tarif PPh Final menjadi 0.5% memang meningkatkan jumlah wajib pajak yang membayar pajak penghasilan tersebut. Namun dari angka yang disebutkan di atas dirasa masih kurang besar oleh pihak Ditjen Pajak. Hal ini diyakini karena wajib pajak masih merasa kesulitan dalam memproses kewajiban perpajakannya. 

Sebagai pelaku UMKM yang merasa kesulitan hitung, setor, lapor pajak, Anda dapat menyetor dan melaporkan PPh Final 0.5% menggunakan aplikasi OnlinePajak. Penghitungan yang akurat dan otomatis, serta kemudahan penyetoran dan pelaporan akan menghemat waktu Anda dalam mengurus perpajakan usaha Anda. Baca lebih lengkap mengenai aplikasi OnlinePajak di sini

Reading: Meninjau Perkembangan UMKM di Indonesia, Bagaimana Kondisinya?