Resources / Blog / Tentang Pajak Pribadi

Jasa Arsitek dan Aspek Perpajakan yang Perlu Diketahui

Ruang Lingkup Pelayanan Jasa Arsitek

Arsitek merupakan orang yang ahli dalam merancang dan menggambar bangunan, jembatan, dan sebagainya. Profesi ini melakukan penyelenggaraan kegiatan untuk menghasilkan karya arsitektur dan biasanya sekaligus bertindak sebagai penyedia jasa konstruksi. Jasa arsitek pun dapat berupa penyediaan jasa profesional yang terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun dilakukan secara bersamaan dengan profesi lainnya.

Mengacu pada Undang-Undang No. 6 tahun 2017 tentang Arsitek, ruang lingkup layanan untuk jasa arsitek meliputi penyusunan studi awal arsitektur, perencanaan bangunan dan lingkungannya, pelestarian bangunan gedung dan lingkungannya, perencanaan tata bangunan dan lingkungannya, dan/atau penyusunan perencanaan teknis.

Sedangkan layanan praktik arsitek yang dilakukan secara bersama dengan profesi lainnya meliputi perencanaan kota dan tata guna lahan, manajemen proyek dan manajemen konstruksi, pendampingan masyarakat, dan/atau konstruksi lainnya.

Baca juga: Industri Kreatif: Jenis Usaha dan Pajak yang Dikenakan

Aspek Perpajakan untuk Jasa Arsitek

Sebagaimana profesi yang lain, profesi arsitek tentu memiliki penghasilan sebagai imbalan jasa yang diterima. Mengacu pada Peraturan Direktorat Jenderal Pajak PER-16/PJ/2016, arsitek termasuk dalam bukan pegawai yang termasuk dalam tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas.

Penghasilan yang sehubungan dengan pekerjaan bebas tersebut berupa imbalan hasil kerja atas pelayanan praktik yang diberikan dalam hal penyediaan jasa profesional terkait dengan penyelenggaraan kegiatan arsitek maupun layanan praktik arsitek yang dilakukan bersama dengan profesi lainnya.

Selain itu, ada juga penghasilan dari pekerjaan bebas berupa penghasilan dalam negeri lainnya yang bersifat tidak final. Misalnya arsitek mendapatkan komisi terkait dengan jasa perantara, royalti atas hak paten yang ditemukan, sewa harta selain tanah/bangunan, penghargaan dan hadiah, serta keuntungan dari penjualan/pengalihan harta.

Nah, dari penghasilan tersebut, arsitek memiliki kewajiban sebagai wajib pajak dalam negeri. Jika usaha yang digeluti mencapai omzet Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka jasa arsitek wajib untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP).

Lalu, apa saja aspek perpajakan yang dikenakan?

Baca juga:

Arsitek memiliki kewajiban untuk melakukan pembayaran, pemotongan/pemungutan, dan pelaporan berbagai jenis pajak, di antaranya:

  1. Arsitek yang menjadi wajib pajak pribadi yang melakukan pekerjaan bebas diwajibkan untuk melakukan pembukuan. Jika penghasilannya di bawah Rp4,8 miliar maka diperbolehkan untuk memilih menggunakan pencatatan.
  2. Melakukan pembayaran PPh Pasal 25 atas penghasilan yang diterima selama Tahun Pajak berlangsung.
  3. Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 21 jika memiliki karyawan.
  4. Memungut, menyetor, dan menyampaikan SPT Masa PPN apabila telah dikukuhkan sebagai PKP.
  5. Melakukan pemotongan atas PPh Pasal 4 ayat 2 jika arsitek sebagai penyewa dengan pemilik tempat adalah orang pribadi serta ditunjuk sebagai pemotong.
  6. Menyampaikan SPT PPh OP Formulir 1770.
  7. Menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21.

Sedangkan untuk besaran tarif PPh Pasal 21 jasa arsitek yang tertera dalam Undang-Undang Perpajakan No. 36 Tahun 2008 Pasal 17 ayat 1 adalah:

  • Penghasilan kena pajak sampai dengan Rp50 juta sebesar 5%.
  • Penghasilan kena pajak mulai dari Rp50 juta-Rp250 juta sebesar 15%.
  • Penghasilan kena pajak antara Rp250 juta-Rp500 juta sebesar 25%.
  • Penghasilan kena pajak di atas Rp500 juta sebesar 30%.

Selain itu, jasa arsitek juga termasuk salah satu objek PPh Pasal 23, yang mana pajak yang dikenakan pada penghasilan atas modal, penyerahan jasa, atau hadiah dan penghargaan selain yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Reading: Jasa Arsitek dan Aspek Perpajakan yang Perlu Diketahui