Resources / Blog / Tentang Pajak

Mengenal PBB P2 di Indonesia dan Cara Perhitungannya

Sekilas tentang PBB P2

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) merupakan salah satu jenis pajak daerah yang dikenakan atas tanah dan bangunan. Adanya PBB karena kepemilikan hak, penguasaan, dan/atau perolehan manfaat terhadap suatu tanah/bumi dan bangunan. Lalu bagaimana dengan PBB P2?

Sedangkan PBB P2, merujuk pada Pasal 1 angka 37 UU PDRD (Pajak Daerah dan Retribusi Daerah) adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan, dan pertambangan.

Baca Juga: Mengenal Pajak Bumi dan Bangunan

Objek PBB P2

Untuk objeknya sendiri, sesuai dengan nama untuk tiap sektornya. Objek pajak PBB P2 adalah bumi dan bangunan yang ada di wilayah perkotaan dan perdesaan. Misalnya rumah, hotel, apartemen, rumah susun, pabrik, tanah kosong, dan sawah. Merujuk pada pasal 80 ayat (1) UU PDRD, tarif maksimal yang telah ditetapkan untuk PBB P2 adalah sebesar 0,3%. Namun, tarif ini bervariasi, tergantung dari kebijakan pemerintah daerah yang bersangkutan. 

Sedangkan untuk Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) yang merupakan batas nilai yang tidak dikenakan pajak PBB P2 ditetapkan paling rendah sebesar Rp10 juta untuk setiap wajib pajak. 

Selain jenis PBB di atas, dikenal juga istilah PBB P3 yang dikelola oleh pemerintah pusat. Objek pajak dari PBB P3 adalah perkebunan, perhutanan, pertambangan, dan sektor lainnya yang meliputi perikanan tangkap, budidaya ikan, jaringan pipa, kabel telekomunikasi, kabel listrik, dan jalan tol. 

Berikut ini objek pajak yang tidak dikenakan PBB P2: 

  • Digunakan oleh pemerintah pusat dan daerah untuk penyelenggaraan pemerintahan. 
  • Semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, sosial, kesehatan, pendidikan, dan kebudayaan nasional. Tentu tidak dimaksudkan untuk memperoleh keuntungan. 
  • Digunakan untuk pemakaman, peninggalan purbakala, atau sejenisnya.
  • Hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah negara yang belum dibebani suatu hak. 
  • Digunakan oleh perwakilan diplomatik dan konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal balik. 
  • Digunakan oleh badan atau perwakilan lembaga internasional yang ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan (PMK). 

Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) PBB

Dalam hal perhitungannya, tidak ada unsur Nilai Jual Kena Pajak (NJKP) yang merupakan persentase tertentu dari nilai jual objek pajak (NJOP). Berbeda dengan perhitungan dasar PBB P3 yang mengenal adanya NJKP. 

Berdasarkan Pasal 6 ayat (3) UU PBB, NJKP ditentukan paling rendah 20% dan paling tinggi 100% dari NJOP. Nah, untuk PBB P3 itu sendiri, yang masuk pada sektor perkebunan, kehutanan, dan pertambangan sebesar 40% dari NJOP. Lain jika objek pajak sektor lainnya, NJKP ditetapkan sebesar 40% apabila NJOP mencapai Rp1 miliar atau lebih. Bila objek pajak lainnya memiliki NJOP <Rp1 miliar, maka NJKP yang ditetapkan sebesar 20%. 

Rumusnya: 

– Perhitungan PBB P2: 

Tarif x Dasar pengenaan pajak (NJOP Bumi + NJOP Bangunan – NJOPTKP) 

– Perhitungan PBB P3: 

Tarif x NJKP x (NJOP – NJOPTKP)

0,5% x 20% x (NJOP – NJOPTKP) atau 0,5% x 40% x (NJOP – NJOPTKP)

Kesimpulan

  1. Termasuk jenis pajak daerah. 
  2. Memiliki sifat yang lokal, visibilitas, objek pajak tidak berpinda (immobile), dan terdapat hubungan erat antara pembayar pajak dan yang menikmati hasil pajaknya. 
  3. Pengalihan PBB P2 ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan daerah.
Reading: Mengenal PBB P2 di Indonesia dan Cara Perhitungannya