Resources / Regulation / Keputusan Dirjen Bea dan Cukai

Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 01/BC/1999

Menimbang :

  1. bahwa peningkatan pelayanan kepada masyarakat dalam rangka pemberian fasilitas pembebasan bea masuk merupakan tuntutan yang utama bagi upaya memacu pembangunan industri di dalam negeri;
  2. bahwa peningkatan pelayanan pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, harus tetap memperhatikan hak dan kepentingan negara, oleh karena itu dipandang perlu mengatur lebih lanjut tata cara pemberian fasilitas pembebasan bea masuk berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 297/KMK.01/1997 tanggal 4 Juli 1997 jo. Nomor 545/KMK.01/1997 tanggal 3 November 1997 dalam Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai.

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara nomor 3612);
  2. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia nomor 297/KMK.01/1997 tanggal 4 Juli 1997 jo. Nomor 545/KMK.01/1997 tanggal 3 November 1997 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa;
  3. Surat Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 1196/MPP/7/1997 tanggal 15 Juli 1997 tentang Penunjukan PT SUCOFINDO untuk Melaksanakan Verifikasi atas Dasar Induk/Daftar Kebutuhan Mesin, Barang dan Bahan Dalam Rangka Pembangunan Industri/Industri Jasa oleh Perusahaan Non PMA/PMDN;
  4. Surat Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor S-388/MK.01/1997 tanggal 30 Juli 1997 tentang Penunjukan Surveyor untuk Verifikasi Masterlist.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA CARA PEMBERIAN PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR MESIN, BARANG DAN BAHAN OLEH INDUSTRI/INDUSTRI JASA NON PMA/PMDN YANG MELAKUKAN PEMBANGUNAN BERDASARKAN KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 297/KMK.01/1997 TANGGAL 4 JULI JO. NOMOR 545/KMK.01/1997 TANGGAL 3 NOVEMBER 1997

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

a. Pembangunan adalah pendirian baru industri yang menghasilkan barang dan/atau jasa.
b. Mesin adalah setiap mesin, permesinan, alat perlengkapan instalasi pabrik, peralatan, atau perkakas yang terkait langsung dengan kegiatan pembangunan industri/industri jasa.
c. Suku cadang dan komponen adalah suku cadang dan komponen untuk mesin tersebut huruf b dalam jumlah yang harganya tidak melebihi 5% (lima perseratus) dari harga mesin tersebut.
d. Barang dan bahan adalah semua barang atau bahan, tidak melihat jenis dan komposisinya, yang digunakan sebagai bahan atau komponen untuk menghasilkan barang jadi.
e. Industri adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha untuk mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi dan/atau barang jadi,menjadi barang yang memiliki nilai lebih tinggi untuk penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.
f. Industri Jasa adalah perusahaan yang telah memiliki izin usaha yang kegiatannya dibidang jasa sebagaimana tersebut di bawah ini :
– Pariwisata, kecuali golf;
– Agrisbisnis/Pertanian;
– Transportasi/Perhubungan;
– Pelayanan Kesehatan;
– Telekomunikasi;
– Pusat Pertokoan, Supermarket, Department Store, terbatas untuk perusahaan PMDN dan Non PMA/PMDN;
– Pertambangan;
– Pekerjaan Umum;
– Informasi;
– Pendidikan/Penelitian dan Pengembangan (Litbang);
– Kehutanan; dan
– Konstruksi.

Pasal 2

(1) Terhadap industri/industri jasa Non Penanaman Modal Asing (PMA)/Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) yang melakukan pembangunan diberikan fasilitas pembebasan bea masuk atas impor mesin;
(2) Pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaimana dimaksud pada ayat 1 meliputi mesin, suku cadang dan komponen.

Pasal 3

(1) Terhadap industri yang telah mendapatkan pembebasan bea masuk atas impor mesin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat 2 dan atau pembelian mesin dalam negeri dapat diberikan pembebasan bea masuk atas impor barang dan bahan dalam rangka pembangunan;
(2) Barang dan bahan yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat 1 adalah barang dan bahan untuk keperluan produksi selama 2 (dua) tahun sesuai kapasitas terpasang;
(3) Fasilitas pembebasan bea masuk untuk barang dan bahan tidak berlaku untuk industri jasa dan industri otomotif kecuali industri komponen kendaraan bermotor.

Pasal 4

(1) Kebutuhan mesin, suku cadang dan komponen serta barang dan bahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 diverifikasi oleh Departemen Perindustrian dan Perdagangan dan atau departemen/instansi terkait;
(2) Dalam melaksanakan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 menggunakan Surveyor PT Sucofindo.

Pasal 5

Terhadap impor mesin dalam rangka pembangunan industri/industri jasa dalam keadaan bukan baru harus disertai dengan sertifikat dari surveyor yang menyatakan bahwa mesin tersebut masih baik dan bukan scrap atau besi tua.

Pasal 6

(1) Permohonan untuk mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 diajukan kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Fasilitas Kepabeanan;
(2) Tata cara pengajuan permohonan tersebut pada ayat 1 ditempatkan pada Lampiran I Surat Keputusan ini.

Pasal 7

Pemberian fasilitas dimaksud dalam Pasal 2 dituangkan dalam suatu Keputusan Menteri Keuangan yang ditandatangani oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Fasilitas Kepabeanan atas nama Menteri Keuangan.

Pasal 8

Keputusan Menteri Keuangan dimaksud dalam pasal 7 berlaku untuk :
a. Impor mesin dengan jangka waktu pengimporan selama 1 (satu) tahun sejak tanggal Keputusan pembebasan bea masuk;
b. Impor barang dan bahan dengan jangka waktu pengimporan selama 2 (dua) tahun sejak tanggal Keputusan pembebasan bea masuk.

Pasal 9

Industri/industri jasa yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk diwajibkan untuk :

a. Menyelenggarakan pembukuan pengimporan mesin dan atau barang dan bahan untuk keperluan audit di bidang kepabeanan;
b. Menyimpan dan memelihara untuk sekurang-kurangnya 2 tahun terhitung sejak realisasi impor pada tempat usahanya, dokumen, catatan-catatan, dan pembukuan sehubungan dengan pemberian pembebasan bea masuk;
c. Menyampaikan laporan tentang realisasi impor mesin dan atau barang dan bahan yang mendapat pembebasan bea masuk tersebut kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.p. Direktur Verifikasi dan Audit.

Pasal 10

Dengan diberlakukannya Surat Keputusan ini, Surat Edaran Direktur Jendreal Bea dan Cukai Nomor SE-40/BC/1997 tanggal 20 November 1997, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 11

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.
Salinan Keputusanini disampaikan kepada Yth.
1. Menteri Keuangan;
2. Menteri Perindustrian dan Perdagangan;
3. Menteri Negara Investasi/Kepala BPKM;
4. Menteri Pertanian;
5. Menteri Kesehatan;
6. Menteri Pertambangan dan Energi;
7. Menteri Kehutanan dan Perkebunan;
8. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan;
9. Menteri Perhubungan;
10. Menteri Pekerjaan Umum;
11. Menteri Pariwisata, Seni dan Budaya;
12. Menteri Penerangan;
13. Menteri Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah;
14. Menteri Negara Riset dan Teknologi/Kepala BPPT;
15. Menteri Negara Pendayagunaan BUMN;
16. Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN);
17. Ketua gabungan Importir Nasional Seluruh Indonesia (GINSI);
18. Ketua Gabungan Pengusaha Ekspor Indonesia (GPEI);
19. Kepala Kantor Wilayah I s.d XII DJBC;
20. Kepala Kantor Pelayanan Bea dan Cukai di seluruh Indonesia;
21. Direktur utama PT SUCOFINDO.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 4 Januari 1999
Direktur Jenderal

ttd.

Martiono Hadianto
NIP. 060035101

Reading: Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 01/BC/1999