Resources / Regulation / Peraturan Dirjen Bea dan Cukai

Peraturan Dirjen Bea dan Cukai – P 07/BC/2007

Menimbang :

  1. bahwa dalam rangka kelancaran pelayanan dan peningkatan pengawasan dibidang kepabeanan pada Kantor Pelayanan, serta melaksanakan ketentuan Pasal 3 dan Pasal 82 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006, perlu diatur kembali ketentuan mengenai pemeriksaan fisik barang;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai tentang Pemeriksaan Fisik Barang Impor;

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 52 Tahun 1987 tentang Terminal Peti Kemas;
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 453/KMK.04/2002 tentang Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor yang telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 112/KMK.04/2003;
  4. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 573/KMK.05/1996 tentang Tempat Penimbunan Sementara;
  5. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 147/KMK.05/1997 tentang Penunjukan Tempat Penimbunan Sementara;
  6. Keputusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor Kep-07/BC/2003 tentang Petunjuk Pelaksanaan Tatalaksana Kepabeanan di Bidang Impor sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor P-06/BC/2007;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG PEMERIKSAAN FISIK BARANG IMPOR.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan :

  1. Impor adalah kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean;
  2. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
  3. Kantor Pabean adalah Kantor Pelayanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean;
  4. Pejabat Pemeriksa Dokumen adalah Pejabat Direktorat Jenderal yang berwenang melakukan penelitian dan penetapan atas data Pemberitahuan Pabean;
  5. Pejabat Pemeriksa Barang adalah Pejabat Direktorat Jenderal yang berwenang untuk melakukan Pemeriksaan Fisik dan ditunjuk secara langsung melalui Aplikasi Pelayanan Kepabeanan atau oleh Pejabat Seksi Kepabeanan dan Cukai;
  6. Petikemas (container) adalah peti atau kotak yang memenuhi persyaratan teknis sesuai dengan standar internasional (International Standard Organization) sebagai alat atau perangkat pengangkutan barang.

Pasal 2

(1) Pemeriksaan Fisik adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang untuk mengetahui jumlah dan jenis barang impor yang diperiksa guna keperluan pengklasifikasian dan penetapan nilai pabean;
(2) Pemeriksaan karena Jabatan adalah pemeriksaan fisik barang yang dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai secara jabatan (ex-officio) atas resiko dan biaya importir untuk mengamankan hak-hak negara dan memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Pasal 3

(1) Terhadap barang impor dapat dilakukan pemeriksaan fisik;
(2) Pemeriksaan fisik dalam rangka pelayanan dilakukan oleh Pejabat Pemeriksa Barang.

Pasal 4

Pemeriksaan fisik dapat dilakukan :

  1. di lapangan dan/atau gudang pemeriksaan di Tempat Penimbunan Sementara, Tempat Penimbunan Pabean, atau Tempat Penimbunan Berikat;
  2. di gudang/lapangan importir dengan izin Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya; atau
  3. melalui hi-co scan X Ray container atas barang impor sejenis atau barang impor yang dikemas dalam kemasan berpendingin (refrigerated container).

Pasal 5

(1) Pemeriksaan fisik dimulai jika :

a. Importir atau kuasanya menyatakan bahwa barang impor telah siap diperiksa, dan
b. Pengusaha TPS telah menyiapkan tenaga buruh yang memadai dan peralatan pemeriksaan fisik yang terkait dengan barang yang akan diperiksa;
(2) Importir atau kuasanya wajib hadir dalam pemeriksaan fisik;
(3) Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah dalam hal dilakukan pemeriksaan karena jabatan (ex-officio).

Pasal 6

(1) Pemeriksaaan fisik dilakukan berdasarkan tingkat pemeriksaan fisik yaitu 10%, 30% dan 100%;
(2) Tingkat pemeriksaan fisik ditentukan oleh:

  1. Sistem Aplikasi Pelayanan Kepabeanan dalam hal kantor pelayanan telah menerapkan PDE kepabeanan, atau
  2. Kepala Seksi Kepabeanan dan Cukai dalam hal kantor pelayanan belum menerapkan PDE kepabeanan.

Pasal 7

(1) Pelaksanaan pemeriksaan fisik dilakukan dengan mendasarkan pada packing list;
(2) Pelaksanaan pemeriksaan fisik ditentukan berdasarkan:
a. kemasan dalam petikemas, non petikemas atau bulk; dan
b. kemasan yang bernomor atau tidak bernomor.

Pasal 8

(1) Sistem aplikasi pelayanan menentukan nomor petikemas dimana kemasan harus dihitung dan dilakukan pemeriksaan fisik;
(2) Pejabat pemeriksa dokumen atau Kepala Seksi kepabeanan dan cukai menentukan nomor-nomor kemasan yang harus diperiksa oleh pejabat pemeriksa barang dalam hal barang impor dikemas dalam kemasan yang bernomor;
(3) Penunjukan nomor-nomor kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada keahlian (profesional jugdement) Pejabat pemeriksa dokumen atau Kepala Seksi kepabeanan dan cukai dalam rangka pengklasifikasian dan penetapan nilai pabean;
(4) Jumlah kemasan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak boleh melebihi jumlah sebagaimana ditetapkan dalam persentase tingkat pemeriksaan fisik.

Pasal 9

(1) Pemeriksaan fisik atas barang impor yang dikemas dalam kemasan petikemas dengan tingkat pemeriksaan fisik 10% atau 30% adalah:

a. dalam hal jumlah petikemas 5 (lima) atau kurang, pemeriksaan fisik sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, dengan jumlah minimal 2 (dua) kemasan;
b. dalam hal jumlah petikemas lebih dari 5 (lima), pemeriksaan fisik dilakukan sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah petikemas yang diberitahukan, dengan jumlah minimal 1 (satu) petikemas.
(2) Sistem aplikasi pelayanan menentukan nomor atau nomor-nomor petikemas dimana kemasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilakukan pemeriksaan fisik;
(3) Importir wajib mengeluarkan (stripping) seluruh kemasan dari petikemas yang ditunjuk;
(4) Dalam hal jumlah kemasan dari petikemas yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1)butir a belum memenuhi persentase tingkat pemeriksaan, maka pejabat pemeriksa Barang menentukan kontainer lainnya untuk dilakukan pemeriksaan;

Pasal 10

Pemeriksaan fisik atas barang impor yang dikemas dalam kemasan bukan petikemas dengan tingkat pemeriksaan fisik 10% atau 30% adalah pemeriksaan fisik sebesar 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) dari seluruh jumlah kemasan yang diberitahukan, dengan jumlah minimal 2 (dua) kemasan.

Pasal 11

Pemeriksaan fisik atas barang impor dengan tingkat pemeriksaan fisik 100% adalah pemeriksaan fisik atas seluruh kemasan yang diberitahukan.

Pasal 12

(1) Pemeriksaan fisik 10% (sepuluh persen) atau 30% (tiga puluh persen) ditingkatkan menjadi 100% (seratus persen) dalam hal :
a. Jumlah atau jenis barang di packing list tidak jelas;
b. Barang impor tidak dikemas dalam kemasan yang bernomor;
c. jumlah dan/atau nomor kemasan tidak sesuai dengan packing list;
d. jumlah dan/atau jenis barang yang diperiksa kedapatan tidak sesuai dengan packing list;
(2) Pemeriksaan fisik 100% (seratus persen) dilakukan terhadap :
a. pemeriksaan fisik karena jabatan;
b. terhadap barang impor tersebut terkena Nota Hasil Intelijen (NHI); dan/atau
c. barang impor dalam bentuk curah.

Pasal 13

Dalam hal barang yang akan dilakukan pemeriksaan fisik dalam bentuk curah, maka Pejabat Pemeriksa Barang berdasarkan keahliannya (profesional jugdement) :

  1. mencocokkan packing list dengan manifes, menghitung barang dari draft kapal dan/atau menghitung berdasarkan petunjuk ukuran lainnya untuk memastikan berat atau volume barang sesuai dengan yang diberitahukan; dan
  2. mengambil contoh barang (sampling) secara acak atas barang impor jika diperintahkan dalam instruksi pemeriksaan.

Pasal 14

(1) Atas permintaan importir, pemeriksaan fisik terhadap barang impor yang dikemas dalam kemasan berpendingin (refrigerated container) dapat dilakukan:
a. di gudang importir khusus terhadap importir berisiko rendah (low risk importer), atau;
b. melalui hi-co scan x-ray container;
(2) Kepala Kantor Pabean atau pejabat yang ditunjuknya melakukan penelitian untuk memutuskan apakah pemeriksaan fisik dapat dilakukan digudang importir atau melalui hi-co scan x-ray container.

Pasal 15

(1) Pemeriksaan fisik dilakukan oleh 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Barang untuk 1 (satu) Pemberitahuan Impor Barang;
(2) Dalam hal jumlah dan/atau jenis barang mempunyai tingkat kesulitan yang tinggi sehingga dapat diindikasikan bahwa pelaksanaan pemeriksaan fisik akan menghambat kelancaran arus barang, Pejabat Seksi Kepabeanan dan Cukai dapat menetapkan pemeriksaan fisik dilakukan oleh lebih dari 1 (satu) orang Pejabat Pemeriksa Barang untuk 1 (satu) Pemberitahuan Impor Barang;
(3) Penambahan jumlah Pejabat Pemeriksa Barang sebagaimana ayat (2) dapat diusulkan oleh Pejabat Pemeriksa Barang atau atas inisiatif Pejabat Seksi Kepabeanan dan Cukai.

Pasal 16

(1) Apabila dalam pemeriksaan fisik dibutuhkan pengetahuan teknis tertentu, maka Pejabat Pemeriksa Barang dapat mengusulkan kepada Pejabat Seksi Kepabeanan dan Cukai untuk meminta bantuan pihak lain;
(2) Pihak lain yang dimaksud pada ayat (1) adalah pihak internal ataupun eksternal Direktorat Jenderal yang memiliki pengetahuan teknis yang diperlukan;
(3) Dalam hal ketentuan di bidang impor mensyaratkan pemeriksaan fisik dilakukan oleh pejabat dari instansi lain, pemeriksaan fisik dapat dilakukan bersama-sama;
(4) Keterangan tentang pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dicatat dalam Berita Acara Pemeriksaan Fisik dan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP).

Pasal 17

(1) Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan fisik, importir atau kuasanya berkewajiban untuk :

a. menyiapkan barang untuk dilakukan pemeriksaan fisik;
b. mengeluarkan kemasan (stripping) yang akan diperiksa di tempat pemeriksaan fisik barang dibawah pengawasan Pejabat Pemeriksa Barang;
c. membuka kemasan yang akan diperiksa;
d. menyaksikan pemeriksaan fisik; dan
e menyerahkan contoh barang dan/atau foto barang dan/atau dokumen tentang spesifikasi produk yang diperiksa dalam hal diminta oleh Pejabat Pemeriksa Barang;
(2) Dalam hal importir atau kuasanya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), maka:

a. Pejabat Pemeriksa Barang membuat Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) tentang tidak dapat dilakukannya pemeriksaan fisik beserta alasannya; dan
b. dalam jangka waktu 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal Surat Pemberitahuan Jalur Merah (SPJM), dapat dilakukan pemeriksaan karena jabatan.

Pasal 18

(1) Pejabat Pemeriksa Barang mengajukan contoh barang, foto barang dan/atau dokumen tentang spesifikasi produk yang menyertai barang untuk keperluan penetapan klasifikasi dan/atau penetapan nilai pabean sesuai Instruksi Pemeriksaan atau atas inisiatif sendiri;
(2) Tata kerja pengambilan contoh barang adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 19

Tata kerja pemeriksaan fisik adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 20

(1) Pejabat Pemeriksa Barang membuat Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang Impor sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Direktur Jenderal ini;
(2) Importir/kuasanya atau pengusaha Tempat Penimbunan Sementera/Pengusaha Tempat Penimbunan Pabean/Tempat Penimbunan Berikat menandatangani Berita Acara Pemeriksaan Fisik Barang Impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 21

(1) Pejabat Pemeriksa barang menuangkan hasil pemeriksaan fisik dalam Laporan Hasil Pemeriksaan Fisik (LHP);
(2) Tata kerja penuangan hasil pemeriksaan fisik adalah sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Direktur Jenderal ini.

Pasal 22

(1) Pejabat Pemeriksa Barang bertanggung jawab terhadap jumlah dan jenis barang yang dilakukan pemeriksaan fisik dan tidak bertanggung jawab terhadap barang yang tidak dilakukan pemeriksaan fisik;
(2) Pejabat Pemeriksa Barang membubuhkan tanda berupa paraf di kemasan yang telah diperiksanya.

Pasal 23

Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal 9 April 2007.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 5 April 2007
Direktur Jenderal,

ttd.

Anwar Suprijadi

Reading: Peraturan Dirjen Bea dan Cukai – P 07/BC/2007