Resources / Regulation / Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan – 123/PMK.03/2006

Menimbang:

  1. bahwa untuk menyesuaikan dengan perkembangan ekonomi, sosial dan politik yang terjadi di masyarakat dan mendukung iklim investasi di dalam negeri serta meningkatkan pelayanan kepada Wajib Pajak di bidang pemeriksaan pajak, dipandang perlu menyempurnakan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata cara Pemeriksaan Pajak;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud huruf a, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Perubahan atas Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak;

Mengingat:

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (LN RI Tahun 1983 Nomor 49, TLN RI Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (LN RI Tahun 2000 Nomor 126, TLN RI Nomor 3984);
  2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  3. Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tata Cara Pemeriksaan Pajak.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan:

PERATURAN MENTERI KEUANCAN TENTANG PERUBAHAN ATAS KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 545/KMK.04/2000 TENTANG TATA CARA PEMERIKSAAN PAJAK.

Pasal I

Beberapa ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 tentang Tatacara Pemeriksaan Pajak diubah sebagai berikut:

  1. Ketentuan Pasal 1 diubah dengan menambah 2 (dua) angka yakni angka 9 dan 10, sehingga Pasal 1 berbunyi sebagai berikut:

    “Pasal 1

    Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan:

    1. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan untuk mencari, mengumpulkan, mengolah data dan/atau keterangan lainnya untuk menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan untuk tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
    2. Pemeriksa Pajak adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak atau tenaga ahli yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak yang diberi tugas, wewenang, dan tanggung jawab untuk melaksanakan pemeriksaan pajak.
    3. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca dan laporan laba rugi pada setiap Tahun Pajak berakhir.
    4. Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan (Closing Conference) adalah pembahasan yang dilakukan antara Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak atas temuan selama pemeriksaan, dan hasil bahasan temuan tersebut baik yang disetujui maupun yang tidak disetujui dituangkan dalam Berita Acara Hasil Pemeriksaan yang ditandatangani oleh Pemeriksa Pajak dan Wajib Pajak.
    5. Kertas Kerja Pemeriksaan adalah catatan secara rinci dan jelas yang diselenggarakan oleh Pemeriksa Pajak mengenai prosedur pemeriksaan yang ditempuh, pengujian yang dilakukan, bukti dan keterangan yang dikumpulkan dan kesimpulan yang diambil sehubungan dengan pelaksanaan pemeriksaan.
    6. Laporan Pemeriksaan Pajak adalah laporan tentang hasil pemeriksaan yang disusun oleh Pemeriksa Pajak secara ringkas dan jelas serta sesuai dengan ruang lingkup dan tujuan pemeriksaan.
    7. Bukti permulaan adalah keadaan dan/atau bukti-bukti, baik berupa keterangan, tulisan, perbuatan, atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk bahwa suatu tindak pidana sedang atau telah terjadi yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang dapat menimbulkan kerugian pada Negara.
    8. Pemeriksaan bukti permulaan adalah pemeriksaan pajak untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan.
    9. Tim Pembahas adalah tim yang dibentuk oleh Kepala Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak yang terdiri dari sekurang-kurangnya 3 (tiga) orang pejabat di lingkungan Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak, bertugas untuk membahas perbedaan antara Pendapat Wajib Pajak dengan Hasil Pembahasan atas Tanggapan Wajib Pajak oleh Tim Pemeriksa Pajak.
    10. Kuesioner Pemeriksaan Pajak adalah formulir yang berisikan sejumlah pertanyaan yang terkait dengan pelaksanaan pemeriksaan pajak yang dapat digunakan oleh Wajib Pajak sebagai sarana pemberian pendapat atau evaluasi atas pelaksanaan pemeriksaan.”
  2. Ketentuan Pasal 3 ayat (1) huruf a, ayat (2), dan ayat (3) diubah, dan ayat (4), ayat (5), (6), (8), dan (9) dihapus, serta ditambah 1 (satu) ayat yakni ayat 10, sehingga Pasal 3 berbunyi sebagai berikut:

    “Pasal 3

    (1) Ruang lingkup pemeriksaan terdiri dari:
    1. Pemeriksaan Lapangan yang meliputi suatu jenis pajak, beberapa jenis pajak atau seluruh jenis pajak, untuk tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya dan/atau untuk tujuan lain yang dilakukan di tempat Wajib Pajak dan di kantor Direktorat Jenderal Pajak;
    2. Pemeriksaan Kantor yang meliputi suatu jenis pajak tertentu baik tahun berjalan dan/atau tahun-tahun sebelumnya yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.

    (2)

    Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan lengkap atau pemeriksaan sederhana lapangan.
    (3) Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b dapat dilaksanakan dengan pemeriksaan sederhana kantor atau pemeriksaan dengan korespondensi.
    (4) Dihapus
    (5) Dihapus
    (6) Dihapus
    (7) Apabila dalam pelaksanaan Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf h ditemukan indikasi adanya transaksi yang mengandung unsur transfer pricing, maka lingkup pemeriksaan ditingkatkan menjadi Pemeriksaan Lapangan.
    (8) Dihapus
    (9) Dihapus
    (10) Jangka waktu pemeriksaan sebagaimana ayat (1) diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak”.

  3. Ketentuan Pasal 7 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

    “Pasal 7

    Norma Pemeriksaan yang berkaitan dengan Wajib Pajak adalah sebagai berikut:

    1. Dalam hal Pemeriksaan Lapangan, Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memperlihatkan Surat Perintah Pemeriksaan dan Tanda Pengenal Pemeriksa;
    2. Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak untuk memberikan penjelasan tentang maksud dan tujuan pemeriksaan;
    3. Dalam hal Pemeriksaan Kantor, Wajib Pajak wajib memenuhi panggilan untuk datang menghadiri pemeriksaan sesuai dengan waktu yang ditentukan;
    4. Wajib Pajak wajib memenuhi permintaan peminjaman buku-buku, catatan-catatan, dan dokumen-dokumen yang diperlukan untuk kelancaran pemeriksaan dan memberikan keterangan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal surat permintaan, dan apabila permintaan tersebut tidak dipenuhi oleh Wajib Pajak, maka pajak yang terutang dapat dihitung secara jabatan;
    5. Wajib Pajak berhak meminta kepada Pemeriksa Pajak rincian yang berkenaan dengan hal-hal yang berbeda antara hasil pemeriksaan dengan Surat Pemberitahuan;
    6. Wajib Pajak berhak mengajukan permohonan pembahasan oleh Tim Pembahas dalam hal terdapat perbedaan antara pendapat Wajib Pajak dengan hasil pembahasan atas tanggapan Wajib Pajak oleh Tim Pemeriksa Pajak;
    7. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani surat pernyataan persetujuan apabila seluruh hasil pemeriksaan disetujuinya;
    8. Wajib Pajak atau kuasanya wajib menandatangani Berita Acara Hasil Pemeriksaan apabila hasil pemeriksaan tersebut tidak atau tidak seluruhnya disetujui;
    9. Wajib Pajak berhak untuk memberikan pendapat atau penilaian atas pelaksanaan pemeriksaan oleh Tim Pemeriksa Pajak melalui pengisian formulir kuesioner pemeriksaan pajak;
    10. Dalam rangka pelaksanaan pemeriksaan, Wajib Pajak wajib melaksanakan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 29 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000.”
  4. Ketentuan Pasal 15 ayat (5) diubah dan ayat (8) dihapus, sehingga Pasal 15 berbunyi sebagai berikut:

    “Pasal 15

    (1)

    Dalam rangka Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Pemeriksa Pajak wajib memberitahukan secara tertulis kepada Wajib Pajak tentang hasil pemeriksaan berupa hal-hal yang berbeda antara Surat Pemberitahuan dengan hasil pemeriksaan untuk ditanggapi Wajib Pajak.

    (2)

    Atas pemberitahuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) Wajib Pajak wajib menyampaikan tanggapan secara tertulis.
    (3) Berdasarkan tanggapan tertulis dari Wajib Pajak, Pemeriksa Pajak mengundang Wajib Pajak untuk menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan.
    (4) Dalam Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan, Wajib Pajak dapat didampingi oleh Konsultan Pajak dan/atau Akuntan Publik.
    (5)

    Jangka waktu pembahasan akhir hasil pemeriksaan akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

    (6)

    Apabila Wajib Pajak tidak memberikan tanggapan dan/ atau tidak menghadiri Pembahasan Akhir Hasil Pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (3) wajib dibuatkan Berita Acara, dan Surat Ketetapan Pajak dan Surat Tagihan Pajak diterbitkan secara jabatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang disampaikan kepada Wajib Pajak.

    (7)

    Pemberitahuan hasil pemeriksaan kepada Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak dilakukan apabila pemeriksaan dilanjutkan dengan tindakan penyidikan.

    (8)

    dihapus”

Pasal II

  1. Terhadap Wajib Pajak yang sudah diterbitkan Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3) sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, dapat dilakukan pemeriksaan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan ini.
  2. Ketentuan lebih lanjut pelaksanaan dan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada angka 1 diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal III

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 7 Desember 2006
MENTERI KEUANGAN

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Reading: Peraturan Menteri Keuangan – 123/PMK.03/2006