Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 04/PJ.33/1996

Sehubungan dengan telah diterbitkannya Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 tentang Perubahan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994, untuk pelaksanaannya telah diterbitkan 2 (dua) Keputusan Menteri Keuangan, yaitu :

  1. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 392/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 635/KMK.04/1994, tentang Pelaksanaan Pembayaran dan Pemungutan Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. Keputusan Menteri Keuangan ini bersifat umum.

  2. Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 393/KMK.04/1996 tanggal 5 Juni 1996, tentang Tata cara Pembayaran Pajak Penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak Badan yang Usaha Pokoknya Melakukan Transaksi Penjualan atau Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan, Keputusan Menteri Keuangan ini berlaku bagi Wajib Pajak Real estate saja, yang untuk pelaksanaan selanjutnya telah diterbitkan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-23/PJ.4/1996 tanggal 14 Juni 1996.

Guna kelancaran pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 392/KMK.04/1996 tersebut, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Umum.
  2. 1.1.

    Yang dimaksud dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan antara lain : penjualan, tukar-menukar atau ruislag, perjanjian pemindahan hak, pelepasan hak, penyerahan hak, lelang, hibah atau cara lain yang disepakati oleh pihak-pihak yang bersangkutan. Dalam hal pengalihan dengan cara lain termasuk pengalihan hak sehubungan dengan :
    – warisan ;
    – sewa guna usaha dengan hak opsi ;
    – sale and lease back ;
    – penyetoran modal saham dalam bentuk tanah dan/atau bangunan ;
    – pengalihan hak sehubungan dengan bangun guna serah ;
    – penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan dan pengambilalihan usaha ;
    – pembubaran badan hukum ;
    – putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap.

    1.2.

    Pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus adalah pembangunan yang dilakukan oleh pemerintah di atas tanah yang pembebasannya dilakukan oleh pemerintah yang lokasinya tidak dapat dipindahkan ke tempat lain yaitu untuk kepentingan :
    – jalan umum ;
    – saluran pembuangan air ;
    – waduk, bendungan dan bangunan pengairan lainnya ;
    – saluran irigasi ;
    – pelabuhan laut/ sungai ;
    – bandar udara ;
    – fasilitas keselamatan umum, seperti tanggul penanggulangan banjir, lahar dan bencana lainnya, serta tempat pembuangan sampah ;
    – fasilitas ABRI.

  3. Tarif dan Sifat Pengenaan
  4. 2.1.

    Besarnya Pajak Penghasilan yang harus dibayar sehubungan dengan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagaimana dimaksud dalam butir 1 adalah 5 % (lima persen) dari nilai yang tertinggi antara nilai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan pada saat terjadinya pengalihan hak dengan nilai berdasarkan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) atas tanah dan/atau bangunan tersebut, kecuali untuk pengalihan hak atas tanah dan bangunan rumah sederhana, rumah sangat sederhana, dan rumah susun sederhana yang dilakukan oleh Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 2 % (dua persen).

    2.2.

    Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 bagi Wajib Pajak orang pribadi , yayasan atau organisasi yang sejenis dan Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebagai barang dagangan adalah bersifat final.

    2.3.

    Pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada butir 2.1 bagi Wajib Pajak Badan lainnya dan Wajib Pajak Badan yang usaha pokoknya melakukan transaksi pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam hal melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan bukan sebagai barang dagangan, merupakan pembayaran Pajak Penghasilan Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang dalam tahun pajak yang bersangkutan.

  5. Pengecualian dan ketentuan khusus.
  6. 3.1. Pengecualian dari kewajiban pembayaran atau pemungutan PPh diberikan kepada :
    1. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang dari Rp. 60.000.000,00 dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah, sepanjang jumlah penghasilan selain penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan tidak melebihi PTKP.
    2. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pemerintah untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
    3. Orang Pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan hibah yang diberikan kepada keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan kepada badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, sepanjang hibah tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan.
    4. Ahli waris yang menerima pengalihan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan penerimaan warisan.
    3.2.

    Disamping pengecualian pada butir 3.1 di atas, ada beberapa ketentuan khusus sehubungan dengan pengenaan PPh atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan, yaitu :

    1. Sewa guna usaha dengan hak opsi. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan pelaksanaan opsi sewa guna usaha dengan hak opsi maka lessor harus membayar 5 % dari nilai sisa (residual value) yang tercantum dalam perjanjian.

    2. Sale and lease back. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan secara “sales and lease back” merupakan pemindahtanganan hak dengan 2 (dua) transaksi, dengan penjelasan sebagai berikut :

      b.1.

      ransaksi pertama, pada saat pemilik hak atas tanah dan/atau bangunan (calon lessee) menjual tanah dan/atau bangunan kepada lessor harus dibayar Pajak Penghasilan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta pengalihan hak dengan NJOP tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.

      b.2.

      transaksi kedua, pada saat lessee menggunakan hak opsi untuk membeli kembali hak atas tanah dan/atau bangunan terutang Pajak Penghasilan sebesar 5 % dari nilai sisa (residual value) yang tercantum dalam perjanjian.

      b.3.

      dalam hal lessee menggunakan hak opsi lebih cepat dari waktu yang tercantum dalam perjanjian sewa guna usaha atau apabila lessee ingkar janji sehingga lessor mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada pihak lain, maka lessor harus membayar Pajak Penghasilan sebesar 5 % (Lima persen) dari jumlah yang harus dipenuhi oleh lessee sehubungan dengan dipercepatnya penggunaan hak opsi tersebut atau dari jumlah yang harus dibayar pihak lain.

    3. Penggabungan, peleburan, dan pemekaran usaha Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha tidak terutang Pajak Penghasilan, sepanjang memenuhi ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 637/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 474/KMK.04/1995

    4. Bangun Guna Serah Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sehubungan dengan transaksi bangun guna serah (BOT) berlaku ketentuan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 248/KMK.04/1995 dan SE-38/PJ.4/1995

    5. Tanah dan/atau bangunan milik Pemerintah Penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan milik Pemerintah Pusat/Daerah dengan cara lelang tidak dikenakan Pajak Penghasilan.

  7. Pembayaran atau Pemungutan PPh
  8. 4.1.

    Pembayaran atau Pemungutan PPh yang terutang dikaitkan dengan penandatanganan akta pengalihan hak oleh Notaris PPAT/Pejabat yang berwenang, atau dengan pembayaran oleh Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran/menyetujui tukar menukar, yaitu :

    1. PPAT/ Pejabat yang berwenang hanya menandatangani akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan apabila kepadanya dibuktikan bahwa PPh yang terutang telah dibayar oleh Wajib Pajak yang mengalihkan,

    2. Bendaharawan atau Pejabat yang melakukan pembayaran/menyetujui tukar menukar memungut dan menyetorkan PPh yang terutang sebelum melakukan pembayaran/tukar menukar.

    4.2.

    Sesuai dengan Pasal 8 ayat (3) Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996 atas pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya lebih kecil dari Rp 60.000.000,00 (enampuluh juta rupiah) dan dilakukan oleh orang pribadi yang penghasilannya melebihi PTKP, pembayaran PPh yang terutang sebesar 5 % bersifat final tidak dikaitkan dengan saat penandatanganan akta oleh PPAT atau pada saat pembayaran oleh Bendaharawan seperti tersebut pada 4.1 tetapi wajib dibayar sendiri oleh Wajib Pajak orang Pribadi yang mengalihkan hak selambat-lambatnya pada akhir tahun takwim.

  9. Tata cara pembayaran PPh yang dikaitkan dengan penandatanganan akta oleh PPAT/Pejabat yang berwenang.
  10. 5.1.

    PPh yang terutang wajib dibayar oleh Wajib Pajak yang mengalihkan hak dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum akta pengalihan hak tersebut ditandatangani oleh PPAT/Pejabat yang berwenang.

    5.2.

    Dalam SSP dicantumkan nama, alamat,dan NPWP (kalau belum ada dengan menggunakan NPWP 0.000.000.0.xxx, dan xxx adalah kode KPP tempat tinggal atau berkedudukan) dari Wajib Pajak yang mengalihkan hak tersebut, serta dicantumkan lokasi tanah dan/atau bangunan, nama pembeli.

    5.3.

    PPAT/Pejabat yang berwenang baru diperkenankan menandatangani akta setelah terbukti bahwa Wajib Pajak tersebut telah melunasi PPh yang terutang dengan menyerahkan :
    – lembar kelima SSP Final bagi orang pribadi atau yayasan atau organisasi sejenis; atau
    – foto copy SSP dan menunjukkan asli SSP yang bersangkutan bagi Wajib Pajak badan lainnya; atau
    – lembar ke-2 Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh

    5.4.

    PPAT/Pejabat yang berwenang wajib melampirkan SSP atau lembar ke-2 SKB sebagaimana dimaksud pada butir 5.3 pada akta pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.

    5.5.

    SSP lembar ke-3 wajib disampaikan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan hak ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau yang wewenangnya meliputi wilayah tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan, selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah bulan dilakukannya pengalihan hak.

    5.6.

    PPAT/Pejabat yang berwenang wajib menyampaikan laporan bulanan mengenai penerbitan akta, keputusan, perjanjian, kesepakatan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan Kepada Kepala Kantor Pelayanan PBB setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah bulan ditandatangani akta, dengan menggunakan formulir tersebut dalam Lampiran I.

  11. Pengalihan hak kepada Pemerintah.
  12. 6.1.

    Pelunasan PPh yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah yang dibiayai dengan dana yang berasal dari APBN/APBD, dipungut oleh Bendaharawan/Pejabat yang melakukan pembayaran atau Pejabat yang menyetujui tukar-menukar.

    6.2.

    Bendaharawan atau pejabat terlebih dahulu memungut dan menyetorkan PPh yang terutang atas nama Wajib Pajak yang bersangkutan dengan menggunakan SSP ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, sebelum pembayaran kepada Wajib Pajak dilaksanakan. Dalam hal pembayaran dilakukan kepada Wajib Pajak orang pribadi, yayasan atau organisasi yang sejenis serta Wajib Pajak real estat penyetoran dilakukan dengan menggunakan SSP Final. Dalam hal belum ada NPWP, maka menggunakan NPWP 0.000.000.0.xxx, dan xxx adalah kode KPP tempat Wajib Pajak bertempat tinggal atau berkedudukan dari Wajib Pajak yang mengalihkan hak, serta mencantumkan lokasi tanah dan/atau bangunan.

    6.3. Bendaharawan atau Pejabat menyerahkan lembar ke-1 SSP yang telah dilunasi kepada pihak yang mengalihkan.
    6.4.

    Bendaharawan atau Pejabat wajib melampirkan lembar ke-5 SSP atau lembar ke-2 SKB pembayaran PPh pada surat keputusan mengenai pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Pemerintah.

    6.5.

    Bendaharawan/Pejabat yang melakukan pembayaran atau menyetujui tukar menukar wajib memberikan laporan bulanan tentang pemungutan dan penyetoran PPh kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak dan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikutnya setelah dilakukannya pembayaran/tukar-menukar, dengan menggunakan formulir sebagaimana dimaksud dalam Lampiran II dan melampirkan lembar ke-3 SSP.

  13. Pengalihan hak berdasarkan keputusan lelang.
  14. 7.1.

    Atas penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan berdasarkan Keputusan Lelang ) Stb 1908 Nomor 189 dengan segala perubahannya) harus dibayar Pajak Penghasilan sebesar 5 % (lima persen) dari nilai menurut risalah lelang tanpa memperhatikan NJOP tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.

    7.2.

    Kepala Kantor Lelang Negara wajib memotong dan menyetor Pajak Penghasilan yang terutang tersebut dari hasil lelang atas nama pihak yang hartanya dilelang disertai cap Kepala Kantor Lelang yang berkenaan, pada kolom Nama Wajib Pajak/Penyetor yang disediakan dalam blanko Surat Setoran Pajak.

    7.3.

    Terhadap penjualan lelang beberapa bidang tanah dan/atau bangunan milik orang pribadi yang jumlah keseluruhannya mencapai Rp 60.000.000,00 atau lebih walaupun terdapat bidang tanah dan/atau bangunan yang harganya kurang dari Rp.60.000.000,00 tetap diwajibkan melunasi Pajak Penghasilan.

    7.4.

    Penyetoran atau pemotongan PPh pada butir 7.1 menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro , sebelum risalah lelang ditandatangani. Dalam SSP dicantumkan nama, alamat dan NPWP dari Wajib pajak yang mengalihkan hak tersebut, serta lokasi tanah dan/atau bangunan , dan nama pembeli ( Dalam hal belum ada dengan menggunakan NPWP 0.0000.000.0.xxx dan xxx adalah kode KPP tempat Wajib Pajak yang mengalihkan hak bertempat tinggal atau berkedudukan )

    7.5. Kantor Lelang Negara wajib, melampirkan SSP lembar ke-5 pada risalah lelang.
    7.6.

    Kantor Lelang Negara wajib menyampaikan laporan bulanan tentang pengalihan hak berdasarkan lelang kepada kepala KPP dan Kepala KPPBB setempat selambat-lambatnya tanggal 20 bulan berikut setelah masa risalah lelang ditandatangani, sesuai dengan Lampiran III dilampiri dengan lembar ke-3 SSP.

  15. Ketentuan baru yang diatur dalam Pasal 11A Peraturan Pemerintah 27 Tahun 1996. Pelaksanaan ketentuan tersebut diatur dalam Pasal 5A, Pasal 5B dan Pasal 5C keputusan Menteri Keuangan Nomor 392/KMK.04/1996, sebagai berikut :

    8.1.

    Orang pribadi yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan sebelum tanggal 1 Januari 1995 dan belum melaporkan penghasilan tersebut dalam SPT Tahunan PPhnya, PPh yang terutang sebesar 5 % (lima persen) tanggal 31 Januari 1996. dalam hal Wajib Pajak telah membayar 3% sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 maka Wajib Pajak menyetor tambahan PPh sebesar 2% (dua persen) selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1996.

    8.2.

    Orang pribadi yang jumlah penghasilannya selain penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan melebihi PTKP, yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah bruto pengalihan kurang dari Rp. 60.000.000,00 terutang PPh sebesar 5% (lima persen) dan bersifat final. Pelunasan PPh tersebut tidak dilakukan sebelum akta pengalihan hak ditandatangani tapi disetor sendiri selambat-lambatnya pada akhir tahun takwim yang bersangkutan. Atas pengalihan atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan dalam Tahun 1995 PPh yang terutang wajib disetor selambat-lambatnya tanggal 31 Desember 1996.

    8.3.

    Yayasan atau organisasi yang sejenis yang melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan mulai 1 Januari 1995 terutang PPh sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan dan bersifat final. Apabila yayasan atau organisasi yang sejenis melakukan pengalihan hak dalam tahun 1995, maka PPh yang telah dibayar sebesar 5% (lima persen) berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tidak perlu dimasukkan dalam SPT PPh 1995. Dalam hal Yayasan atau Organisasi yang sejenis sudah memasukkan SPT PPh 1995, maka yayasan atau organisasi yang sejenis tersebut dapat membetulkan SPT Tahunan PPh Tahun 1995.

  16. Surat Keterangan Bebas (SKB) PPh. Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari pengalihan Hak atas tanah dan/atau Bangunan.
  17. 9.1.

    Surat Keterangan Bebas (SKB) Pajak Penghasilan diterbitkan oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak ditempat penjual atau pihak yang mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan bertempat tinggal atau berkedudukan.

    9.2. Penerbitan SKB sebagaimana dimaksud pada angka 9.1 dapat diberikan dalam hal :
    1. warisan
    2. harta hibah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a angka 2 Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
    3. Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam rangka penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 637/KMK.04/1994 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 474/KMK.04/1995.

    4. Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi sebelum tanggal 1 Juni 1994 tetapi belum dibuatkan aktanya, sedangkan penghasilan dari pengalihan hak tersebut telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan yang bersangkutan.

    5. Wajib Pajak melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang terjadi mulai tanggal 1 Juni 1994 sampai 31 Desember 1994 tetapi belum dibuatkan aktanya, sedangkan Pajak Penghasilan telah dibayar sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 1994 dan telah dilaporkan dalam SPT Tahunan Pajak Penghasilan.

    9.3. Pembebasan pembayaran PPh berlaku dengan sendirinya tanpa memerlukan SKB Pajak penghasilan dalam hal :
    1. Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan yang jumlah brutonya kurang Rp.60.000.000,00 (enam puluh juta rupiah) dan bukan jumlah yang dipecah-pecah.
    2. Orang Pribadi yang menerima atau memperoleh penghasilan dari pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan karena pengalihan hak kepada pemerintah guna pelaksanaan pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus.
    3. Untuk pelaksanaan lelang atas tanah dan/atau bangunan milik pemerintah baik pusat maupun daerah .
    4. Lelang atas tanah dan/atau bangunan yang dirampas untuk Negara berdasarkan Keputusan Pengadilan Negeri.
  18. Lain-lain.
  19. 10.1.

    Tukar-menukar Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan secara tukar-menukar merupakan transaksi antara dua pihak yang saling mengalihkan hak atas tanah dan/atau bangunan, sehingga atas penghasilan dari pengalihan hak tersebut masing-masing pihak harus membayar Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari nilai tertinggi antara nilai berdasarkan akta tukar-menukar dengan NJOP tanah dan/atau bangunan yang dialihkan. Dalam hal nilai tukar-menukar tidak disebut dalam akta tukar-menukar/ruislag, maka masing-masing pihak harus membayar Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari nilai Tertinggi NJOP salah satu bidang tanah dan/atau bangunan yang menjadi objek tukar-menukar.

    10.2.

    Pengalihan kepada pemerintah dengan persyaratan khusus oleh Wajib Pajak Badan. Pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan oleh Wajib Pajak badan kepada Pemerintah guna pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan untuk kepentingan umum yang memerlukan persyaratan khusus terutang , terutang Pajak Penghasilan sebesar 5% (lima persen) dari jumlah bruto nilai pengalihan. Pembayaran PPh tersebut merupakan pembayaran PPh Pasal 25 yang dapat diperhitungkan dengan PPh terutang tahun pajak yang bersangkutan, kecuali bagi yayasan atau organisasi yang sejenis pembayaran tersebut bersifat final.

    10.3.

    Penerbitan SKB oleh KPP. KPP menerbitkan SKB Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam butir 9.2 kepada pihak yang akan melakukan pengalihan hak atas tanah dan/atau bangunan dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak permohonan lengkap diterima. (contoh Lampiran IV).

    10.4.

    Penerbitan Surat Keterangan (SK) NJOP KPPBB. KPPBB mengeluarkan Surat Keterangan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang diajukan oleh pihak yang mengalihkan hak atas pihak lain yang diberi kuasa dalam jangka waktu 3 (tiga) hari sejak permohonan lengkap diterima. Surat Keterangan NJOP dapat diterbitkan dengan memperhatikan perkembangan harga pasar yang wajar dari tanah dan/atau bangunan yang bersangkutan.

  20. Dengan diterbitkannya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor : SE-04/PJ.33/1994 tanggal 10 Mei 1994 dan Nomor : SE-05/PJ.31/1994 tanggal 10 Agustus 1994 dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 04/PJ.33/1996