Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 09/PJ.51/1992

Bersama ini disampaikan rekaman Keputusan Menteri Keuangan No. 325/KMK.04/1992 tanggal 18 Maret 1992 tentang Pedoman Pengkreditan Pajak Masukan Bagi Pedagang Eceran Besar Dalam Masa Peralihan dan Petunjuk Pelaksanaan lebih lanjut mengenai pemungutan PPN oleh PEB yang materi pokoknya adalah sebagai berikut :

  1. MASA PERALIHAN
    Masa Peralihan bagi PEB adalah jangka waktu antara sebelum tanggal 1 April 1992 sampai dengan 30 September 1992. Namun demikian sesuai dengan pilihan untuk menggunakan salah satu cara pengkreditan Pajak Masukan, Masa Peralihan dapat dibedakan sebagai berikut :
    1. Masa Peralihan bagi PEB yang menggunakan mekanisme pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) UU PPN 1984, adalah masa sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 1991 pada tanggal 1 April 1992, yaitu masa Februari 1992 dan/atau Maret 1992. Masa peralihan yang diberikan kepada PEB ini dimaksudkan untuk mencegah kenaikan harga yang berlebihan akibat tidak dapat dikreditkannya Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP sebelum 1 April 1992 yang dijual dalam Masa Pajak April 1992 atau sesudahnya. PPN dapat dikreditkan sepanjang PEB telah melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP dalam bulan Februari 1992 atau Maret 1992.
    2. Masa Peralihan bagi PEB yang mengkreditkan Pajak Masukannya berdasarkan pedoman pengkreditan Pajak Masukan yang ditetapkan berdasarkan Pasal 9 ayat (6) UU PPN 1984, adalah masa mulai berlakunya Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 1991 dari bulan April 1992 sampai dengan selambat-lambatnya bulan September 1992. Masa Peralihan yang diberikan kepada PEB ini dimaksudkan untuk mengatasi kesulitan-kesulitan administratif yang dihadapi PEB karena jangka waktu persiapan pelaksanaan yang relatif pendek antara lain kesulitan dalam labeling harga, pengaturan program dalam mesin cash register, dsb.
  2. PENGKREDITAN PAJAK MASUKAN
    Dalam Masa Peralihan, PEB dapat memilih salah satu cara pengkreditan Pajak Masukan, yaitu :
    1. Pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) UU PPN 1984 jo. Pasal 2 huruf a Keputusan Menteri Keuangan No. 325/KMK.04/1992. Dalam hal Pedagang Eceran Besar memilih cara ini, PEB dapat mengkreditkan seluruh Pajak Masukan atas perolehan BKP yang masih tersisa pada tanggal 31 Maret 1992, sebesar jumlah yang tercantum dalam Faktur Pajak yang tanggal penerbitannya sama dengan, atau sesudah tanggal dikukuhkannya PEB yang bersangkutan menjadi PKP, satu dan lain dengan memperhatikan Pengumuman Direktur Jenderal Pajak Nomor PENG-01/PJ.51/1992 tanggal 6 Februari 1992.
      Dengan demikian, bila PEB baru melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP dalam bulan Maret 1992, maka Pajak Masukan yang dapat dikreditkan adalah Pajak Masukan dengan Faktur Pajak yang tanggal penerbitannya adalah sama dengan, atau sesudah tanggal pengukuhan dalam bulan Maret 1992.
      Pengkreditan Pajak Masukan yang dibayar sebelum tanggal 1 April 1992 hanya dapat dilakukan terhadap Pajak Keluaran yang dipungut dalam Masa Pajak April 1992.
      Apabila PEB baru melaporkan usahanya dan dikukuhkan pada tanggal 31 Maret 1992, maka sesuai dengan Pasal 9 ayat (8) huruf a UU PPN 1984, Pajak Masukan yang dibayar sebelum PEB dikukuhkan menjadi PKP, tidak dapat dikreditkan.
    2. Pengkreditan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman pengkreditan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf b Keputusan Menteri Keuangan No. 325/KMK.04/1992. Dalam hal PEB memilih menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 2 huruf b Keputusan Menteri Keuangan No. 325/KMK.04/1992, PEB dapat mengkreditkan Pajak Masukan dalam suatu Masa Pajak sebesar 70% dari Pajak Keluaran yang dipungut dalam Masa Pajak yang sama (Masa Pajak April 1992 dan seterusnya), sehingga jumlah PPN yang harus disetor ke Kas Negara adalah sebesar 30% dari Pajak Keluarannya. Cara pengkreditan Pajak Masukan dengan menggunakan pedoman pengkreditan ini, dapat digunakan selambat-lambatnya sama dengan Masa Pajak September 1992. Apabila sebelum September 1992 PEB ini merasa telah siap untuk menggunakan cara pengkreditan berdasarkan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) UU PPN 1984, maka PEB tersebut dapat segera melaksanakan pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) UU PPN 1984, dan harus dimulai sejak awal Masa Pajak berikutnya. Contoh :
      PEB sejak April 1992 memilih menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebesar 70% dari Pajak Keluarannya. Dalam bulan Juni 1992, PEB tersebut merasa telah siap untuk menggunakan cara pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Faktur Pajak sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) UU PPN 1984, maka mulai masa Juli 1992 PEB dapat mengkreditkan Pajak Masukan berdasarkan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) UU PPN 1984 tanpa harus menunggu berakhirnya Masa Peralihan pada tanggal 30 September 1992.
  3. Cara pengkreditan Pajak Masukan dalam Masa Peralihan harus dilaksanakan secara taat azas oleh PEB. Bagi PEB yang semula menggunakan pedoman pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana dimaksud dalam butir 2 huruf b Keputusan Menteri Keuangan Nomor 325/KMK.04/1992, kemudian sebelum masa September 1992 siap menggunakan Pengkreditan Pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan (4) UU PPN 1984, maka cara pengkreditan Pajak Masukan berdasarkan Pasal 9 ayat (2) dan ayat (4) harus digunakan untuk seterusnya.

  4. Setelah berakhirnya Masa Peralihan pada tanggal 30 September 1992, maka mulai Masa Pajak Oktober 1992, semua PEB harus menggunakan cara pengkreditan pajak Masukan sebagaimana diatur dalam Pasal 9 ayat (2) dan (4) UU PPN 1984 jo. Pasal 1 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 1441b/KMK.04/1989. Pajak Masukan yang dapat dikreditkan setelah Masa Peralihan adalah semua Pajak Masukan yang dibayar atas perolehan BKP dan/atau JKP yang berhubungan langsung dengan kegiatan usaha yang meliputi kegiatan produksi, distribusi, pemasaran dan manajemen untuk penyerahan BKP.

  5. Dalam rangka mencegah terjadinya Pengkreditan Pajak Masukan lebih dari satu kali oleh PEB, maka apabila Pajak Masukan dalam masa Peralihan sudah dikreditkan dengan menggunakan pedoman pengkreditan sebesar 70% dari Pajak Keluarannya, maka Pajak Masukan yang tercantum dalam Faktur Pajak atas perolehan BKP untuk Masa Peralihan tersebut tidak dapat dikreditkan lagi.
    Contoh :
    PEB telah menerima penyerahan BKP barang dagangan dari pemasoknya dalam bulan September 1992. Faktur Pajak baru diterbitkan oleh pemasok dalam bulan Oktober 1992.
    Dalam bulan September 1992 PEB telah menjual BKP barang dagangan tersebut, dan telah mengkreditkan Pajak Masukannya dengan menggunakan Pedoman sebesar 70% dari Pajak Keluaran.
    Faktur Pajak yang berkaitan dengan perolehan BKP barang dagangan tersebut diterima oleh PEB dari pemasoknya dalam bulan Oktober 1992. Walaupun Faktur Pajak tersebut tertanggal Oktober 1992, Faktur Pajak tersebut tidak dapat dikreditkan lagi terhadap Pajak Keluaran Masa Pajak Oktober 1992 karena pada dasarnya Pajak Masukan yang berkaitan dengan BKP barang dagangan tersebut telah dikreditkan sebelumnya sebesar 70% dari Pajak Keluarannya. Oleh karena itu diminta agar Saudara melakukan pengawasan terhadap pengkreditan Pajak Masukan oleh PEB dalam Masa Peralihan terutama terhadap Faktur Pajak dengan bulan penerbitan Februari, Maret dan Oktober 1992, satu dan lain untuk mencegah Pengkreditan Pajak Masukan lebih dari satu kali akibat sudah dikreditkannya Pajak Masukan tersebut melalui penggunaan pedoman pengkreditan sebesar 70% dari Pajak Keluaran tanpa mengkaitkannya dengan Faktur Pajak.

  6. PENGUKUHAN PEDAGANG ECERAN BESAR (PEB)
  7. 6.1.

    PEB yang wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan menjadi PKP adalah PEB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 1991 dengan nama dan bentuk apapun yang dapat berupa antara lain :

    – Pasar Swalayan (Supermarket), Toko Serba Ada (Department Store), Super Store (gabungan Supermarket dan Departemen Store), Super Bazar (Supermarket tanpa barang basah), Convinience Store (Supermarket Mini buka 24 Jam), Neighbourhood Store (Toko yang berada di sekitar daerah pemukiman), Specialty Store, Apotik, Toko P & D, Toko Meubel, Toko Kelontong, Toko Bahan Bangunan, Boutique, Toko Barang-barang Elektronik, Toko Buku, Toko Onderdil Mobil, Toko Besi, Toko Souvenir, Pengecer Kendaraan Bermotor dan lain-lain.

    6.2.

    PEB yang untuk sementara tidak perlu dikukuhkan menjadi PKP sampai ada pengaturan lebih lanjut adalah PEB yang semata-mata menjual BKP tertentu yang pengenaan PPN nya diatur secara khusus yaitu rokok, gula pasir, tepung terigu, kaset isi/pita rekaman suara, pupuk bersubsidi, minyak tanah, gas elpiji dalam tabung, premix dan lain-lain.

  8. PEREDARAN BRUTO
    Jumlah peredaran bruto Rp 1 milyar yang dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 75 Tahun 1991 adalah jumlah peredaran sudah termasuk PPN dan/atau PPnBM yang terutang. Penegasan ini perlu diberikan karena sesuai dengan Pasal 4 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan No. 1289/KMK.04/1991 ditetapkan bahwa PEB wajib menempelkan label Harga Jual yang didalamnya sudah termasuk PPN.

  9. Dalam melaksanakan petunjuk dalam Surat Edaran ini diminta para Kepala KPP juga memperhatikan pedoman pelaksanaan yang telah ditegaskan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak No. SE-04/PJ.32/1992 tanggal 8 Januari 1992 tentang Pengenaan PPN atas Penyerahan BKP oleh PEB, SE-03/PJ.32/1992 tanggal 8 Januari 1992 tentang Batasan Pengusaha Kecil, SE-03/PJ.5.1/1992 tanggal 24 Februari 1992 tentang Pengumuman Direktur Jenderal Pajak No. PENG-01/PJ.51/1992 dan SE-08/PJ.51/1992 tanggal 23 Februari 1992 (Seri PPN-179) tentang Tempat terutang PPN dan Tata Usaha PEB.

Demikian untuk diketahui dan disebarluaskan kepada para PEB yang berada di wilayah kerja Saudara.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

Drs. MARIE MUHAMMAD

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 09/PJ.51/1992