Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 21/PJ.42/1999

Dalam rangka penyempurnaan pelaksanaan Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta dalam rangka Penggabungan, Peleburan, atau Pemekaran Usaha sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998, dengan ini diberikan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak yang dapat menggunakan nilai buku dalam pengalihan harta menurut Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998 adalah :
    1. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha;
    2. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka pemekaran usaha, yang akan “Go Public” dengan melakukan penawaran umum perdana (IPO) di bursa efek.
  2. Wajib Pajak sebagaimana tersebut pada butir 1 di atas wajib memenuhi persyaratan sebagai berikut :
    1. mengajukan permohonan kepada Direktorat Jenderal Pajak;
    2. sudah melunasi seluruh utang pajak dari tiap badan usaha yang terkait, termasuk cabang/perwakilan yang terdaftar di KPP-KPP lokasi;
    3. Laporan Keuangan Wajib Pajak khususnya untuk tahun pajak dilakukannya pengalihan harta harus diaudit oleh akuntan publik.
  3. Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dapat mengalihkan kerugian/sisa kerugian fiskal, termasuk kerugian selisih kurs badan usaha lama yang belum dikompensasikan, dengan syarat :
    1. Wajib Pajak badan usaha lama terlebih dahulu harus melakukan revaluasi aktiva tetap menurut ketentuan yang berlaku; dan
    2. Wajib Pajak badan usaha lama yang bersangkutan dalam kondisi aktif menjalankan kegiatan usahanya; dan
    3. Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta harus tetap aktif menjalankan kegiatan usahanya, sekurang-kurangnya sampai 2 (dua) tahun setelah selesainya proses penggabungan atau peleburan usaha.
  4. Revaluasi aktiva tetap dimaksud pada butir 3.a. di atas, meliputi sebagian atau seluruh aktiva tetap sesuai dengan keperluan untuk mengkompensasikan kerugian fiskal semaksimal mungkin dengan selisih lebih revaluasi aktiva tetap yang dihasilkan.

  5. Dalam hal terjadi kompensasi timbal-balik (offset) utang piutang di antara para Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha, maka :
    1. Penghapusan utang bagi pihak debitur bukan merupakan penghasilan.
    2. penghapusan piutang bagi pihak kreditur bukan merupakan biaya.
  6. Permohonan izin dimaksud pada butir 2.a. di atas diajukan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang membawahi Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak pemohon terdaftar, selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sesudah proses penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dilakukan, yaitu :
    1. dalam hal penggabungan atau peleburan usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta;
    2. dalam hal pemekaran usaha, diajukan oleh Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.

    Permohonan izin tersebut diajukan dengan menggunakan surat permohonan beserta kelengkapannya seperti contoh terlampir (Lampiran I). Terhadap permohonan yang terlambat diajukan, tidak akan dipertimbangkan.

  7. Apabila permohonan Wajib Pajak sudah lengkap, Kepala Kantor Wilayah atas nama Direktur Jenderal Pajak setelah melakukan proses penelitian dan konfirmasi yang diperlukan, menerbitkan surat keputusan persetujuan atau penolakan selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sejak diterimanya permohonan secara lengkap dengan menggunakan bentuk formulir seperti contoh terlampir (Lampiran II.a/II.b). Dalam hal keputusan penolakan, harus diberikan alasannya.Jika batas waktu 1 (satu) bulan tersebut telah lewat dan Kepala Kantor Wilayah belum menerbitkan keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima dan kepadanya diterbitkan surat keputusan persetujuan.Tindasan keputusan disampaikan kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar dan Kepala Kantor Pemeriksaan Pajak terkait.

  8. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas tidak mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, maka pengalihan harta tersebut harus dinilai dengan harga pasar dan atas keuntungan yang diperoleh dikenakan Pajak Penghasilan sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.

  9. Dalam hal pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku telah mendapat persetujuan Direktur Jenderal Pajak, Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta tersebut harus mencatat nilai perolehannya sesuai dengan nilai buku sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta.Dalam hal Wajib Pajak sebelum penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha telah melakukan revaluasi aktiva tetap, maka nilai buku yang dicatat adalah nilai buku setelah dilakukan revaluasi aktiva tetap.

  10. Penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan untuk tahun buku di mana pengalihan harta terjadi, dilakukan secara prorata (perhitungan bulanan) berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta. Bagi Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta, penyusutan dan amortisasi atas harta yang dialihkan dihitung secara prorata sampai dengan bulan dilakukannya pengalihan harta, sedang bagi Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta penghitungan prorata sebanyak sisa bulan sesudah bulan pengalihan harta, dengan menggunakan metode penyusutan dan amortisasi yang dianut Wajib Pajak yang bersangkutan.

  11. Apabila penggabungan atau peleburan usaha dilakukan dalam tahun pajak berjalan, maka jumlah angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta setelah penggabungan atau peleburan usaha tidak boleh lebih kecil dari penjumlahan angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 dari seluruh Wajib Pajak yang terkait sebelum penggabungan atau peleburan usaha.

  12. Dalam hal Wajib Pajak yang menerima pengalihan harta (setelah penggabungan atau peleburan usaha) mengalami penurunan usaha, Wajib Pajak yang bersangkutan dapat mengajukan permohonan pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sesuai ketentuan/prosedur sebagaimana diatur dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-03/PJ/1995 tanggal 09 Januari 1995 tentang Penghitungan Besarnya Pajak Penghasilan Pasal 25 Dalam Hal-hal Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-89/PJ/1999 tanggal 22 April 1999, yaitu setelah 3 (tiga) bulan angsuran PPh Pasal 25 sebagaimana dimaksud pada butir 11 dipenuhi.

  13. Dalam hal penggabungan, peleburan atau pemekaran usaha dilakukan dalam tahun berjalan, maka :
    1. Kewajiban Formal Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha, berakhir sampai dengan masa pajak/bagian tahun pajak dilakukannya penggabungan atau peleburan usaha.
    2. Kewajiban Formal Penyampaian Surat Pemberitahuan (SPT) Masa/Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak baru yang menerima pengalihan harta dalam rangka peleburan dan pemekaran usaha, dimulai sejak Wajib Pajak terdaftar di Kantor Pelayanan Pajak segera setelah pendirian badan usaha baru.
  14. Apabila setelah penggabungan atau peleburan usaha dilakukan pemeriksaan pajak terhadap Wajib Pajak yang melakukan pengalihan harta menyangkut tahun-tahun pajak sebelum tahun terjadinya penggabungan atau peleburan usaha, maka surat ketetapan pajak hasil pemeriksaan pajak tersebut serta tindakan penagihan dan/atau restitusinya diterbitkan atas nama dan NPWP badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta q.q nama dan NPWP badan usaha baru yang menerima pengalihan harta.

  15. Ketentuan bagi Wajib Pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek dalam rangka pemekaran usaha sebagaimana dimaksud dalam butir 1 huruf b :
    1. Selambat-lambatnya 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pengalihan harta dengan menggunakan nilai buku, harus sudah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal (BAPEPAM) dalam rangka penawaran umum perdana (IPO) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif;
    2. Jangka waktu sebagaimana dimaksud pada huruf a dapat diperpanjang karena keadaan di luar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang berwenang paling lama 2 (dua) tahun;
    3. Apabila setelah lewat jangka waktu 3 (tiga) tahun sebagaimana dimaksud dalam butir a dan b Wajib Pajak belum dapat melaksanakan penawaran umum perdana, maka jangka waktu tersebut dapat diperpanjang setelah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak;
    4. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada huruf a, b dan c di atas, maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan berdasarkan nilai buku dihitung kembali berdasarkan nilai pasar.
  16. Ketentuan bagi pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha :
    1. Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta menerima sejumlah saham baru dari badan usaha yang menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan saham baru tersebut tidak terhutang Pajak Penghasilan dan nilai perolehan saham baru dicatat sebesar nilai saham lama;
    2. Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta menerima sejumlah saham baru dan sejumlah uang dari badan usaha yang menerima pengalihan harta sebagai pengganti saham lama, maka atas penerimaan sejumlah uang tersebut merupakan penghasilan yang dikenakan Pajak Penghasilan dengan tarif umum;
    3. Apabila pemegang saham dari badan usaha lama yang melakukan pengalihan harta tidak setuju dengan rencana pengalihan harta tersebut dan pemegang saham dimaksud memilih menjual sahamnya, maka:
    • atas selisih lebih antara harga perolehan dengan harga jual merupakan capital gain yang diterima pemegang saham tersebut dan terhutang Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
    • atas selisih kurang antara harga perolehan dengan harga jual yang diterima pemegang saham tersebut dapat dibebankan sebagai biaya, dengan syarat sepanjang pemegang saham yang bersangkutan menyelenggarakan pembukuan.
  17. Terhadap pengalihan harta berupa tanah dan/atau bangunan dari Wajib Pajak yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada butir 1 dan 2 di atas, dikecualikan dari pengenaan PPh sebagaimana ketentuan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 1994 tentang Pembayaran PPh atas Penghasilan dari Pengalihan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1996.

  18. Wajib Pajak yang telah mendapatkan persetujuan untuk menggunakan nilai buku atas pengalihan harta dalam rangka penggabungan atau peleburan usaha dengan persyaratan dalam waktu 1 (satu) tahun sudah harus mengajukan pernyataan pendaftaran kepada BAPEPAM untuk Initial Public Offering/Secondary Offering berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 637/KMK.04/1994 tanggal 29 Desember 1994 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor 249/KMK.04/1995 tanggal 2 Juni 1995, maka dengan berlakunya Keputusan Menteri Keuangan R.I Nomor 422/KMK.04/1998 tanggal 9 September 1998 sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan R.I Nomor 469/KMK.04/1998 tanggal 30 Oktober 1998, persyaratan tersebut tidak diperlukan lagi.

  19. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka Surat Edaran Nomor SE-35/PJ.42/1998 tanggal 13 November 1998 dan SE-12/PJ.42/1999 tanggal 19 Maret 1999 dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan serta disebarkan kepada Wajib Pajak.

DIREKTUR JENDERAL

ttd

A. ANSHARI RITONGA

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 21/PJ.42/1999