Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 39/PJ.4/1995

Sehubungan dengan masih adanya kekeliruan penafsiran atas Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ.4/1995 tanggal 4 Juli 1995 tentang Perlakuan Pajak Penghasilan Bagi Yayasan atau Organisasi yang sejenis, misalnya keliru menganggap setiap jenis penerimaan Yayasan dikenakan Pajak Penghasilan sebesar 15 %, dengan ini diinstrusikan agar Saudara segera mengadakan penyuluhan kepada Yayasan yang berkedudukan di wilayah Saudara, untuk menyebar luaskan ketentuan dalam surat edaran tersebut dengan penegasan lebih lanjut sebagai berikut :

  1. Sesuai dengan butir 6 Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-34/PJ.4/1995, Yayasan atau Organisasi yang sejenis hanya dikenakan Pajak Penghasilan jika terdapat selisih lebih antara gunggungan penghasilan bruto yang merupakan obyek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto. Tidak termasuk sebagai penghasilan yang merupakan obyek pajak adalah sumbangan, bantuan dan hibah sebagaimana yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994.
    Dalam menghitung penghasilan bruto tersebut juga tidak termasuk sebagai penghasilan yang telah dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, seperti pajak penghasilan atas bunga deposito & jasa giro.
  1. Biaya-biaya yang diperkenankan untuk dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada butir 4 Surat Edaran tersebut, antara lain berupa :
    1. Bagi Yayasan Pendidikan :
      1. Gaji/tunjangan/honorarium pimpinan/dosen/pengajar/karyawan;
      2. Biaya umum/administrasi/alat tulis menulis kantor;
      3. Biaya publikasi/iklan;
      4. Biaya kendaraan;
      5. Biaya kemahasiswaan;
      6. Biaya ujian semester;
      7. Biaya sewa gedung & utilities (listrik, telepon, air);
      8. Biaya laboratorium;
      9. Biaya penyelenggaraan asrama;
      10. Bunga bank dan biaya-biaya bank lainnya;
      11. Biaya pemeliharaan kampus;
      12. Biaya penyusutan;
      13. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
      14. Biaya penelitian dan pengembangan;
      15. Biaya bea siswa dan pelatihan dosen/pengajar/karyawan;
      16. Biaya pembelian buku perpustakaan dan alat-alat olah raga & peraga;
      17. Subsidi/bea siswa bagi siswa yang kurang mampu;
      18. Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) bagi yang terkena.
    2. Bagi Yayasan Rumah Sakit :
      1. Gaji/tunjangan/honorarium perawat/tenaga medis/karyawan;
      2. Biaya umum;
      3. Obat-obatan;
      4. Konsumsi karyawan;
      5. Biaya bunga;
      6. Pemeliharaan kendaraan, inventaris, gedung;
      7. Perlengkapan rumah sakit;
      8. Transportasi;
      9. Biaya penyusutan;
      10. Kerugian karena penjualan/pengalihan harta;
      11. Biaya penelitian dan pengembangan;
      12. Biaya bea siswa dan pelatihan karyawan;
      13. Subsidi/biaya pelayanan kesehatan pasien yang kurang mampu.
  1. Mengingat di Indonesia diperkirakan terdapat ratusan ribu Yayasan atau Organisasi yang sejenis yang menyelenggarakan pendidikan, baik formal maupun non formal yang bersifat tradisional atau modern, mulai dari tingkat Taman Kanak-kanak sampai dengan Perguruan Tinggi dan sebagian besar Yayasan ini termasuk dalam klasifikasi tidak mampu secara finansiil dan tidak mampu menyelenggarakan pembukuan secara teratur, maka untuk menghindarkan beban administrasi yang berat, pemberian Nomor Pokok Wajib Pajak kepada Yayasan atau Organisasi yang sejenis oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak agar dilakukan secara selektif (agar efektif), kecuali pemberian NPWP sebagai Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21/Pasal 23 bagi yang memenuhi syarat.
  1. Tidak berlebihan kiranya bila dalam memberikan penyuluhan juga disinggung latar belakang ketentuan perundang-undangan yang menetapkan Yayasan dan sejenisnya sebagai Wajib Pajak, yaitu :
    1. Menjaga persaingan yang sehat mengingat masih cukup banyak usaha-usaha komersial dengan menggunakan nama penyusun;
    2. Mendorong Yayasan untuk menyelenggarakan pembukuan yang teratur dan transparan;
    3. Kegiatan-kegiatan/jasa-jasa yang semula dianggap sebagai jasa-jasa sosial seperti rumah sakit dan pendidikan, kini mulai (sebagian) merupakan bisnis yang menarik dan menguntungkan bagi para investor;
    4. Pengenaan Pajak Penghasilan atas selisih lebih antara penghasilan yang merupakan obyek pajak dengan biaya-biaya yang diperkenankan akan menekan hasrat Yayasan untuk mencari selisih lebih (keuntungan), dan/atau akan mendorongnya menggunakan dana yang seharusnya selisih lebih tersebut untuk kepentingan peningkatan mutu pelayanan. Dengan perkataan lain Yayasan dapat meniadakan atau mengecilkan selisih lebih dengan cara menurunkan harga/tarif jasa yang di jualnya atau menaikkan mutu pelayanannya yang tentunya akan menaikkan anggaran biayanya.

Dengan demikian akan semakin jelas mana Yayasan yang memang bertujuan menghimpun keuntungan (selisih lebih) dan mana yang tidak.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 39/PJ.4/1995