Resources / Regulation / Keputusan Dirjen Bea dan Cukai

Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 35/BC/1997

Menimbang :

  1. bahwa sesuai dengan Undang-undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor3612) dan Undang-undangNomor 11 tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613) Direktorat Jenderal Bea dan Cukai berwenang melakukan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai;
  2. bahwa dalam rangka pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai telah dibuat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 321/KMK.05/1996 tanggal 1 Mei 1996, tentang Pelaksanaan Audit di bidang Cukai dan Nomor : 489/KMK.05/1996 tanggal 31 Juli 1996, tentang Pelaksanaan Audit di bidang Kepabeanan;
  3. bahwa untuk mengatur lebih lanjut tentang pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai perlu dibuat tata laksana audit di bidang Kepabeanan dan Cukai pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.

Mengingat :

  1. Undang -undang Nomor 10 tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Nomor 75 tahun 1995, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612.
  2. Undang-undang Nomor 11 tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Nomor 76 tahun 1995, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613).
  3. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 321/KMK. 05/1996, tanggal 1 Mei 1996 tentang pelaksanaan audit di bidang Cukai.
  4. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 489/KMK.05/1996, tanggal 31 Juli 1996 tentang pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

TATA LAKSANA AUDIT DI BIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL BEA DAN CUKAI

Pasal 1

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai adalah kegiatan pemeriksaan dokumen, buku dan laporan lainnya serta pemeriksaan fisik barang yang bertalian dengan impor, ekspor, dan cukai.

Pasal 2

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dilakukan terhadap pengusaha-pengusaha sebagai berikut:
1. Importir;
2. Eksportir;
3. Pengurusan Jasa Kepabeanan;
4. Tempat Penimbunan Sementara;
5. Tempat Penimbunan Berikat;
6. Pengangkutan;
7. Pabrik Barang Kena Cukai;
8. Tempat Penyimpanan Barang Kena Cukai;
9. Tempat-tempat lain yang digunakan untuk menyimpan Barang Kena Cukai yang belum dilunasi cukainya atau memperoleh pembebasan cukai.

Pasal 3

Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai bertujuan untuk mengamankan penerimaan negara serta untuk mengetahui tingkat kepatuhan pengusaha-pengusaha dimaksud pada Pasal 2 terhadap peraturan perundang-undangan Kepabeanan dan Cukai serta Standar Akuntansi Keuangan.

Pasal 4

(1) Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dilaksanakan secara terencana dan insidentil.
(2) Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai secara terencana dilakukan sesuai Audit Plan.
(3) Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai secara insidentil dilakukan berdasarkan:
a. perintah Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi, dan/atau
b. rekomendasi Bidang Verifikasi, dan/atau
c. rekomendasi Bidang P2P.

Pasal 5

(1) Audit Plan dimaksud pada Pasal 4 ayat (2) wajib dibuat oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setiap semester sesuai contoh Lampiran I dan dikirimkan kepada Direktur Verifikasi selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari sebelum periode Audit Plan.
(2) Di dalam membuat Audit Plan dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib memperhatikan faktor- faktor antara lain sebagai berikut:
a. keputusan pemberian kemudahan;
b. frekwensi kegiatan;
c. profil pengusaha;
d. bobot risiko pelanggaran.
(3) Direktur Verifikasi melakukan penilaian terhadap Audit Plan dimaksud pada ayat (1) dan melakukan koreksi jika diperlukan.

Pasal 6

(1) Audit di bidang Kepabeanan dan Cukai dilakukan oleh Tim Audit berdasarkan Surat Tugas yang dikeluarkan oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan tembusan kepada Direktur Verifikasi dan Kepala Kantor Pabean dan Cukai sesuai contoh Lampiran II.
(2) Tim Audit terdiri dari satu orang ketua dan sekurang-kurangnya dua orang anggota untuk setiap perusahaan yang diaudit.
(3) Setiap Tim Audit dibimbing dan diawasi oleh satu orang Pengendali Teknis Audit dan/atau satu orang Pengawas Mutu Audit yang ditunjuk oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(4) Lamanya pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai tergantung pada sasaran dan luasnya ruang lingkup audit, yakni minimal 6 (enam) hari kerja dan maksimal 30 (tiga puluh) hari kerja.
(5) Waktu pelaksanaan audit dimaksud pada ayat (4) dapat diperpanjang oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai rekomendasi Pengendali Teknis Audit, dan/atau Pengawas Mutu Audit.
(6) Untuk perusahaan yang sama, pada periode berikutnya harus dilakukan oleh Tim Audit yang berbeda.

Pasal 7

Pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai wajib mengikuti Standar Prosedur Audit yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi.

Pasal 8

Selambat-lambatnya 3 (tiga) hari sebelum pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai, Kepala Kantor Wilayah memanggil pimpinan perusahaan yang di audit atau yang mewakilinya untuk memberikan penjelasan perihal audit yang akan dilaksanakan, kecuali audit yang bersifat investigasi.

Pasal 9

(1) Pada hari pertama pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai, Ketua Tim Audit berkewajiban melaksanakan hal- hal sebagai berikut:

a. memperlihatkan Surat Tugas kepada pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakili.
b. menyerahkan surat pemberitahuan pelaksanaan audit sesuai contoh Lampiran III yang di dalamnya terlampir daftar kuesioner sesuai contoh Lampiran IV kepada pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakili.
c. menjelaskan tujuan pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai kepada pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakili.
d. meminta pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakili untuk memberikan penjelasan tentang sistem pengendalian intern perusahaan.
(2) Berdasarkan sistem pengendalian perusahaan dimaksud pada ayat (1), Ketua Tim Audit membuat dan menyerahkan surat permintaan data sesuai contoh Lampiran V kepada pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakili.
(3) Daftar kuesioner dimaksud pada ayat (1) wajib diisi ole h pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakili dan mengirimkan kepada Direktur Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi dalam amplop tertutup yang disegel perusahaan.
(4) Daftar kuesioner dimaksud pada ayat (3) digunakan oleh Direktur Verifikasi untuk menilai kinerja auditor dan sistem audit.

Pasal 10

(1) Dokumen, buku, dan laporan lainnya yang dipergunakan untuk membuat Kertas Kerja Audit (Kka) harus ditandasahkan oleh pihak perusahaan yang diaudit.
(2) Dokumen, buku, dan laporan lainnya yan telah selesai dip ergunakan untuk membuat Kertas Kerja Audit (KKA ) wajib segera dikembalikan kepada pihak perusahaan dengan menerima tanda bukti penerimaan dari pihak perusahaan yang diaudit.
(3) Kertas Kerja Audit (KKA) yang dibuat oleh Tim Audit diperiksa oleh Pengendali Teknis Audit dan /atau Pengawas Mutu Audit.

Pasal 11

(1) Sebelum melakukan pemeriksaan fisik barang, Ketua Tim Audit membuat surat pemberitahuan kepada pihak perusahaan yang diaudit sesuai contoh Lampiran VI.
(2) Hasil Pemeriksaan fisik barang dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam berita Acara Pemerikasaan Fisik Barang sesuai contoh Lampiran VII dan ditandatangani oleh Tim Audit dan perusahaan yang diaudit

Pasal 12

Sekurang-kurangnya sekali dalam 3 (tiga) hari selama periode pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai ,Ketua Tim Audit melaksanakan diskusi hasil audit dengan Pengendali Teknis Audit dan pada setiap akhir minggu melaporkan perkembangan pelaksanaan audit di bidang Kepabeanan dan Cukai kepada Pengawas Mutu Audit guna mendapatkan pengarahan lebih lanjut.

Pasal 13

(1) Berdasarkan temuan yang tertuang pada Kertas Kerja Audit (KKA), Tim Audit membuat Daftar Temuan Sementara (DTS) sesuai contoh Lampiran VIII>
(2) Daftar Temuan Sementara (DTS) dimaksud pada ayat (1), diserahkan kepada pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakilinya dengan tembusan kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Pimpinan perusahaan yang diaudit atau yang mewakilinya wajib memberikan tanggapan atas Daftar Temuan Sementara (DTS) dimaksud pada ayat (2) dengan ketentuan sebagai berikut:

a. Untuk audit di bidang Kepabeanan dan Cukai , pihak perusahaan yang diaudit diberi waktu paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak menerima Daftar Temuan Sementara (DTS) untuk menrima tanggapan. Apabila dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak pihak yang diaudit menerima Daftar Temuan Sementara (DTS) belum diterima Surat Tanggapan dari pihak perusahaan yang diaudit, maka Daftar Temuan Sementara (DTS) dianggap diterima dan akan dijadikan dasar pembuatan Laporan Hasil Audit (LHA).
b. Dalam hal waktu yang diberikan tidak mencukupi, maka atas permohonan pihak perusahaan yang diaudit, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dpat memperpanjang masa penyerahan Surat Tanggapan paling lama 7 (tujuh) hari kerja terhitung sejak tanggal terakhir penyerahan Surat Tanggapan.
c. Apabila dalam jangka waktu 7(tujuh) hari kerja terhitung sejak pihak pihak perusahaan yang diaudit menerima surat perpanjangan penyerahan Surat Tanggapan belum juga diterima Surat Tanggapan dari pihak perusahaan yang diaudit, maka Daftar Temuan Sementara (DTS) dianggap diterima dan akan dijadikan dasar pembuatan Laporan Hasil Audit (LHA).
d. Untuk audit di bidang Cukai, pihak perusahaan yang diaudit diberi waktu paling lama 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak menerima Daftar Temuan Sementara (DTS) untuk memberi tanggapan. Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja terhitung sejak pihak perusahaan yang diaudit menerima Daftar Temuan Sementara (DTS) belum diterima Surat Tanggapan, maka Daftar Temuan Sementara (DTS) dianggap diterima dan akan dijadikan dasar pembuatan Laporan Hasil Audit (LHA).
e. Apabila Surat Tanggapan yang diterima dari pihak perusahaan yang diaudit berisi keberatan-keberatan harus dilampiri denga n bukti-bukti, dan berdasarkan buktibukti tersebut akan dilakukan pembahasan serta pengujian bersama dengan pihak perusahaan yang diaudit, dan dari hasil pembahasan serta pengujian tersebut akan diterbitkan Laporan Hasil Audit(LHA).

Pasal 14

Dalam hal terjadi perbedaan pendapat antara pihak perusahaan yang diaudit dengan Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengenai Daftar Temuan Sementara (DTS) dan Surat Tanggapan yang telah dilakukan pengujian, maka sebelum menyusun LHA,Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai mengajukan permasalahannya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi untuk mendapatkan petunjuk penyelesaiannya.

Pasal 15

(1) Laporan Hasil Audit (LHA) dibuat sesuai contoh Lampiran IX, dengan diberi kulit luar warna khaki muda dan logo Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(2) Berdasarkan Laporan Hasil Audit (LHA) , Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membuat Nota Dinas Tindak Lanjut kepada Kepala Kantor Pabean Cukai yang terkait sesuai contoh Lampiran X.
(3) Nota Dinas Tindak Lanjut dimaksud pada ayat (2) dengan dilampiri Laporan Hasil Audit (LHA) dimaksud pada ayat (1) dikirimkan kepada Kepala Kantor Pabean dan Cukai yang terkait dengan tembusan :
a. Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi;
b. Pimpinan perusahaan yang diaudit.
(4) Kepala Kantor Pabean dan Cukai yang terkait wajib melaporkan pelaksanaan Nota Dinas Tindak Lanjut dimaksud pada ayat (2) kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dengan tembusan Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi.

Pasal 16

Nota Dinas Tindak Lanjut, Laporan Hasil Audit (LHA) , Daftar Temuan Sementara (DTS) , dan Kerja Kerja Audit (Kerja Kerja Audit) merupakan rahasia jabatan.

Pasal 17

Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai wajib menatausahakan hasil audit serta memantau pelaksanaan tindak lanjutnya.

Pasal 18

Pada setiap tanggal 15 Oktober dan 15 April, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai membuat Laporan Semester pelaksanaan audit sesuai contoh Lampiran XI dan mengirimkannya kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai u.b. Direktur Verifikasi.

Pasal 19

Keputusan ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan , dan apabila di kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan, maka akan dilakukan perubahan atas keputusan ini sebagai mana mestinya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 01 April 1997
Direktur Jenderal

ttd.

Soehardjo
NIP. 060013988

Salinan Keputusan ini disampaikan kepada :
1. Yth. Menteri Keuangan Republik Indonesia;
2. Yth. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
3. Yth. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
4. Yth. Sekretaris Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
5. Yth. Para Direktur dan Kepala Pusat di Lingkungan DJBC;
6. Yth. Kepala Biro Hukum dan Humas Departemen Keuangan;
7. Yth. Para Kepala Kantor Wilayah I s/d XII DJBC di seluruh Indonesia;
8. Yth. Para Kepala Kantor Inspeksi DJBC di seluruh Indonesia.

Reading: Keputusan Dirjen Bea dan Cukai – KEP 35/BC/1997