Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 541/KMK.04/2000

Menimbang :

bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 1 angka 13, Pasal 9 ayat (1), Pasal 10 ayat (1), dan Pasal 10 ayat (2) Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pemberian Angsuran atau Penundaan Pembayaran Pajak;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3984);
  2. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263) sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 127, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3985);
  3. Keputusan Presiden Nomor 234/M Tahun 2000;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENENTUAN TANGGAL JATUH TEMPO PEMBAYARAN DAN PENYETORAN PAJAK, TEMPAT PEMBAYARAN PAJAK, TATA CARA PEMBAYARAN, PENYETORAN, DAN PELAPORAN PAJAK, SERTA TATA CARA PEMBERIAN ANGSURAN ATAU PENUNDAAN PEMBAYARAN PAJAK.

Pasal 1

(1)

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(2)

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan saat terutangnya pajak.

(3)

Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, harus dibayar paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(4)

Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk, dan apabila pembayaran Bea Masuk ditunda atau dibebaskan, Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor, harus dilunasi pada saat penyelesaian dokumen impor.

(5)

Pajak Penghasilan Pasal 22, Pajak Pertambahan Nilai, dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah atas impor yang pemungutannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, harus disetor dalam jangka waktu sehari setelah pemungutan pajak dilakukan.

(6)

Pajak Penghasilan Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah harus disetor pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran atas penyerahan barang yang dibiayai dari belanja Negara atau belanja Daerah, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak yang telah diisi dan atas nama rekanan serta ditandatangani oleh Bendaharawan Pemerintah.

(7)

Pajak Penghasilan Pasal 22 dari penyerahan oleh Pertamina atas hasil produksinya dan dari penyerahan bahan bakar minyak dan gas oleh badan usaha lain, harus dilunasi sendiri oleh Wajib Pajak sebelum Surat Perintah Pengeluaran Barang (Delivery Order) ditebus.

(8)

Pajak Penghasilan Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh badan tertentu sebagai Pemungut Pajak selain badan tersebut pada ayat (7), harus disetor paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan takwim berikutnya.

(9)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang terutang dalam satu Masa Pajak, harus disetor paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(10)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang pemungutannya dilakukan oleh Bendaharawan Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lambat tanggal 7 (tujuh) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

(11)

Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut Pajak Pertambahan Nilai selain Bendaharawan Pemerintah atau instansi Pemerintah yang ditunjuk, harus disetor paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan takwim berikutnya setelah Masa Pajak berakhir.

Pasal 2

Dalam hal tanggal jatuh tempo pembayaran atau penyetoran bertepatan dengan hari libur, maka pembayaran atau penyetoran dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Pasal 3

Pembayaran dan penyetoran pajak dilakukan di Kantor Pos atau bank badan usaha milik Negara atau bank badan usaha milik Daerah, atau bank-bank lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran

Pasal 4

Pembayaran dan penyetoran pajak harus dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 5

(1)

Pemotong dan Pemungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21, Pasal 22, Pasal 23, dan Pasal 26 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000, memberikan tanda bukti pemotongan atau tanda bukti pemungutan kepada orang pribadi atau badan yang dibebani membayar Pajak Penghasilan yang dipotong atau dipungut, dan khusus untuk Pajak Penghasilan Pasal 21 karyawan atau pegawai tetap, hanya diberikan bukti pemotongan tahunan paling lambat 2 (dua) bulan setelah tahun takwim berakhir.

(2)

Bentuk dan isi Tanda Bukti Pemotongan dan Tanda Bukti Pemungutan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak

Pasal 6

(1)

Wajib Pajak orang pribadi atau badan, baik yang melakukan pembayaran pajak sendiri maupun yang ditunjuk sebagai Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan, Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1), ayat (2), ayat (3), dan ayat (9) diwajibkan menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

(2)

Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (5) harus melaporkan hasil pemungutannya secara mingguan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah batas waktu penyetoran pajak berakhir.

(3)

Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (6) harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.

(4)

Pihak yang melakukan penyerahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (7) dan Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (8) harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

(5)

Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (10) harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 14 (empat belas) hari setelah Masa Pajak berakhir.

(6)

Pemungut Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (11) harus melaporkan hasil pemungutannya paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah Masa Pajak berakhir.

(7)

Surat Pemberitahuan Masa atau laporan hasil pemungutan pajak sebagaimana dimaksud pada Pasal ini disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak, Pemotong Pajak atau Pemungut Pajak terdaftar dan atau dikukuhkan.

Pasal 7

Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis untuk mengangsur atau menunda pembayaran pajak yang terutang dalam Surat Tagihan Pajak, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan, dan Surat Keputusan Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan, Putusan Banding, yang menyebabkan jumlah pajak yang terutang bertambah serta Pajak Penghasilan Pasal 29, kepada Direktur Jenderal Pajak dalam hal ini Kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar, apabila Wajib Pajak mengalami kesulitan likuiditas atau mengalami keadaan di luar kekuasaannya, sehingga tidak dapat memenuhi kewajiban pajaknya pada waktunya.

Pasal 8

Permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7, harus diajukan paling lambat 15 (lima belas) hari sebelum saat jatuh tempo pembayaran utang pajak berakhir, kecuali dalam hal Wajib Pajak mengalami keadaan di luar kekuasaannya, dapat diajukan setelah batas waktu tersebut, disertai alasan dan jumlah pembayaran pajak yang dimohon diangsur atau ditunda.

Pasal 9

(1)

Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keputusan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 berupa menerima seluruhnya atau sebagian atau penolakan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari sejak permohonan diterima dengan lengkap.

(2)

Apabila jangka waktu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) telah lewat, Direktur Jenderal Pajak tidak memberi suatu keputusan, maka permohonan Wajib Pajak dianggap diterima.

(3)

Terhadap utang pajak yang telah diterbitkan surat keputusan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak dapat lagi diajukan permohonan untuk mengangsur atau menunda pembayaran.

(4)

Masa angsuran atau penundaan diberikan tidak melebihi jangka waktu 12 (dua belas) bulan.

Pasal 10

Pelaksanaan pemberian angsuran atau penundaan pembayaran pajak ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak.

Pasal 11

Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 606/KMK.04/1994 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Tempat Pembayaran Pajak, Tata Cara Pembayaran, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 251/KMK.04/1995 dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 12

Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2001.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan diJakarta
pada tanggal22 Desember 2000
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA

ttd.

PRIJADI PRAPTOSUHARDJO

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 541/KMK.04/2000