Resources / Regulation

Keputusan Menteri Keuangan – 636/KMK.04/1994

Menimbang :

  1. bahwa dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994 telah diatur kembali ketentuan mengenai Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah;
  2. bahwa untuk kelancaran pelaksanaan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia tersebut, dipandang perlu untuk mengatur lebih lanjut ketentuan mengenai pengenaan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah, dengan Keputusan Menteri Keuangan.

Mengingat :

  1. Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3262), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 59, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3566);
  2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 50, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3263), sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 tentang Pajak Penghasilan (Lembaran Negara Tahun 1991 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3459), dan dengan Undang-undang Nomor 10 Tahun 1994 tentang Perubahan atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1991 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 60, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3567);
  3. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994 tentang Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan para Pensiunan atas penghasilan yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3577);
  4. Keputusan Presiden Nomor 96/M Tahun 1993 tentang Pembentukan Kabinet Pembangunan VI.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN BAGI PEJABAT NEGARA, PEGAWAI NEGERI SIPIL, ANGGOTA ANGKATAN BERSENJATA REPUBLIK INDONESIA, DAN PARA PENSIUNAN ATAS PENGHASILAN YANG DIBEBANKAN KEPADA KEUANGAN NEGARA ATAU KEUANGAN DAERAH.

Pasal 1

(1)

Penghasilan Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya berupa gaji kehormatan gaji atau uang pensiun dan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun yang dibebankan kepada Keuangan Negara atau Keuangan Daerah terutang Pajak Penghasilan Pasal 21 dan ditanggung oleh pemerintah selaku pemberi kerja.

(2)

Yang dimaksud dengan tunjangan yang terkait dengan gaji kehormatan, gaji atau uang pensiun sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah tunjangan yang sifatnya tetap yang diberikan kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan sesuai dengan ketentuan yang berlaku bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan, termasuk :

  1. tunjangan keluarga;
  2. tunjangan jabatan struktural dan fungsional;
  3. tunjangan pangan;
  4. tunjangan khusus, termasuk tunjangan khusus Irian Jaya, tunjangan khusus Timor Timur, dan tunjangan khusus lainnya.

Pasal 2

(1)

Bendaharawan Pemerintah, Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen) dan Asuransi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang membayarkan gaji kehormatan, gaji, dan uang pensiun, dan tunjangan lain yang terkait dengan gaji atau uang pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1, wajib menghitung besarnya Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 dengan menerapkan Tarif Pasal 17 Undang-Undang tersebut dan mencantumkan dalam daftar gaji, atau daftar pembayaran pensiun, atau daftar pembayaran lainnya yang berkaitan dengan pemberian imbalan kepada pegawai.

(2)

Bendaharawan Pemerintah, Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen) dan Asuransi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) yang membayarkan penghasilan berupa honorarium, uang sidang, uang hadir, uang lembur, imbalan prestasi kerja, dan imbalan lain selain penghasilan yang dimaksud pada ayat (1) kepada Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan, wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebesar 15% (lima belas persen) dari jumlah bruto penghasilan tersebut, kecuali yang dibayarkan kepada Pegawai Negeri Sipil golongan II/d ke bawah dan Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia berpangkat Pembantu Letnan Satu ke bawah.

(3) Pemotong Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memberikan Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada penerima penghasilan tersebut.
(4) Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bersifat final.

Pasal 3

(1)

Kantor Perbendaharaan dan Kas Negara wajib memotong Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah yang dihitung dan tercantum dalam daftar gaji, atau daftar pembayaran pensiun, atau daftar pembayaran lain yang berkaitan dengan imbalan yang diberikan kepada pegawai, yang diajukan oleh Bendaharawan Pemerintah, Bendaharawan Persero Taspen, dan Bendaharawan ASABRI dan memindahbukukannya sebagai penerimaan Pajak Penghasilan Pasal 21.

(2)

Bendaharawan pemerintah wajib menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro dengan mempergunakan Surat Setoran Pajak.

(3)

Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia wajib :

  1. menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang dan ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP);
  2. menyetorkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) ke bank persepsi atau Kantor Pos dan Giro, dengan menggunakan Surat Setoran Pajak.
(4)

Penyetoran Pajak Penghasilan Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) dilakukan paling lambat tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya setelah dilakukannya pemotongan pajak

(5) Bendaharawan Pemerintah, Pemegang Kas Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, Perusahaan Perseroan Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai Negeri (Persero Taspen) dan Asuransi Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ASABRI) wajib melaporkan Pajak Penghasilan Pasal 21 yang telah dipotong dan disetor kepada Kantor Pelayanan Pajak, paling lambat tanggal 20 (dua puluh) bulan takwim berikutnya setelah bulan dilakukannya pemotongan pajak.

Pasal 4

(1)

Apabila Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia, dan Pensiunan termasuk janda atau duda dan/atau anak-anaknya menerima atau memperoleh penghasilan lain selain penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1994, maka penghasilan lain tersebut digunggungkan dengan penghasilan berupa gaji kehormatan atau gaji atau uang pensiun, dan tunjangan-tunjangan tetap lainnya yang terkait dengan gaji atau uang pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan.

(2)

Penghasilan berupa honorarium, uang perangsang, uang sidang, dan uang hadir, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat(2)

(3)

tidak digunggungkan dengan penghasilan lainnya dalam menghitung Penghasilan Kena Pajak. Pajak Penghasilan Pasal 21 yang ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat dikreditkan dengan Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh penghasilan yang telah dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

(4)

Pajak Penghasilan Pasal 21 atas honorarium, uang perangsang, uang sidang, dan uang hadir yang telah dipotong Bendaharawan Pemerintah sebesar 15% (lima belas persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) tidak dapat dikreditkan dengan pajak yang terutang atas seluruh penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

Pasal 5

Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan Keputusan ini ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Anggaran baik bersama-sama maupun sendiri-sendiri sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing.

Pasal 6

Dengan berlakunya Keputusan ini, maka Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 897/KMK.04/1985 tanggal 13 November 1985 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Pajak Penghasilan bagi Pejabat Negara, Pegawai Negeri Sipil, Anggota Angkatan Bersenjata Republik Indonesia dan para Pensiunan atas Penghasilan Berupa Gaji, Honorarium, Uang Pensiun, dan Tunjangan-tunjangan Lainnya yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara, dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 50/KMK.04/1994 tanggal 12 Februari 1994 tentang Tidak dilakukannya Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 atas Honorarium, Uang Perangsang, dan Imbalan Lainnya Yang Dibayarkan Kepada Pegawai Negeri Sipil Golongan II/d Ke bawah dan Anggota ABRI yang Berpangkat Pembantu Letnan Satu Ke bawah Yang Dibebankan Kepada Keuangan Negara, dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 7

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1995. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 Desember 1994
MENTERI KEUANGAN,

ttd

MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 636/KMK.04/1994