Resources / Regulation / Keputusan Menteri Keuangan

Keputusan Menteri Keuangan – 92/KMK.05/1997

Menimbang :

bahwa dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang kepabeanan dan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai jo. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Kepabeanan Dan Cukai, dipandang perlu untuk mengatur ketentuan tentang pelaksanaan penyidikan tindak pidana di bidang kepabeanan dan cukai dengan Keputusan Menteri Keuangan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1981 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3209);
  2. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3612);
  3. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai (Lembaran Negara Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3613);
  4. Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (Lembaran Negara Tahun 1983 Nomor 36, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3258);
  5. Peraturan Pemerintah Nomor 55 Tahun 1996 tentang Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Kepabeanan Dan Cukai (Lembaran Negara Tahun 1996 Nomor 85, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3651);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA TENTANG PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA DIBIDANG KEPABEANAN DAN CUKAI

Pasal 1

Dalam Keputusan ini yang dimaksud dengan :

  1. Penyidik adalah Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
  2. Penyidikan adalah serangkaian tindakan Penyidik untuk mencari dan mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang terjadi dan guna menemukan tersangkanya.
  3. Kantor adalah Kantor Direktorat Jenderal Bea dan Cukai di daerah.
  4. Rutan adalah Rumah Tahanan Negara sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 1983 tentang Pelaksanaan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana.
  5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  6. Kawasan Pabean adalah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan.
  7. Tindak pidana adalah tindak pidana di bidang Kepabeanan dan cukai.

Pasal 2

(1)

Pejabat Bea dan Cukai yang mengetahui terjadinya tindak pidana wajib melaporkannya kepada Penyidik di wilayah kerja tempat terjadinya tindak pidana.

(2)

Komandan Patroli Bea dan Cukai melaporkan tindak pidana yang ditemukan oleh kapal patroli Bea dan Cukai kepada Penyidik :

  1. di wilayah kerja terjadinya tindak pidana; atau
  2. di kantor terdekat dengan tempat terjadinya tindak pidana; atau
  3. di pangkalan kapal patroli Bea dan Cukai yang bersangkutan.

Pasal 3

(1)

Penyidik wajib segera melakukan penyidikan terhadap tindak pidana yang terjadi di wilayah kerjanya.

(2)

Dalam hal tindak pidana tidak memungkinkan dilakukannya penyidikan oleh Penyidik karena hambatan geografis, keterbatasan sarana atau tertangkap tangan oleh Pejabat Kepolisian Negara Republik Indonesia untuk barang-barang yang dikeluarkan di luar Kawasan Pabean, penyidikan dilakukan oleh Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Pasal 4

(1)

Atasan Penyidik yang berwenang mengeluarkan Surat Perintah Penyidikan adalah Kepala Kantor selaku Penyidik.

(2)

Dalam hal Kepala Kantor bukan Penyidik, Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan oleh salah satu Penyidik berpangkat tertinggi dengan di ketahui Kepala Kantor.

(3)

Terhadap penyidikan yang dilakukan oleh Penyidik pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, Surat Perintah Penyidikan dikeluarkan oleh Direktur Jenderal atau pejabat yang ditunjuk.

Pasal 5

Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan, Berkas Perkara, dan Pemberitahuan Penghentian Penyidikan disampaikan/diserahkan kepada Penuntut Umum pada Kantor Kejaksaan di wilayah kerja Penyidik.

Pasal 6

Penyidik menghentikan penyidikan terhadap tindak pidana, dalam hal :

  1. tidak terdapat cukup bukti untuk melakukan penyidikan; atau
  2. perkara yang di sidik ternyata bukan merupakan tindak pidana; atau
  3. demi hukum.

Pasal 7

(1)

Tersangka yang ditahan oleh penyidik ditempatkan di Rumah Tahanan Negara.

(2)

Segala biaya yang timbul sebagai akibat daripada penahanan tersangka, dibebankan kepada anggaran Rumah Tahanan Negara.

Pasal 8

Ketentuan teknis yang diperlukan bagi pelaksanaan Keputusan ini diatur lebih lanjut oleh Direktur Jenderal.

Pasal 9

Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 26 Februari 1997
MENTERI KEUANGAN

ttd

MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Keputusan Menteri Keuangan – 92/KMK.05/1997