Resources / Regulation / Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan – 74/PMK.02/2008

Menimbang :

  1. bahwa dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara telah dianggarkan belanja untuk Subsidi Pupuk;
  2. bahwa dalam rangka pelaksanaan penyaluran Subsidi Pupuk diperlukan tata cara penyediaan anggaran, penghitungan, pembayaran dan pertanggungjawabannya;
  3. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Tata Cara Penyediaan Anggaran, Penghitungan, Pembayaran dan Pertanggungjawaban Subsidi Pupuk;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2001 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4286);
  2. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4297);
  3. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355);
  4. Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2004tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan Tanggung Jawab Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 66, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4400);
  5. Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2007tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 133, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4778);
  6. Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 2005 tentang Pendirian, Pengurusan, Pengawasan, dan Pembubaran Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2005 Nomor 117, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4556);
  7. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006tentang Pelaporan Keuangan dan Kinerja Instansi Pemerintah) Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
  8. Keputusan Presiden Nomor 42 Tahun 2002tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2002 Nomor 73; Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4212) sebagaimana telah diubah dengan Keputusan Presiden Nomor 72 Tahun 2004(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 92, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4418);
  9. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;
  10. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 08/PMK.02/2005tentang Pengelolaan Bagian Anggaran Pembiayaan dan Perhitungan;
  11. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 91/PMK.06/2007 tentang Bagan Perkiraan Standar;
  12. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 171/PMK.05/2007 tentang Sistem Akuntansi dan Pelaporan Keuangan Pemerintah Pusat;
  13. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 80/PMK.05/2007tentang Petunjuk Penyusunan dan Penelaahan Rencana Kerja Anggaran Kementerian Negara/Lembaga dan Penyusunan, Penelaahan, Pengesahan dan Pelaksanaan Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran Tahun Anggaran 2008;
  14. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 82/PMK.05/2007tentang Tata Cara Pencairan Dana Atas Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara melalui Rekening Kas Umum Negara;
  15. Keputusan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara Nomor KEP-183/MBU/2003 tentang Komponen Harga Pokok Penjualan Pupuk Bersubsidi;
  16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 76/Permentan/OT.140/12/2007 tentang Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi (HET) Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian Tahun Anggaran 2008;
  17. Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 03/M¬DAG/PER/2/2006 tentang Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi Untuk Sektor Pertanian sebagaimana telah diubah beberapa kali terakhir dengan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 47/M-DAG/PER/11/ 2007;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATACARA PENYEDIAAN ANGGARAN, PENGHITUNGAN, PEMBAYARAN DAN PERTANGGUNGJAWABAN SUBSIDI PUPUK.

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

  1. Produsen Pupuk adalah PT Pupuk Sriwidjaja, PT Pupuk Kujang, PT Pupuk Kalimantan Timur, PT Petrokimia Gresik dan atau PT Pupuk Iskandar Muda.
  2. Lini I sampai dengan Lini IV adalah lokasi gudang pupuk sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Perdagangan yang mengatur mengenai Pengadaan dan Penyaluran Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
  3. Harga Pokok Penjualan yang selanjutnya disingkat HPP adalah biaya pengadaan pupuk bersubsidi oleh Produsen Pupuk dengan komponen biaya sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.
  4. Harga Eceran Tertinggi yang selanjutnya disingkat HET adalah harga tertinggi pupuk di lini IV sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Pertanian.
  5. Volume Penyaluran Pupuk adalah volume pupuk bersubsidi yang disalurkan oleh Produsen Pupuk untuk kegiatan usaha budidaya tanaman kepada Petani, Pekebun, Peternak dan Pembudidaya Ikan atau Udang.
  6. Buletin adalah media cetak internasional yang terbit secara periodik yang antara lain memuat informasi mengenai harga jual pupuk internasional seperti Fertecon, The Market dan The Fertilizer Market Bulletin (FMB) Group.

Pasal 2

(1) Pupuk yang diberi subsidi meliputi pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK dan pupuk organik yang diadakan dan disalurkan untuk kegiatan usaha budidaya tanaman kepada Petani, Pekebun, Peternak dan Pembudidaya Ikan atau Udang sebagaimana dimaksud dalam Peraturan Menteri Pertanian yang mengatur mengenai Kebutuhan dan Harga Eceran Tertinggi Pupuk Bersubsidi untuk Sektor Pertanian.
(2) Pemberian subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat dilaksanakan melalui Produsen Pupuk.

Pasal 3

(1) Subsidi Pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK dan pupuk organik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dihitung dari selisih antara HPP (Rp/Kg) masing-masing jenis pupuk dikurangi HET (Rp/Kg) masing-masing jenis pupuk dikalikan Volume Penyaluran Pupuk (Kg) masing-masing jenis pupuk.
(2) Komponen biaya dalam HPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara sesuai ketentuan yang berlaku.

Pasal 4

(1) Komponen biaya dalam HPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) digunakan sebagai dasar untuk menghitung besarnya HPP sementara dan HPP realisasi.
(2) Besaran HPP sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) digunakan dalam pembayaran sementara Subsidi Pupuk, merupakan besaran HPP :

  1. yang ditetapkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan;
  2. yang digunakan dalam perhitungan besaran Subsidi Pupuk untuk menghasilkan angka Subsidi Pupuk yang ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) atau APBN-Perubahan; atau
  3. berdasarkan hasil audit yang dilakukan oleh instansi yang berwenang melakukan audit sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(3) Data besaran HPP sementara yang digunakan dalam pembayaran sementara Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah data besaran HPP sementara yang paling akhir diterbitkan.
(4) Dalam hal besaran HPP sementara yang ditetapkan oleh Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a lebih tinggi dibandingkan besaran HPP yang ditetapkan dalam APBN atau APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, besaran HPP yang digunakan dalam rangka pelaksanaan pembayaran sementara Subsidi Pupuk adalah besaran HPP yang ditetapkan dalam APBN atau APBN-Perubahan pada tahun anggaran yang bersangkutan.
(5) Besaran HPP realisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah besaran HPP berdasarkan hasil audit dalam rangka penetapan jumlah Subsidi Pupuk bersifat final.

Pasal 5

(1) Dalam perhitungan besaran HPP realisasi oleh auditor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (5), besaran HPP realisasi untuk pupuk produksi sendiri tidak boleh melebihi HPP untuk pupuk yang diimpor.
(2) HPP pupuk impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang digunakan sebagai pembanding HPP realisasi untuk pupuk produksi sendiri, dihitung secara rata-rata tertimbang.
(3) Dalam hal Produsen Pupuk melakukan impor tidak sepanjang tahun, HPP pupuk impor rata-rata tertimbang sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dilengkapi dengan HPP yang memperhitungkan harga pupuk impor yang tercantum dalam Buletin.
(4) Dalam hal Produsen Pupuk tidak melakukan impor, sebagai pembanding HPP realisasi untuk pupuk produksi sendiri adalah HPP yang memperhitungkan harga pupuk impor yang tercantum dalam Buletin.
(5) Dalam hal harga pupuk impor Urea dan ZA tidak terdapat dalam Buletin, sebagai pembanding HPP realisasi untuk pupuk produksi sendiri menggunakan HPP pupuk impor jenis pupuk yang paling dekat/ekivalensi atas pupuk Urea dan ZA.
(6) Dalam hal harga pupuk impor SP-36 dan NPK tidak terdapat dalam Buletin, HPP yang digunakan adalah HPP realisasi untuk pupuk produksi sendiri.

Pasal 6

HPP rata-rata tertimbang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dihitung berdasarkan formula sebagai berikut :

HPP RT= ∑Nn
___
∑Vn

HPP RT = HPP rata-rata tertimbang
∑ Nn = Total jumlah nilai (Rp) berdasarkan hasil perkalian antara HPP impor atau HPP dalam Buletin (Rp) pada periode n dengan Volume Penyaluran Pupuk (Kg) pada periode n
∑ Vn = Total Volume Penyaluran Pupuk (Kg) setahun

Pasal 7

(1) Besaran Subsidi Pupuk dengan menggunakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 disampaikan oleh Menteri Pertanian kepada Menteri Keuangan sebagai usulan dalam rangka persiapan penyusunan Rancangan APBN atau Rancangan APBN-Perubahan.
(2) Dalam menghitung besaran subsidi pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri Pertanian dapat terlebih dahulu meminta pertimbangan dari Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara.

Pasal 8

(1) Penyediaan dana Subsidi Pupuk dianggarkan dalam APBN atau APBN-Perubahan.
(2) Direktur Jenderal Anggaran menerbitkan Surat Penetapan Satuan Anggaran per Satuan Kerja (SP-SAPSK) atas belanja Subsidi Pupuk yang besarnya mengacu pada jumlah pagu Subsidi Pupuk yang tersedia dalam APBN atau APBN-Perubahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
(3) Dalam rangka pelaksanaan anggaran Subsidi Pupuk, Menteri Keuangan selaku Pengguna Anggaran menetapkan Direktur Jenderal Tanaman Pangan Departemen Pertanian selaku Kuasa Pengguna Anggaran.
(4) Atas dasar SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Kuasa Pengguna Anggaran menerbitkan konsep Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) Subsidi Pupuk.
(5) SP-SAPSK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh Direktur Jenderal Tanaman Pangan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan.
(6) Berdasarkan SP-SAPSK dan konsep DIPA sebagaimana dimaksud pada ayat (5), Direktur Jenderal Perbendaharaan menerbitkan Surat Pengesahan DIPA.
(7) DIPA yang telah mendapat pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) merupakan dasar pelaksanaan pembayaran Subsidi Pupuk.

Pasal 9

(1) Direktur Jenderal Tanaman Pangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran menunjuk :

  1. Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Subsidi Pupuk;
  2. Pejabat yang diberi wewenang untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) untuk pembayaran Subsidi Pupuk.
(2) Tembusan surat keputusan penunjukan pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 10

(1) Direksi Produsen Pupuk mengajukan permintaan pembayaran Subsidi Pupuk Urea, ZA, SP-36, NPK dan pupuk organik secara tertulis kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan selaku Kuasa Pengguna Anggaran dengan tembusan kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan secara bulanan.
(2) Permintaan pembayaran Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disertai/dilengkapi dengan data/ dokumen pendukung, paling sedikit terdiri dari :

  1. penyaluran pupuk pada Lini IV yang berupa rekapitulasi penyaluran pupuk bersubsidi pada distributor yang dilampiri dengan laporan bulanan distributor yang menunjukkan penyaluran pupuk ke pengecer sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Perdagangan;
  2. besaran HPP sementara;
  3. dokumen pendukung lainnya sesuai ketentuan yang berlaku, antara lain sample alur penyaluran pupuk bersubsidi sampai dengan Lini IV untuk beberapa kabupaten yang dilengkapi dengan Surat Kesepakatan Jual Beli Pupuk dan/atau Delivery Order Pupuk dan Laporan Bulanan Pengecer sebagaimana ditetapkan oleh Menteri Perdagangan.
(3) Kebenaran data dan kelengkapan dokumen pendukung data sebagaimana dimaksud pada ayat (2), merupakan tanggung jawab Produsen Pupuk yang dinyatakan dalam surat permintaan pembayaran Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Pasal 11

(1) Dalam hal Produsen Pupuk memenuhi kekurangan pasokan dan atau mengganti pupuk bersubsidi di wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran Produsen Pupuk lainnya, permintaan pembayaran subsidi selain dilengkapi dengan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2), juga dilengkapi dengan Surat Penugasan dari Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri-Departemen Perdagangan.
(2) Permintaan pembayaran subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. dalam hal Produsen Pupuk hanya memenuhi kekurangan pasokan dan atau mengganti pupuk bersubsidi tanpa menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut di wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran Produsen Pupuk lainnya, permintaan pembayaran dilakukan oleh Produsen Pupuk lainnya dengan menggunakan HPP sendiri;
  2. dalam hal Produsen Pupuk memenuhi kekurangan pasokan dan atau mengganti pupuk bersubsidi sekaligus menyalurkan pupuk bersubsidi tersebut di wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran Produsen Pupuk lainnya, permintaan dilakukan oleh Produsen Pupuk yang memenuhi kekurangan pasokan dan menyalurkan pupuk bersubsidi dengan menggunakan HPP sendiri;
  3. jumlah Subsidi Pupuk yang dapat dibayarkan atas permintaan sebagaimana dimaksud pada huruf b, dilaksanakan dengan memperhatikan anggaran yang tersedia untuk Produsen Pupuk yang memiliki wilayah tanggung jawab pengadaan dan penyaluran pupuk.

Pasal 12

(1) Berdasarkan permintaan pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dan Pasal 11, Kuasa Pengguna Anggaran melakukan penelitian dan verifikasi atas dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (2) dan Pasal 11 ayat (1).
(2) Untuk pelaksanaan penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kuasa Pengguna Anggaran dapat membentuk tim verifikasi.
(3) Penelitian dan verifikasi dilakukan terhadap kelengkapan dokumen, kesesuaian permintaan pembayaran yang diajukan oleh Produsen Pupuk dengan ketentuan yang berlaku dan memperhatikan ketersediaan pagu anggaran Subsidi Pupuk dalam DIPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8.
(4) Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi yang ditandatangani oleh pihak yang melakukan verifikasi dan pihak yang diverifikasi.
(5) Tata cara dan prosedur verifikasi akan diatur lebih lanjut oleh Kuasa Pengguna Anggaran.

Pasal 13

(1) Berdasarkan Berita Acara Verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (4), Pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan pengujian terhadap permintaan pembayaran dan menandatangani SPM untuk pembayaran Subsidi Pupuk menerbitkan dan menyampaikan SPM kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara selaku Kuasa Bendahara Umum Negara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Berdasarkan SPM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Perbendaharaan cq. Direktur Pengelolaan Kas Negara menerbitkan Surat Perintah Pencairan Dana (SP2D) dalam rangka pelaksanaan pembayaran Subsidi Pupuk.
(3) Tata cara penerbitan SP2D Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 14

(1) Pembayaran Subsidi Pupuk Urea, ZA, SP-3b, NPK dan pupuk organik kepada Produsen Pupuk sebagaimana dimaksud pada Pasa113, dilakukan secara bulanan.
(2) Besarnya subsidi secara bulanan yang dapat dibayarkan adalah sebesar 95% (sembilan puluh lima persen) dari perhitungan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12.

Pasal 15

(1) Terhadap pembayaran bulanan Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Produsen Pupuk dapat mengajukan usulan koreksi setiap akhir triwulan.
(2) Untuk usulan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Produsen Pupuk wajib menyampaikan surat pemberitahuan perhitungan koreksi yang dilengkapi dengan perhitungan realisasi subsidi kepada Direktur Jenderal Tanaman Pangan.
(3) Perhitungan realisasi subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan laporan tertulis mengenai realisasi penyaluran pupuk bersubsidi, realisasi HPP dan sample alur penyaluran pupuk bersubsidi.
(4) Berdasarkan surat pemberitahuan dan perhitungan realisasi subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3), Direktorat Jenderal Tanaman Pangan melakukan penelitian dan verifikasi terhadap realisasi penyaluran pupuk bersubsidi, realisasi HPP, sample alur penyaluran pupuk bersubsidi.
(5) Hasil penelitian dan verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan dalam Berita Acara Verifikasi dan digunakan sebagai dasar koreksi pembayaran Subsidi Pupuk.
(6) Pembayaran koreksi Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilakukan setelah terlebih dahulu mendapatkan persetujuan dari Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran.
(7) Pembayaran koreksi Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (6), merupakan pembayaran 100% (seratus persen).
(8) Pembayaran koreksi Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (7), diperhitungkan pada pembayaran Subsidi Pupuk bulan berikutnya.
(9) Pembayaran koreksi Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud pada ayat (8), dilakukan dengan mekanisme pembayaran Subsidi Pupuk sebagaimana diatur dalam Pasal 13.

Pasal 16

(1) Subsidi Pupuk yang belum dapat dibayarkan sampai dengan akhir Desember 2008, karena dokumen belum dilakukan verifikasi akan ditempatkan pada Rekening Cadangan Subsidi/Public Service Obligation (PSO) sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Penempatan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/Public Service Obligation (PSO) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling tinggi sebesar sisa pagu DIPA untuk belanja Subsidi Pupuk.
(3) Pencairan dana pada Rekening Cadangan Subsidi/Public Service Obligation (PSO) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(4) Apabila sampai dengan batas waktu yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pencairan dana cadangan Subsidi Pupuk tidak dapat dilakukan, maka dana tersebut harus langsung disetorkan ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak.

Pasal 17

(1) Produsen Pupuk menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan anggaran Subsidi Pupuk kepada Kuasa Pengguna Anggaran paling lambat tanggal 20 Pebruari tahun anggaran berikutnya.
(2) Laporan pertanggungjawaban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit meliputi target dan realisasi penyaluran pupuk bersubsidi.

Pasal 18

(1) Kuasa Pengguna Anggaran bertanggung jawab atas penyaluran anggaran Subsidi Pupuk.
(2) Kuasa Pengguna Anggaran cq. pejabat yang diberi kewenangan untuk melakukan tindakan yang mengakibatkan pengeluaran anggaran belanja Subsidi Pupuk wajib menyampaikan Laporan Realisasi Anggaran kepada Menteri Keuangan cq. Direktur Jenderal Anggaran sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditembuskan kepada Menteri Pertanian cq. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
(3) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disertai dengan dokumen pendukung, antara lain salinan SPM dan SM.

Pasal 19

(1) Pembayaran Subsidi Pupuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13, Pasal 15 dan Pasal 17, bersifat sementara.
(2) Besarnya Subsidi Pupuk dalam 1(satu) tahun anggaran secara final ditetapkan berdasarkan laporan hasil audit yang disampaikan oleh auditor kepada Menteri Keuangan.
(3) Auditor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah instansi yang berwenang melakukan audit sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 20

(1) Apabila terdapat selisih kurang pembayaran Subsidi Pupuk antara yang telah dibayar kepada Produsen Pupuk dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), jumlah selisih kurang dimaksud dapat diusulkan oleh Kuasa Pengguna Anggaran kepada Menteri Keuangan untuk dianggarkan dalam APBN tahun anggaran berikutnya atau APBN-Perubahan tahun anggaran berikutnya.
(2) Apabila terdapat selisih lebih pembayaran Subsidi Pupuk antara yang telah dibayar kepada masing-masing Produsen Pupuk dengan hasil audit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (2), Produsen Pupuk harus segera meyetorkan kelebihan pembayaran tersebut ke Kas Negara sebagai Penerimaan Negara Bukan Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 21

Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sepanjang Subsidi Pupuk masih dianggarkan/disediakan dalam APBN atau APBN-Perubahan.

Pasal 22

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 112/PMK.02/2007tentang Tata Cara Penghitungan dan Pembayaran Subsidi Pupuk, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 23

Peraturan Menteri Keuangan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan mempunyai daya laku surut terhitung sejak tanggal 1 Januari 2008.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 9 Mei 2008
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Reading: Peraturan Menteri Keuangan – 74/PMK.02/2008