Resources / Regulation / Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan – 84/PMK.07/2008

Menimbang :

  1. bahwa berdasarkan Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, diatur ketentuan mengenai penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau;
  2. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana, dimaksud dalam huruf a dan dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 66D ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Penggunaan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau dan Sanksi atas Penyalahgunaan Alokasi Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995tentang Cukai (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 76, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3613) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 105, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4755);
  2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGGUNAAN DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU DAN SANKSI ATAS PENYALAHGUNAAN ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU.

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

(1) Dana bagi hasil cukai hasil tembakau dialokasikan dalam undang-undang mengenai Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara dan perubahannya.
(2) Alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada daerah provinsi/kabupaten/kota ditetapkan oleh Menteri Keuangan dalam Peraturan Menteri Keuangan tersendiri.

Pasal 2

(1) Penggunaan dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 66A ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1995 tentang Cukai sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007, digunakan untuk mendanai kegiatan:

  1. peningkatan kualitas bahan baku;
  2. pembinaan industri;
  3. pembinaan lingkungan sosial;
  4. sosialisasi ketentuan di bidang cukai; dan/atau
  5. pemberantasan barang kena cukai ilegal.
(2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing.

BAB II
PENGGUNAAN DANA BAGI
HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU

Bagian Kesatu
Peningkatan Kualitas Bahan Baku

Pasal 3

(1) Peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a digunakan untuk peningkatan kualitas bahan baku industri hasil tembakau yang meliputi:

  1. standardisasi kualitas bahan baku;
  2. pembudidayaan bahan baku dengan kadar nikotin rendah;
  3. pengembangan sarana laboratorium uji dan pengembangan metode pengujian;
  4. penanganan panen dan pascapanen bahan baku; dan/atau
  5. penguatan kelembagaan kelompok petani bahan baku untuk industri hasil tembakau.
(2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan peningkatan kualitas bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing.

Bagian Kedua
Pembinaan Industri

Pasal 4

(1) Pembinaan industri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf b digunakan untuk pembinaan industri hasil tembakau yang meliputi:

  1. pendataan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau (registrasi mesin/peralatan mesin) dan memberikan tanda khusus;
  2. penerapan ketentuan terkait Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI);
  3. pembentukan kawasan industri hasil tembakau;
  4. pemetaan industri hasil tembakau;
  5. kemitraan Usaha Kecil Menengah (UKM) dan usaha besar dalam pengadaan bahan baku;
  6. penguatan kelembagaan asosiasi industri hasil tembakau; dan/atau
  7. pengembangan industri hasil tembakau dengan kadar tar dan nikotin rendah melalui penerapan Good Manufacturing Practises (GMP).
(2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan pembinaan industri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing.

Pasal 5

Pendataan mesin/peralatan mesin produksi (registrasi mesin/peralatan mesin) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a sekurang-kurangnya mencakup data:

  1. jumlah mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau di setiap pabrik atau tempat lainnya;
  2. identitas mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau (merek, type, kapasitas, asal negara pembuat);
  3. identitas kepemilikan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau; dan
  4. perpindahan kepemilikan mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau.

Pasal 6

(1) Pemetaan industri hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf d merupakan bagian dari pembinaan industri berupa kegiatan pengumpulan data yang berkaitan dengan industri hasil tembakau di suatu daerah.
(2) Pemetaan industri hasil tembakau sebagaimana dimaksud pada ayat (1), sekurang-kurangnya meliputi:

  1. nama pabrik, Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC), dan nomor izin usaha industri;
  2. lokasi/alamat pabrik (jalan/desa, kota/kabupaten, dan provinsi);
  3. realisasi produksi;
  4. jumlah tenaga kerja linting/ giling, tenaga kerja pengemasan, dan tenaga kerja lainnya;
  5. realisasi pembayaran cukai;
  6. wilayah pemasaran;
  7. jumlah, merek, type, dan kapasitas mesin/peralatan mesin produksi hasil tembakau;
  8. jumlah alat linting; dan
  9. asal daerah bahan baku (tembakau dan cengkih).
(3) Gubernur/bupati/walikota harus menyusun, mengadministrasikan, dan memutakhirkan database industri hasil tembakau.

Bagian Ketiga
Pembinaan Lingkungan Sosial

Pasal 7

(1) Pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c meliputi:

  1. pembinaan kemampuan dan ketrampilan kerja masyarakat di lingkungan industri hasil tembakau dan/atau daerah penghasil bahan baku industri hasil tembakau;
  2. penerapan manajemen limbah industri hasil tembakau yang mengacu kepada Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL);
  3. penetapan kawasan tanpa asap rokok dan pengadaan tempat khusus untuk merokok di tempat umum; dan/ atau
  4. peningkatan derajat kesehatan masyarakat dengan penyediaan fasilitas perawatan kesehatan bagi penderita akibat dampak asap rokok.
(2) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan pembinaan lingkungan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan prioritas dan karakteristik daerah masing-masing.

Bagian Keempat
Sosialisasi Ketentuan
di Bidang Cukai

Pasal 8

(1) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf d merupakan kegiatan menyampaikan ketentuan di bidang cukai kepada masyarakat yang bertujuan agar masyarakat mengetahui, memahami, dan mematuhi ketentuan di bidang cukai.
(2) Sosialisasi ketentuan di bidang cukai dilaksanakan dalam periode tertentu dan/atau secara insidentil.
(3) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong dan melaksanakan kegiatan sosialisasi ketentuan di bidang cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

Bagian Kelima
Pemberantasan Barang
Kena Cukai Ilegal

Pasal 9

(1) Pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf e meliputi:

  1. pengumpulan informasi hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu di peredaran atau tempat penjualan eceran;
  2. pengumpulan informasi hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai di peredaran atau tempat penjualan eceran; dan
  3. pengumpulan informasi barang kena cukai berupa etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol yang ilegal di peredaran atau tempat penjualan eceran.
(2) Dalam hal pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan indikasi adanya hasil tembakau yang dilekati pita cukai palsu, hasil tembakau yang tidak dilekati pita cukai, atau etil alkohol dan minuman mengandung etil alkohol yang ilegal di peredaran atau tempat penjualan eceran, gubernur/bupati/walikota menyampaikan informasi secara tertulis kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai.
(3) Penyampaian informasi tentang adanya indikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sebagai berikut:

  1. dalam hal pelaksana kegiatan adalah gubernur, informasi disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Direktorat Jenderal Bea dan Cukai setempat; atau
  2. dalam hal pelaksana kegiatan adalah bupati/walikota, informasi disampaikan kepada Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai setempat.
(4) Gubernur/bupati/walikota bertanggung jawab untuk menggerakkan, mendorong, dan melaksanakan kegiatan pemberantasan barang kena cukai ilegal sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

BAB III
RANCANGAN KEGIATAN

Pasal 10

(1) Bupati/walikota membuat dan menyampaikan rancangan program kegiatan dan penganggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 kepada gubernur sebelum tahun anggaran berjalan.
(2) Gubernur membuat dan menyampaikan rancangan program kegiatan dan penganggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan konsolidasi rancangan program kegiatan dari Bupati/Walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dan Menteri Dalam Negeri c.q Direktur Jenderal Bina Administrasi Keuangan Daerah pada awal tahun.

BAB IV
PELAPORAN

Pasal 11

(1) Bupati/walikota membuat laporan alokasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, setiap 6 (enam) bulan kepada Gubernur.
(2) Gubernur membuat laporan alokasi penggunaan dana atas pelaksanaan kegiatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan laporan konsolidasi dan bupati/walikota sebagaimana dimaksud pada ayat (1), setiap 6 (enam) bulan kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri.
(3) Laporan kegiatan disusun dengan menggunakan format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Peraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 12

(1) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. untuk semester pertama paling lambat tanggal 10 Juli, dan
  2. untuk semester kedua paling lambat tanggal 10 Desember.
(2) Penyampaian laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. untuk semester pertama paling lambat tanggal 20 Juli; dan
  2. untuk semester kedua paling lambat tanggal 20 Desember.
(3) Dalam hal tanggal 10 atau tanggal 20 jatuh pada hari libur, batas akhir penyampaian laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2) dilaksanakan pada hari kerja sebelumnya.

BAB V
PEMANTAUAN DAN EVALUASI
ATAS ALOKASI PENGGUNAAN DANA
BAGI HASIL CUKAI HASIL TEMBAKAU

Pasal 13

(1) Menteri Keuangan c.q Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan melaksanakan pemantauan dan evaluasi atas laporan alokasi penggunaan anggaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(2) Dalam melaksanakan kegiatan pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan dapat berkoordinasi dengan instansi/unit terkait.
(3) Pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk membandingkan antara rancangan program kegiatan dan penganggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 dengan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.
(4) Atas hasil pemantauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan menyampaikan laporan dan rekomendasi kepada Menteri Keuangan.
(5) Berdasarkan laporan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Menteri Keuangan dapat:

  1. meminta penjelasan kepada gubernur/bupati/walikota yang bersangkutan dalam hal terjadi indikasi penyalahgunaan alokasi anggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau; dan/ atau
  2. meminta aparat pengawasan fungsional untuk melakukan pemeriksaan dalam hal terjadi indikasi penyimpangan penggunaan anggaran dana bagi hasil cukai hasil tembakau.
(6) Dalam hal hasil pemeriksaan sebagaimana, dimaksud pada ayat (5) huruf b mengindikasikan adanya penyimpangan pelaksanaan, penggunaan dana bagi hasil cukai, indikasi penyimpangan tersebut ditindaklanjuti sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

BAB VI
SANKSI ATAS PENYALAHGUNAAN
ALOKASI DANA BAGI HASIL CUKAI
HASIL TEMBAKAU

Pasal 14

(1) Atas penyalahgunaan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau dapat diberikan sanksi berupa penangguhan sampai dengan penghentian penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang dibuat di Indonesia.
(2) Termasuk dalam kategori menyalahgunakan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau adalah provinsi/kabupaten/kota yang tidak menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11.

Pasal 15

Sanksi berupa penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 dilakukan dalam hal provinsi/kabupaten/kota terindikasi menyalahgunakan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau.

Pasal 16

(1) Dalam hal provinsi/kabupaten/kota tidak terbukti menyalahgunakan alokasi dana bagi hasil cukai hasil tembakau maka sanksi berupa penangguhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 dicabut.
(2) Dana bagi hasil cukai hasil tembakau yang penyalurannya ditangguhkan dapat disalurkan kembali pada periode penyaluran berikutnya sepanjang tidak melampaui tahun anggaran berjalan.

Pasal 17

Sanksi berupa penghentian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:

  1. dalam hal provinsi/kabupaten/kota telah 2 (dua) kali diberikan sanksi berupa penangguhan penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau, maka penyaluran berikutnya dihentikan; atau
  2. dalam hal provinsi/kabupaten/kota terbukti terjadi penyimpangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (6) maka penyaluran dana bagi hasil cukai hasil tembakau berikutnya dihentikan.

BAB VII
KETENTUAN LAIN-LAIN

Pasal 18

Terhadap, penggunaan, pelaporan, serta pemantauan dan evaluasi Dana Alokasi Cukai Hasil Tembakau Tahun Anggaran 2008 berlaku ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini.

BAB VIII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 19

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 2 Juni 2008
MENTERI KEUANGAN

ttd.

SRI MULYANI INDRAWATI

Reading: Peraturan Menteri Keuangan – 84/PMK.07/2008