Resources / Regulation / Peraturan Pemerintah

Peraturan Pemerintah – 33 TAHUN 2005

Menimbang :

bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 83 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, perlu untuk menetapkan Peraturan Pemerintah tentang Tatacara Privatisasi Perusahaan Perseroan (PERSERO);

Mengingat :

  1. Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
  2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 47, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4286);
  3. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2003 Nomor 70, Tambahan Lembaran Negara Nomor 4297);

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TATACARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO).

BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1

Dalam Peraturan Pemerintah ini, yang dimaksud dengan :

  1. Perusahaan Perseroan, yang selanjutnya disebut Persero, adalah Badan Usaha Milik Negara yang berbentuk perseroan terbatas yang modalnya terbagi dalam saham yang seluruh atau paling sedikit 51 (lima puluh satu persen) sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang tujuan utamanya mengejar keuntungan.
  2. Privatisasi adalah penjualan saham Persero, baik sebagian maupun seluruhnya kepada pihak lain dalam rangka meningkatkan kinerja dan nilai perusahaan, memperbesar manfaat bagi negara dan masyarakat, serta memperluas pemilikan saham oleh masyarakat.
  3. Investor adalah mitra strategis dan/atau investor finansial, baik sendiri maupun konsorsium yang berasal dari dalam dan/atau luar negeri yang ikut serta dalam Privatisasi Persero dengan memenuhi syarat yang ditetapkan.
  4. Komite Privatisasi adalah wadah koordinasi yang dibentuk oleh Pemerintah untuk membahas dan memutuskan kebijakan Privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral.
  5. Menteri adalah menteri yang ditunjuk dan/atau diberi kuasa untuk mewakili Pemerintah selaku rapat umum pemegang saham dalam hal seluruh modal Persero dimiliki Negara dan sebagai pemegang saham pada Persero dalam hal sebagian modal Persero dimiliki oleh negara, dengan memperhatikan peraturan perundang-undangan.
  6. Menteri Teknis adalah menteri yang mempunyai kewenangan mengatur kebijakan sektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

Pasal 2

(1) Privatisasi dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Pemerintah ini dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2)

Dalam hal Privatisasi terhadap Persero di mana negara tidak memiliki seluruh saham, disamping memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus pula memperhatikan perjanjian dan/atau kesepakatan dengan pemegang saham lain.

Pasal 3

(1)

Pemerintah dapat melakukan Privatisasi setelah DPR-RI memberikan persetujuan atas RAPBN yang didalamnya terdapat target penerimaan negara dari hasil Privatisasi.

(2)

Rencana privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam program tahunan privatisasi yang pelaksanaannya dikonsultasikan kepada DPR-RI.

(3)

Privatisasi dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip transparansi, kemandirian, akuntabilitas, pertanggungjawaban, kewajaran, dan prinsip harga terbaik dengan memperhatikan kondisi pasar.

Pasal 4

Privatisasi dilakukan terhadap saham milik negara pada Persero dan/atau saham dalam simpanan.

BAB II
CARA PRIVATISASI

Pasal 5

(1) Privatisasi dilakukan dengan cara :
  1. penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal;
  2. penjualan saham secara langsung kepada investor;
  3. Penjualan saham kepada manajemen dan/atau karReplacement Stringan Persero yang bersangkutan.

(2)

Ketentuan lebih lanjut mengenai cara Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 6

Penetapan cara Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) dilakukan berdasarkan pengkajian yang dilakukan oleh Menteri.

BAB III
KRITERIA PERSERO YANG DAPAT DIPRIVATISASI

Pasal 7

Persero yang dapat diprivatisasi harus sekurang-kurangnya memenuhi kriteria:

  1. industri/sektor usahanya kompetitif; atau
  2. industri/sektor usahanya terkait dengan teknologi yang cepat berubah.

Pasal 8

(1)

Sebagian aset atau kegiatan dari Persero yang melaksanakan kewajiban pelayanan umum dan/atau yang berdasarkan undang-undang kegiatan usahanya harus dilakukan oleh Badan Usaha Milik Negara, dapat dipisahkan untuk dijadikan penyertaan dalam pendirian perusahaan untuk selanjutnya apabila diperlukan dapat diprivatisasi.

(2)

Aset atau kegiatan Persero sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah aset atau kegiatan yang bersifat komersial dengan memperhatikan ketent an Pasal 7.

Pasal 9

Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah :

  1. Persero yang bidang usahanya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan hanya boleh dikelola oleh Badan Usaha Milik Negara;
  2. Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara;
  3. Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat.
  4. Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

BAB IV
PROSEDUR PRIVATISASI PERSERO

Bagian Kesatu
Komite Privatisasi

Pasal 10

(1)

Untuk membahas dan memutuskan kebijakan tentang Privatisasi sehubungan dengan kebijakan lintas sektoral, pemerintah membentuk sebuah Komite Privatisasi sebagai wadah koordinasi.

(2)

Komite Privatisasi dipimpin oleh Menteri Koordinator yang membidangi perekonomian dengan anggota- anggotanya yaitu Menteri, Menteri Keuangan, dan Menteri Teknis tempat Persero melakukan kegiatan usaha.

(3) Keanggotaan Komite Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Presiden.

Pasal 11

Komite Privatisasi bertugas untuk :

  1. merumuskan dan menetapkan kebijakan umum dan persyaratan pelaksanaan Privatisasi;
  2. menetapkan langkah-langkah yang diperlukan untuk memperlancar proses Privatisasi Persero;
  3. membahas dan memberikan jalan keluar atas permasalahan strategis yang timbul dalam proses Privatisasi Persero termasuk yang berhubungan dengan kebijakan sektoral Pemerintah.

Bagian Kedua
Program Tahunan Privatisasi

Pasal 12

(1)

Menteri melakukan seleksi dan menetapkan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, serta jenis dan rentangan jumlah saham yang akan dijual.

(2)

Menteri menuangkan hasil seleksi dan rencana Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan, jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam program tahunan Privatisasi.

(3)

Menteri menyampaikan program tahunan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Komite Privatisasi untuk memperoleh arahan dan kepada Menteri Keuangan untuk memperoleh rekomendasi, selambat-lambatnya pada akhir tahun anggaran sebelumnya

(4)

Arahan Komite Privatisasi dan rekomendasi Menteri Keuangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) harus sudah diberikan selambat-lambatnya pada akhir bulan pertama tahun anggaran berjalan.

(5)

Menteri wajib melaksanakan program tahunan Privatisasi dengan berpedoman pada arahan dan rekomendasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3).

(6)

Menteri mensosialisasikan program tahunan Privatisasi.

(7)

Menteri mengkonsultasikan program tahunan Privatisasi kepada DPR-RI.

(8)

Menteri mengambil langkah-langkah yang diperlukan dalam rangka melaksanakan program tahunan Privatisasi.

(9)

Dalam kondisi tertentu Menteri dapat mengusulkan privatisasi yang belum dimasukkan dalam program tahunan privatisasi setelah terlebih dahulu diputuskan oleh Komite Privatisasi dan dikonsultasikan dengan DPR-RI.

(10) Ketentuan lebih lanjut mengenai penyusunan program tahunan Privatisasi diatur dengan Peraturan Menteri.

Bagian Ketiga
Lembaga dan/atau Profesi Penunjang serta Profesi Lainnya

Pasal 13

Pelaksanaan Privatisasi melibatkan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sesuai dengan kebutuhan dan ketentuan yang berlaku.

Pasal 14

(1) Menteri melakukan seleksi terhadap lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13.

(2)

Seleksi dilakukan terhadap paling sedikit 3 (tiga) bakal calon untuk masing-masing lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya.
(3)

Apabila setelah 2 (dua) kali penawaran, bakal calon lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya yang berminat kurang dari 3 (tiga), maka Menteri dapat melakukan penunjukan langsung apabila penawar hanya 1 (satu) bakal calon dan melakukan seleksi apabila penawar hanya 2 (dua) bakal calon.

(4) Untuk sektor usaha tertentu yang memerlukan jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah sebagaimana dimaksud pada ayat (2).
(5)

Ketentuan lebih lanjut mengenai prosedur penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya diatur dengan Peraturan Menteri.

Pasal 15

(1) Penasihat keuangan dilarang merangkap atau memiliki hubungan afiliasi dengan :
  1. penjamin pelaksana emisi dan perantara pedagang efek dalam hal Privatisasi dilakukan dengan cara penawaran umum;
  2. Investor atau perantaranya dalam hal Privatisasi dilakukan dengan cara penjualan saham secara langsung kepada Investor.

(2)

Spesialis industri yang dapat terlibat dalam proses Privatisasi harus mempunyai keahlian teknis dalam bidang usaha Persero yang bersangkutan yang dibuktikan dengan sertifikat atau pengalaman yang telah mendapatkan pengakuan dari lembaga atau asosiasi atau sejenisnya yang berkompeten.

Pasal 16

Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang :

  1. melakukan tugasnya hanya untuk kepentingan pemegang saham Persero dan Persero yang bersangkutan.
  2. menjamin dan menjaga kerahasiaan segala informasi yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan tugasnya yang dituangkan dalam pernyataan tertulis.
  3. menggunakan informasi tersebut hanya untuk pelaksanaan tugasnya dalam proses Privatisasi yang bersangkutan dan tidak menggunakannya untuk kepentingan lain.

Pasal 17

(1)

Lembaga dan/atau profesi penunjang dengan bantuan Persero yang bersangkutan melakukan penelaahan dan pengkajian (due diligence) terhadap perusahaan sesuai dengan bidang profesinya masing-masing.

(2)

Perjanjian dengan lembaga dan/atau profesi penunjang sekurang-kurangnya memuat klausul yang mewajibkan lembaga dan/atau profesi penunjang :
  1. menyusun proyeksi keuangan, penilaian perusahaan dan usulan struktur penjualan serta jumlah saham yang akan dijual;
  2. menyusun persyaratan dan identifikasi calon Investor;
  3. menyiapkan memorandum informasi dan/atau prospektus;
  4. menyusun seluruh dokumen yang diperlukan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;
  5. membantu dalam melakukan negosiasi dengan calon Investor.

Bagian Keempat
Pembiayaan Pelaksanaan Privatisasi

Pasal 18

(1) Biaya pelaksanaan Privatisasi dibebankan pada hasil Privatisasi.

(2)

Biaya pelaksanaan Privatisasi dipergunakan untuk :
a. biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya;
b. biaya operasional Privatisasi.
(3) Apabila Privatisasi tidak dapat dilaksanakan atau ditunda pelaksanaannya, maka pembebanan atas biaya yang telah dikeluarkan di tetapkan oleh RUPS.

Pasal 19

(1) Besarnya biaya privatisasi ditetapkan oleh Menteri.

(2)

Penetapan biaya pelaksanaan Privatisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib memperhatikan prinsip kewajaran, transparansi dan akuntabilitas.

Bagian Kelima
Hasil Privatisasi

Pasal 20

(1) Hasil Privatisasi saham milik negara pada Persero disetorkan langsung ke Kas Negara.

(2)

Hasil Privatisasi saham dalam simpanan disetorkan langsung ke kas Persero yang bersangkutan.
(3) Hasil Privatisasi anak perusahaan Persero sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat ditetapkan sebagai dividen interim Persero yang bersangkutan.

Pasal 21

Hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 merupakan hasil bersih setelah dikurangi dengan biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi.

Pasal 22

(1) Pengadministrasian dan pelaksanaan penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 0 diatur sebagai berikut:
  1. Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan membuka rekening penampungan (escrow account) untuk menampung hasil Privatisasi;
  2. Setelah dikurangi biaya-biaya pelaksanaan Privatisasi, penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera menyetorkan hasil bersih Privatisasi ke Kas Negara dan/atau kas Persero yang bersangkutan;
  3. Penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan wajib segera melaporkan penyetoran hasil Privatisasi sebagaimana dimaksud dalam huruf b kepada Menteri, Menteri Keuangan dan Direksi Persero yang bersangkutan.

(2)

Penghasilan lain yang diperoleh dari rekening penampungan hasil Privatisasi diperhitungkan sebagai hasil Privatisasi
(3) Verifikasi atas biaya dan hasil Privatisasi dilakukan oleh akuntan publik yang ditunjuk oleh Menteri.

BAB V
LAIN-LAIN

Pasal 23

(1)

Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada perseroan terbatas yang sahamnya kurang dari 51 (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Negara Republik Indonesia dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam Pasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.

(2)

Penjualan saham milik Badan Usaha Milik Negara pada perseroan terbatas yang sahamnya paling sedikit 51 (lima puluh satu persen) dimiliki oleh Badan Usaha Milik Negara dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam anggaran dasar dan perjanjian pemegang saham serta memperhatikan prinsip-prinsip yang diatur dalam ketentuan Pasal 3 ayat (2), Pasal 18, Pasal 19 ayat (2), Pasal 20 dan Pasal 21.

(3)

Penjualan saham milik Negara Republik Indonesia pada persero terbuka dilakukan dengan berpedoman pada prinsip-prinsip dan ketentuan di bidang pasar modal.

Pasal 24

(1)

Menteri dapat membatalkan atau menunda penjualan saham Persero apabila situasi dan kondisi ekonomi, politik, keamanan, dan/atau pasar modal tidak menguntungkan.

(2)

Menteri melaporkan kepada Komite Privatisasi atas pembatalan atau penundaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

BAB VI
KETENTUAN PERALIHAN

Pasal 25

Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka;

  1. Rencana privatisasi yang belum disetujui oleh DPR-RI sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini, pelaksanaannya dilakukan setelah memperoleh persetujuan DPR-RI dalam forum konsultasi, sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (7).
  2. Segala peraturan mengenai Privatisasi masih tetap berlaku selama tidak bertentangan atau belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.

BAB VII
KETENTUAN PENUTUP

Pasal 26

Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2005
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,

ttd.

Dr. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO

Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 5 September 2005
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA RI,

ttd.

HAMID AWALUDIN

LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2005 NOMOR 79

PENJELASAN

ATAS
PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 33 TAHUN 2005

TENTANG

TATACARA PRIVATISASI PERUSAHAAN PERSEROAN (PERSERO)

UMUM

Sejalan dengan makin meningkatnya pelaksanaan pembangunan dan hasil-hasil yang dicapai, maka produktivitas dan efisiensi seluruh kekuatan ekonomi nasional perlu ditingkatkan lagi, sehingga peran dan sumbangannya dalam pembangunan dapat memberikan hasil yang optimal bagi peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Salah satu kekuatan ekonomi nasional yang perlu ditingkatkan produktivitas dan efisiensinya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) khususnya Persero.

Untuk dapat mengoptimalkan peranannya dan mampu mempertahankan keberadaannya dalam perkembangan ekonomi dunia yang semakin terbuka dan kompetitif, BUMN perlu menumbuhkan budaya korporasi dan profesionalisme antara lain melalui pembenahan pengurusan dan pengawasannya. Pengurusan dan pengawasan BUMN harus dilakukan berdasarkan prinsip-prinsip tatakelola perusahaan yang baik (good corporate governance). Peningkatan efisiensi dan produktivitas BUMN harus dilakukan melalui langkah-langkah restrukturisasi dan Privatisasi. Restrukturisasi sektoral dilakukan untuk menciptakan iklim usaha yang kondusif sehingga tercapai efisiensi dan pelayanan yang optimal. Sedangkan restrukturisasi perusahaan meliputi penataan kembali bentuk badan usaha, kegiatan usaha, organisasi, manajemen, dan keuangan. Privatisasi bukan semata-mata bermakna sebagai penjualan perusahaan, melainkan menjadi alat dan cara pembenahan BUMN untuk mencapai beberapa sasaran sekaligus, termasuk di dalamnya adalah peningkatan kinerja dan nilai tambah perusahaan, perbaikan struktur keuangan dan manajemen, penciptaan struktur industri yang sehat dan kompetitif, pemberdayaan BUMN yang mampu bersaing dan berorientasi global, penyebaran kepemilikan oleh publik serta pengembangan pasar modal domestik.

Dengan dilakukannya Privatisasi BUMN, bukan berarti kendali atau kedaulatan negara atas BUMN yang bersangkutan menjadi berkurang atau hilang, karena negara tetap menjalankan fungsi penguasaan melalui regulasi sektoral tempat BUMN yang diprivatisasi melaksanakan kegiatan usahanya.

Pentingnya penataan yang berkelanjutan atas pelaksanaan peran BUMN dalam sistem perekonomian nasional, terutama upaya peningkatan kinerja dan nilai (value) perusahaan telah diamanatkan pula oleh Majelis PermusReplacement Stringaratan Rakyat (MPR) melalui Ketetapan MPR Nomor IV/MPR/1999 tentang Garis- garis Besar Haluan Negara Tahun 1999-2004. Ketetapan MPR tersebut menggariskan bahwa BUMN, terutama yang usahanya berkaitan dengan kepentingan umum, perlu terus ditata dan disehatkan melalui restrukturisasi, dan bagi BUMN yang usahanya tidak berkaitan dengan kepentingan umum dan berada dalam sektor yang telah kompetitif didorong untuk Privatisasi.

Sebagai pelaksanaan dari Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, maka Peraturan Pemerintah ini ditetapkan untuk dapat lebih memberikan pedoman bagi pelaksanaan program Privatisasi Persero. Namun demikian dalam melaksanakan program Privatisasi, Pemerintah tidak dapat bertindak sendiri. Terhadap perusahaan yang telah diseleksi dan memenuhi kriteria yang telah ditentukan perlu dikonsultasikan terlebih dahulu kepada DPR-RI. Hal ini perlu dilakukan untuk mengurangi resistensi dari masyarakat luas karena DPR-RI merupakan representasi dari masyarakat Indonesia. Konsultasi kepada Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia dilakukan dengan harapan pelaksanaan Privatisasi dapat dilaksanakan dengan lancar.

Adapun Persero yang dapat diprivatisasi sekurang-kurangnya memenuhi kriteria, yaitu industri/sektor usahanya kompetitif atau industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah. Sedangkan Persero yang tidak dapat diprivatisasi adalah Persero yang bidang usahanya berdasarkan peraturan perundang- undangan hanya boleh dikelola oleh BUMN, Persero yang bergerak di sektor usaha yang berkaitan dengan pertahanan dan keamanan negara, Persero yang bergerak di sektor tertentu yang oleh Pemerintah diberikan tugas khusus untuk melaksanakan kegiatan tertentu yang berkaitan dengan kepentingan masyarakat, dan Persero yang bergerak di bidang usaha sumber daya alam yang secara tegas berdasarkan peraturan perundang-undangan dilarang untuk diprivatisasi.

Peraturan Pemerintah ini hanya mengatur tentang Privatisasi Persero, sepanjang dimungkinkan berdasarkan peraturan perundang-undangan di sektor tempat Persero yang bersangkutan melakukan kegiatan usahanya. Sedangkan Perusahaan Umum (Perum), menurut Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara tidak dimungkinkan untuk diprivatisasi. Persero dapat diprivatisasi karena selain dimungkinkan oleh ketentuan di bidang pasar modal juga karena pada umumnya hanya Persero yang telah bergerak dalam sektor-sektor yang kompetitif. Pelaksanaan Privatisasi senantiasa memperhatikan manfaat bagi rakyat.

Sejalan dengan Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara, Peraturan Pemerintah ini juga menetapkan kriteria Persero apa saja yang dapat diprivatisasi dan Persero apa saja yang tidak dapat diprivatisasi. Selain itu, diatur pula mengenai cara Privatisasi dan prosedur Privatisasi. Dalam rangkaian kegiatan pelaksanaan Privatisasi, Menteri menetapkan program tahunan Privatisasi yang memuat hasil seleksi dan penetapan Persero yang akan diprivatisasi, metode Privatisasi yang akan digunakan dan jenis serta rentangan jumlah saham yang akan dijual. Menteri juga menetapkan lembaga dan/atau profesi penunjang lainnya untuk membantu pelaksanaan Privatisasi. Namun demikian dalam penunjukan lembaga dan/atau profesi penunjang dimaksud dituntut pula keterlibatan aktif manajemen Persero yang terwakili dalam keanggotaan tim Privatisasi.

PASAL DEMI PASAL

Pasal 1 dan Pasal 2

Cukup jelas.

Pasal 3

Ayat (1) dan Ayat (2)

Dalam pengusulan RAPBN kepada DPR-RI, pemerintah menyertakan daftar BUMN yang akan diprivatisasi dalam tahun anggaran yang bersangkutan untuk memenuhi target penerimaan negara dari hasil Privatisasi yang direncanakan dalam RAPBN tersebut. Dengan demikian, persetujuan yang diberikan oleh DPR-RI atas RAPBN dimaksud sudah termasuk didalamnya persetujuan atas rencana privatisasi BUMN-BUMN yang akan dilaksanakan oleh Pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara.

Rencana privatisasi yang telah disetujui DPR-RI tersebut selanjutnya dituangkan dalam program tahunan privatisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 Peraturan Pemerintah ini. Program tahunan privatisasi tersebut dalam pelaksanaannya dikonsultasikan dengan DPR-RI sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 82 Undang-undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara.

Ayat (3)

Yang dimaksud dengan “kondisi pasar” adalah kondisi pasar domestik dan internasional.

Pasal 4

Yang dimaksud dengan “saham dalam simpanan” adalah saham portepel atau saham yang belum dikeluarkan oleh Persero, sedangkan yang dimaksud dengan penjualan saham dalam simpanan termasuk penerbitan obligasi konversi dan efek lain yang bersifat ekuitas.

Pasal 5

Ayat (1)

Huruf a

Yang dimaksud dengan “penjualan saham berdasarkan ketentuan pasar modal” antara lain adalah penjualan saham melalui penawaran umum (Initial Public Offering/go public), penerbitan obligasi konversi, dan efek lain yang bersifat ekuitas. Termasuk dalam pengertian ini adalah penjualan saham kepada mitra strategis (direct placement) bagi Persero yang telah terdaftar di bursa.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “penjualan saham langsung kepada Investor” adalah penjualan saham kepada mitra strategis (directplacement) atau kepada investor lainnya termasuk investor finansial. Cara ini khusus berlaku bagi penjualan saham Persero yang belum terdaftar di bursa.

Huruf c

Yang dimaksud dengan “penjualan saham kepada manajemen (Management Buy Out/MBO) dan/atau karReplacement Stringan (Employee Buy Out/EBO)” adalah penjualan sebagian besar atau seluruh saham langsung kepada manajemen dan/atau karReplacement Stringan Persero yang bersangkutan. Dalam hal manajemen dan/atau karReplacement Stringan tidak dapat membeli sebagian besar atau seluruh saham, maka penawaran kepada manajemen dan/atau karReplacement Stringan dilakukan dengan mempertimbangkan kemampuan mereka. Yang dimaksud dengan manajemen adalah Direksi.

Ayat (2)

Dalam Peraturan Menteri antara lain diatur mengenai kriteria dan cara Privatisasi dengan cara penjualan saham kepada manajemen (MBO) dan/atau karReplacement Stringan (EBO). Bagi Persero yang tidak seluruh sahamnya dimiliki oleh negara, pemberlakuan Peraturan Menteri dimaksud harus ditetapkan/dikukuhkan dalam RUPS.

Pasal 6

Dalam menentukan cara Privatisasi perlu diperhatikan beberapa faktor di antaranya:

    1. berdasarkan hasil kajian, cara yang dipilih adalah yang terbaik;
    2. kondisi pasar modal, terutama dalam rangka menstimulasi pertumbuhan pasar modal
    3. kebutuhan modal Persero dalam rangka meningkatkan perputaran arus kas, modal kerja dan investasi;
    4. prospek usaha Persero
    5. kebutuhan teknologi baru dan keahlian manajemen oleh Persero;
    6. perluasan jaringan usaha Persero;
    7. peningkatan efisiensi dan pelayanan masyarakat;
    8. perluasan kepemilikan saham kepada masyarakat;
    9. peningkatan prestasi kerja manajemen dan karReplacement Stringan;
    10. kemungkinan penjualan kepada karReplacement Stringan dan/atau manajemen;
    11. keperluan dana oleh negara.

Pasal 7

Yang dimaksud dengan “industri/sektor usaha kompetitif” adalah industri/sektor usaha yang pada dasarnya dapat diusahakan oleh siapa saja, seperti BUMN maupun swasta. Dengan kata lain tidak ada peraturan perundang-undangan (kebijakan sektoral) yang melarang swasta melakukan kegiatan di sektor tersebut atau sektor tersebut tidak semata-mata dikhususkan untuk BUMN.

Yang dimaksud dengan “industri/sektor usaha yang unsur teknologinya cepat berubah” adalah industri/sektor usaha kompetitif dengan ciri utama terjadinya perubahan teknologi yang sangat cepat dan memerlukan investasi yang sangat besar untuk mengganti teknologinya tersebut.

Pelaksanaan privatisasi BUMN dengan kriteria tersebut di atas juga harus memperhatikan manfaat eksternalitas dan kinerja dari BUMN yang akan diprivatisasi. BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas rendah dan kinerja rendah dapat dijual atau dilikuidasi. Terhadap BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas rendah tetapi kinerja tinggi, Pemerintah dapat menjual atau mendatangkan investor baru. BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas tinggi dan kinerja tinggi perlu dipertahankan namun Pemerintah tidak perlu memilikinya 100 . Terhadap BUMN yang memiliki manfaat eksternalitas tinggi tetapi kinerja rendah, Pemerintah perlu melakukan upaya pemberdayaan atau revitalisasi untuk meningkatkan kinerja.

Pasal 8

Ayat (1)

Pendirian perusahaan dimaksud adalah pendirian anak perusahaan, dan selanjutnya saham milik Persero pada anak perusahaan tersebut dijual.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 9

Huruf a

Cukup jelas.

Huruf b

Persero yang termasuk dalam kategori ini tidak hanya terbatas pada Persero yang core bussinessnya terkait langsung dengan pertahanan keamanan, namun termasuk Persero Lain yang apabila dijual dapat mempengaruhi kepentingan pertahanan keamanan. Persero kategori ini ditetapkan berdasarkan masukan dari Departemen Pertahanan dan/atau Markas Besar Tentara Nasional Indonesia dan/atau Kepolisian Republik Indonesia.

Huruf c

Persero seperti ini adalah Persero yang kelangsungan hidupnya sangat tergantung pada penugasan Pemerintah tersebut, terutama subsidi Pemerintah.

Huruf d

Cukup jelas

Pasal 10

Ayat (1)

Cukup jelas

Ayat (2)

Menteri Teknis sebagai regulator di sektor tempat Persero melakukan kegiatan usaha, menjadi anggota Komite Privatisasi hanya dalam Privatisasi Persero yang menjalankan usaha di bidang regulasinya.

Ayat (3)

Cukup jelas

Pasal 11

Huruf a

Yang dimaksud dengan “kebijakan umum” adalah rumusan kebijakan yang berkaitan dengan arah dan peranan Privatisasi dalam kerangka ekonomi nasional.

Yang dimaksud dengan “persyaratan pelaksanaan Privatisasi” adalah persyaratan-persyaratan tertentu yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi makro yang perlu diperhatikan oleh Menteri dalam pelaksanaan Privatisasi.

Huruf b

Yang dimaksud dengan “menetapkan langkah-langkah” adalah langkah-langkah yang perlu diambil oleh Komite Privatisasi yang berkaitan dengan penetapan kebijakan umum Privatisasi.

Huruf c

Cukup jelas.

Pasal 12

Ayat (1) dan Ayat (2)

Cukup jelas.

Ayat (3)

Penyampaian program tahunan Privatisasi kepada Menteri Keuangan dapat dilakukan sekaligus dalam kapasitas Menteri Keuangan selaku anggota Komite Privatisasi. Rekomendasi Menteri Keuangan dapat diberikan dalam rapat Komite Privatisasi yang dituangkan dalam keputusan Komite Privatisasi.

Ayat (4)

Dalam hal jangka waktu tersebut tidak dipenuhi, maka Komite Privatisasi dan Menteri Keuangan dianggap menyetujui.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Ayat (6)

Sosialisasi program tahunan Privatisasi dilakukan kepada internal perusahaan, masyarakat, dan stakeholder lainnya, antara lain dengan cara langsung, melalui media cetak, atau media elektronik. Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan sosialisasi dimaksud kepada Direksi Persero.

Ayat (7)

Cukup jelas.

Ayat (8)

Yang dimaksud dengan “langkah-langkah pelaksanaan” antara lain penunjukan profesi dan/ atau lembaga penunjang, penyusunan konsep perjanjian yang diperlukan, konsep perubahan anggaran dasar, rancangan peraturan pemerintah, dan pelaksanaan RUPS. Termasuk dalam “langkah-langkah pelaksanaan”, apabila dipandang perlu, Menteri dapat membentuk Tim Privatisasi.

Ayat (9)

Yang dimaksud dengan “kondisi tertentu” adalah adanya perubahan situasi perekonomian yang fundamental, dan kondisi pasar yang kurang mendukung terhadap Persero yang telah diprogramkan dalam rencana tahunan Privatisasi, sementara kebutuhan pemenuhan APBN sangat mendesak.

Ayat (10)

Cukup jelas.

Pasal 13

Lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat ini, dapat terdiri atas: penjamin pelaksana emisi, akuntan publik, konsultan hukum, penilai, notaris, biro administrasi efek, penasihat keuangan, spesialis industri, public relation agency, dan perusahaan percetakan.

Pasal 14

Ayat (1)

Dalam hal dibentuk Tim Privatisasi, Menteri dapat mendelegasikan pelaksanaan seleksi lembaga dan atau profesi penunjang serta profesi lainnya tersebut kepada Tim Privatisasi.

Ayat (2) dan Ayat (3)

Cukup jelas.

Ayat (4)

Untuk jasa spesialis industri dikecualikan dari ketentuan jumlah peserta seleksi karena sifatnya yang khusus dan keberadaanya terbatas. Spesialis industri tersebut. antara lain competent person di bidang pertambangan dan traffic forecaster di bidang kebandarudaraan.

Ayat (5)

Cukup jelas.

Pasal 15

Ayat (1)

Larangan ini dimaksudkan agar penasihat keuangan tetap independen dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pengambilan keputusan secara profesional. Yang dimaksud dengan “memiliki hubungan afiliasi” adalah hubungan yang timbul akibat adanya kepentingan yang sama dari beberapa pihak yang dapat merugikan proses Privatisasi itu sendiri.

Ayat (2)

Cukup jelas.

Pasal 16 dan Pasal 17

Cukup jelas.

Pasal 18

Ayat (1)

Mengingat hasil Privatisasi diperoleh setelah Privatisasi dilaksanakan, maka kebutuhan biaya Privatisasi dapat ditanggung terlebih dahulu oleh Persero yang bersangkutan yang kemudian diganti setelah Privatisasi dilaksanakan. Penetapan biaya Privatisasi dilakukan dengan memperhatikan pula market practice yang berlaku pada sektor tempat Persero dimaksud melakukan kegiatan usaha.

Ayat (2)

Huruf a

Yang termasuk “biaya lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya” adalah fee serta out of pocket expenses/OPE lembaga dan/atau profesi tersebut.

Huruf b

Yang termasuk “biaya operasional Privatisasi” adalah biaya sosialisasi dan honorarium Tim Privatisasi (apabila dibentuk).

Ayat (3)

Dalam hal rencana Privatisasi yang ditunda atau yang tidak dapat dilaksanakan adalah rencana privatisasi terhadap saham milik negara, maka biaya yang telah dikeluarkan dapat ditetapkan oleh RUPS untuk dibebankan/dibiayakan kepada perusahaan.

Pasal 19

Pengeluaran yang merupakan biaya privatisasi dilakukan secara efisien dengan tetap mempertimbangkan kepentingan lembaga dan/atau profesi penunjang serta profesi lainnya yang diikutsertakan. Dalam hal dibentuk Tim Privatisasi oleh Menteri maka Tim Privatisasi dapat mengusulkan besarnya biaya privatisasi yang akan ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 20 dan Pasal 21

Cukup jelas.

Pasal 22

Ayat (1)

Huruf a

Pembukaan rekening penampungan (escrow account) oleh penjamin pelaksana emisi dilakukan dalam hal Privatisasi dengan cara Initial Public Offering/IPO, sedangkan pembukaan rekening penampungan (escrow account) oleh penasihat keuangan dilakukan dalam hal Privatisasi dengan cara strategic sales, MBO dan/atau EBO.

Huruf b

Dengan pengaturan ini, maka segala administrasi keuangan yang berhubungan dengan Privatisasi diselesaikan oleh penjamin pelaksana emisi atau penasihat keuangan, termasuk pemotongan dan pembayaran pajak, dan penugasan tersebut dituangkan dengan jelas dalam perjanjian.

Huruf c

Dalam laporan harus diinformasikan mengenai waktu hasil Privatisasi diterima, biaya pelaksanaan Privatisasi dan waktu pengeluarannya, mutasi lainnya jika ada dan jumlah hasil netto yang disetorkan serta waktu penyetorannya.

Ayat (2)

Yang dimaksud dengan “penghasilan lain” antara lain berupa bunga atau denda.

Ayat (3)

Cukup jelas.

Pasal 23

Cukup jelas.

Pasal 24

Ayat (1)

Cukup jelas.

Ayat (2)

Pembatalan atau penundaan penjualan saham Persero cukup dilaporkan oleh Menteri kepada Komite Privatisasi dengan pertimbangan bahwa dalam pelaksanaan Privatisasi, Menteri membutuhkan fleksibilitas agar mampu melakukan tindakan yang cepat dan tepat sehingga tidak kehilangan momentum. Laporan tersebut diperlukan mengingat Persero yang dibatalkan atau ditunda penjualan sahamnya tersebut sebelumnya telah memperoleh arahan dari Komite Privatisasi.

Pasal 25

Angka 1

Yang dimaksud dengan “disetujui oleh DPR-RI” dalam ketentuan ini adalah persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3.

Ketentuan ini diperlukan untuk menjembatani rencana privatisasi BUMN yang belum dimasukkan dalam APBN Tahun 2005.

Angka 2

Cukup jelas.

Pasal 26

Cukup jelas

TAMBAHAN LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA NOMOR 4528

Reading: Peraturan Pemerintah – 33 TAHUN 2005