Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 18/PJ.51/2000

Dalam rangka lebih meningkatkan dan memperlancar pelaksanaan pengenaan PPn BM atas penyerahan Kendaraan Bermotor dan pelaksanaan pemberian restitusi atas PPn BM yang terlanjur di pungut sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 tanggal 2 November 1999, dipandang perlu melakukan penyempurnaan atas Surat Edaran dimaksud. Pokok-pokok penyempurnaan Surat Edaran ini adalah :

  1. Pemungutan PPn BM atas penyerahan kendaraan hasil perakitan dari kendaraan bermotor yang diimpor dalam keadaan terurai (CKD) oleh Non-ATPM/Non-Industri Perakitan dan kendaraan angkutan orang atau van hasil pengubahan dari kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang oleh Industri Perakitan/Karoseri kepada Non-ATPM/Non-Industri Perakitan, yang menurut Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 dilakukan oleh industri Perakitan atau Perusahaan Karoseri dilakukan penyesuaian.
  2. Disamping itu diberikan petunjuk tentang tatacara restitusi atas PPn BM yang terlanjur dipungut atas pembelian kendaraan angkutan umum oleh pembeli kendaraan.

Sehubungan dengan hal-hal tersebut, beberapa ketentuan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 tanggal 2 November 1999 diubah dan disempurnakan, yaitu sebagai berikut :

  1. Saat Terutang, Pemungut dan Dasar Pengenaan Pajak PPn BM. Ketentuan mengenai saat terutangnya, Pemungut dan Dasar Pengenaan Pajak PPn BM sebagaimana dimaksud dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 diubah dan disempurnakan sehingga menjadi sebagai berikut :

    1. Atas impor kendaraan dalam bentuk CBU.
      Saat terutangnya PPn BM atas impor kendaraan dalam bentuk CBU adalah saat Barang Kena Pajak tersebut dimasukkan kedalam Daerah Pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan Pabean, sedangkan saat pemungutan pajaknya adalah bersamaan dengan saat pemungutan Bea Masuk. Dengan demikian atas impor kendaraan bermotor dalam bentuk CBU yang memungut PPn BM adalah Jenderal Bea dan Cukai. Dasar Pengenaan Pajak yang digunakan untuk menghitung PPn BM terutang adalah sebesar nilai impor yang di pakai sebagai dasar penghitungan Bea Masuk, ditambah Bea Masuk dan pungutan lainnya yang dikenakan berdasarkan ketentuan perundang-undangan Pabean yang berlaku.

    2. Atas penyerahan kendaraan bermotor hasil rakitan eks impor dalam bentuk terurai (CKD).

      1)

      Pemungutan PPn BM dilakukan pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil rakitan tersebut dari pihak yang melakukan perakitan atau yang menyuruh melakukan perakitan kepada pembeli selanjutnya, dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual yang diminta atau seharusnya diminta.

      2)

      Apabila Pihak yang menyuruh melakukan perakitan tersebut adalah pihak lain selain Distributor Utama, Dealer/cabang, Sub-dealer/Showroom kendaraan bermotor, maka PPn BM dipungut oleh Industri Perakitan/Karoseri pada saat penyerahan kendaraan hasil rakitan tersebut dari Industri Perakitan/Karoseri kepada pihak yang menyuruhnya dengan Dasar Pengenaan pajak sebesar Nilai CIF kendaraan bermotor dalam bentuk terurai (CKD) ditambah biaya perakitan yang diminta atau seharusnya diminta.

    3. Atas penyerahan kendaraan bermotor yang diubah dari kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang.
      Kendaraan sasis atau kendaraan angkutan barang yang diubah menjadi kendaraan bermotor jenis angkutan orang atau van oleh Industri Perakitan/Karoseri, maka atas penyerahan kendaraan bermotor jenis angkutan orang dan van tersebut terutang PPn BM.

      1)

      Pemungutan PPn BM dilakukan pada saat penyerahan kendaraan bermotor hasil pengubahan tersebut dari pihak yang melakukan atau yang menyuruh melakukan pengubahan kepada pembeli selanjutnya dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga jual yang diminta atau seharusnya diminta.

      2) Apabila pihak yang menyuruh melakukan pengubahan tersebut adalah pihak lain selain Distributor Utama, Dealer/cabang, Sub-dealer/Showroom kendaraan bermotor, maka PPn BM dipungut oleh perusahaan pengubah/Karoseri pada saat penyerahan kendaraan hasil pengubahan tersebut dari perusahaan pengubah/Karoseri kepada pihak yang menyuruhnya dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar harga kendaraan sasis/angkutan barang yang dibayar oleh pihak yang menyuruh melakukan pengubahan pada saat pembelian kendaraan sasis/angkutan barang ditambah dengan biaya perakitan yang diminta atau seharusnya diminta.
  2. Berkenaan dengan penyerahan kendaraan bermotor untuk angkutan yang sudah dipungut PPn BM sebelum mendapatkan SKB PPn BM.
    Kepada pengusaha angkutan umum yang telah dipungut PPn BM atas pembelian kendaraan bermotor sebelum/tanpa mendapatkan Surat Keterangan Bebas (SKB) PPn BM, tetap dapat mengajukan restitusi kelebihan pembayarannya dengan cara mengajukan permohonan restitusi kepada Kepala Kantor Pelayanan Pajak ditempat pemilik kendaraan berdomisili dengan dilengkapi dokumen-dokumen sebagai berikut :
    1. Foto copy kartu NPWP (Nomor Pokok Wajib Pajak) dan/atau foto copySurat Pengukuhan sebagai PKP;
    2. Foto copy Faktur Pajak yang diterbitkan oleh Pabrikan atau ATPM Kepada Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur;
    3. Foto copy STNK (Surat Tanda Nomor Kendaraan) yang menyatakan kendaraan bermotor tersebut untuk angkutan umum (plat dasar kuning) dan/atau Surat Tanda Uji Kendaraan dari DLLAJR yang menyatakan kendaraan bermotor tersebut untuk angkutan barang;
    4. Asli faktur penjualan dari Dealer atau Distributor atau Agen atau Penyalur yang didalamnya dicantumkan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang dikenakan oleh ATPM atau Pabrikan kepada Dealar atau Distributor atau Agen atau Penyalur dan kemudian dilimpahkan kepada pembeli;
    5. Asli bukti pungutan PPn BM;
    6. Ijin Usaha dan Ijin Trayek yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang untuk kendaraan angkutan umum;
    7. Surat Pernyataan yang menyatakan bahwa kendaraan dimaksud tidak akan diubah penggunaannya dan apabila ternyata diubah bersedia dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
  3. Batas waktu pengajuan permohonan pengembalian (restitusi) PPn BM.
    Pengajuan pengembalian atau restitusi PPn BM harus dilakukan paling lambat 12 bulan setelah penyerahan kendaraan bermotor kepada pembeli. Untuk menentukan saat penyerahan dimaksud hendaknya berpedoman pada Bukti Tanda Terima penyerahan kendaraan kepada pembeli.
    Contoh :
    Penyerahan kendaraan bermotor oleh Dealer “A” kepada PO “B” dilakukan tanggal 15 Mei 2000, maka batas akhir pengajuan permohonan pengembalian PPn BM adalah tanggal 14 Mei 2001.

  4. Penerbitan SKB PPn BM.
    1. SKB PPn BM diberikan kepada pengusaha angkutan umum yang mengajukan permohonan sebelum pemungutan PPn BM dilaksanakan terhadap pengusaha tersebut.
    2. SKB PPn BM tidak diberikan kepada pemohon yang dalam perolehan/pembelian kendaraan bermotornya telah dipungut PPn BM.
    3. Terhadap pengusaha angkutan umum yang telah dipungut PPn BM tersebut dapat mengajukan restitusi sebagaimana diatur pada butir 2 di atas.
    4. Untuk penyeragaman permohonan dan penerbitan SKB PPn BM, harap menggunakan formulir yang ada dalam Lampiran Surat Edaran ini.
  5. Ketentuan pemungutan PPn BM sebagaimana dimaksud pada butir 1 di atas mulai berlaku sejak tanggal 1 Juli 2000.
  1. Untuk pemungutan PPn BM selama masa transisi yaitu sejak berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 tanggal 2 November 1999 sampai dengan tanggal 1 Juli 2000 diberikan penegasan sebagai berikut :
    1. Ketentuan pemungutan PPn BM selama masa transisi yaitu sejak berlakunya Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-17/PJ.51/1999 harus tetap dilaksanakan sebagaimana mestinya.
    2. Atas penyerahan kendaraan bermotor dari Karoseri kepada Non-ATPM/Non-Industri Perakitan yang digunakan sebagai kendaraan angkutan umum tidak perlu dipungut PPn BM sepanjang kendaraan bermotor tersebut memang digunakan untuk kendaraan angkutan umum dan pembeli harus menunjukkan SKB PPn BM yang diterbitkan oleh Direktorat Jenderal Pajak.

Demikian untuk dilaksanakan dan disebarluaskan kepada masyarakat/Wajib Pajak dalam wilayah kerja Saudara masing-masing. Untuk memudahkan penggunaan Surat Edaran ini, dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran ini disatukan dengan Surat Edaran Nomor SE-17/PJ.51/1999.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

MACHFUD SIDIK

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 18/PJ.51/2000