Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 26/PJ.53/2000

Sehubungan dengan penerapan Pasal II huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 yang mengatur batas akhir fasilitas Penundaan Pembayaran PPN dan PPnBM yang telah diberikan sebelum 1 Januari 1995 dan kaitannya dengan Penundaan Pembayaran PPN atas Jasa Pencarian Sumber dan Pemboran Minyak Bumi, Gas Bumi
dan Panas Bumi yang diserahkan kepada PERTAMINA, Kontraktor Production Sharing (KPS), Kontraktor Kontrak Operasi Bersama (KOB) dan Pemegang Ijin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang belum berproduksi, dengan ini ditegaskan hal-hal sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1989 dan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 572/KMK.01/1989, kepada Kontraktor Production Sharing (KPS) di bidang minyak bumi dan Kontraktor Kontrak Operasi Bersama (KOB) di bidang panas bumi yang belum menghasilkan produksi, diberikan Penundaan Pembayaran PPN atas perolehan Jasa Pencarian Sumber-sumber dan Jasa Pengeboran Minyak, Gas Bumi dan Panas Bumi.
    Dalam Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1991, fasilitas Penundaan Pembayaran PPN diberikan kepada Pertamina, Kontraktor Kontrak Operasi Bersama dan pemegang ijin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang belum berproduksi atas perolehan jasa dalam eksplorasi dan eksploitasi sumber daya panas bumi.
    Dalam kedua Keputusan Presiden tersebut dinyatakan bahwa Penundaan Pembayaran PPN tersebut diberikan sampai dengan saat mulai berproduksi dan sudah ada penyetoran hasil usaha yang merupakan bagian Pemerintah Indonesia.
    Dalam Pasal 5 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 572/KMK.01/1989 tanggal 25 Mei 1989, dinyatakan atas penyerahan jasa yang Pajak Pertambahan Nilainya ditunda, PERTAMINA menerbitkan rekomendasi Penundaan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai.
    Dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tanggal 13 Juli 1992, dinyatakan untuk mendapatkan Penundaan Pembayaran Pajak Pertambahan Nilai, Pengusaha mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak disertai rekomendasi dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi.

  2. Dalam kenyataannya dapat terjadi fasilitas Penundaan Pembayaran PPN tersebut dituangkan dalam Kontrak Production Sharing dan Kontrak Operasi Bersama antara Pemerintah dengan perusahaan asing yang secara hukum diperlakukan sama dengan Undang-Undang (lex specialis).
    Namun demikian terdapat pula fasilitas Penundaan Pembayaran PPN yang tidak dituangkan dalam Kontrak-kontrak dimaksud.

  3. Dalam rangka penerbitan fasilitas PPN/PPnBM, dalam perubahan Undang-Undang PPN pada
    tahun 1994 ditetapkan Pasal II huruf a yang mengatur bahwa Penundaan Pembayaran PPN dan PPnBM yang telah diberikan sebelum berlakunya Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 akan berakhir sesuai dengan jangka waktu penundaan yang telah diberikan, paling lambat tanggal 31 Desember 1999.

  4. Sehubungan dengan ketentuan diatas, Direktur Jenderal Pajak dengan Surat Edaran Nomor SE-20/PJ.531/1999 tanggal 1 Desember 1999 menegaskan bahwa bagi KPS/KOB yang telah memperoleh fasilitas Penundaan Pembayaran PPN namun sampai dengan tanggal 31 Desember 1999 belum berproduksi, maka penundaan itu secara otomatis berakhir pada tanggal 31 Desember 1999, sehingga PPN yang terutang harus dibayar.

  5. Dalam Pasal 25 Keputusan Presiden Nomor 76 Tahun 2000 dinyatakan Kontrak Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi dan atau Kontrak Kerja Sama Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang telah ditandatangani sebelum tanggal 31 Mei 2000, tetap berlaku, dan tetap dikenakan peraturan perpajakan berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 49 Tahun 1991 sampai Kontrak Kerja Sama yang bersangkutan berakhir, sepanjang tidak ditetapkan lain berdasarkan hasil negoisasi ulang kontrak oleh Tim Restrukturisasi dan Rehabilitasi PT. (PERSERO) Perusahaan Listrik Negara sesuai Keputusan Presiden Nomor 166 Tahun 1999 tentang Tim Restrukturisasi dan rehabilitasi PT. (PERSERO) Perusahaan Listrik Negara.

  6. Memperhatikan ketentuan pada butir 1 sampai dengan 5 tersebut diatas, dipandang perlu menyempurnakan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-20/PJ.531/1999 tanggal 1 Desember 1999 sehingga perlakuan fasilitas Penundaan Pembayaran PPN atas penyerahan Jasa Pencarian Sumber dan Pemboran Minyak Bumi, Gas Bumi dan Panas Bumi bagi PERTAMINA, KPS, KOB dan Pemegang Ijin Pengusahaan Sumber Daya Panas Bumi yang belum berproduksi diberikan penegasan sebagai berikut :

    1. Pasal II huruf a Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 diterapkan terhadap Kontraktor KPS/KOB yang didalam kontraknya tidak diatur penundaan pembayaran PPN.

    2. Bagi Kontraktor KPS/KOB yang kontraknya mengatur penundaan pembayaran PPN dan ditandatangani sebelum 31 Mei 2000, berlaku Pasal II huruf b Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1994 sepanjang telah memenuhi persyaratan dalam ketentuan pemberian fasilitas penundaan pembayaran PPN yang ditunjuk sebagai dasar, antara lain telah memperoleh rekomendasi dari Pertamina sesuai Pasal 5 ayat (2)Keputusan Menteri Keuangan Nomor 572/KMK.01/1989 tanggal 25 Mei 1989 dan telah mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak disertai dengan surat rekomendasi dari Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi sebagaimana diatur dalam Pasal 7 ayat (2) Keputusan Menteri Keuangan Nomor 766/KMK.04/1992 tanggal 13 Juli 1992.

    3. Atas SKPKB yang telah diterbitkan oleh KPP Badora yang tidak sesuai dengan ketentuan sebagaimana tersebut pada huruf b dapat diajukan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994.

    4. Atas SKPKB yang telah diajukan keberatannya oleh Kontraktor KPS/KOB kepada KPP BADORA dan telah diputus ditolak, berdasarkan Pasal 27 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1994 dapat diajukan banding kepada Badan Penyelesaian Sengketa Pajak (BPSP).

    5. Apabila permohonan Banding yang diajukan kepada BPSP tidak dapat diterima karena tidak memenuhi ketentuan formal Pasal 34 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 1997 tentang Badan Penyelesaian Sengketa Pajak, maka Wajib Pajak dapat mohon peninjauan kembali atas Keputusan Keberatan dengan tetap memperhatikan ketentuan huruf a dan huruf b. Khusus untuk penyelesaian keberatan/peninjauan kembali atas Surat Ketetapan Pajak yang diterbitkan terhadap KPS/KOB yang sudah terminasi (mengembalikan wilayah kerjanya kepada PERTAMINA), tagihan pajak agar tetap diperhitungkan sampai ada keputusan lebih lanjut.

    6. SKPKB yang sedang diproses Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali, penagihannya ditunda sampai Keputusan Keberatan/Putusan Banding/Keputusan Peninjauan Kembali diterbitkan.

    7. Dalam hal permohonan Keberatan/Banding/Peninjauan Kembali Wajib Pajak diterima sebagian atau ditolak, maka Wajib Pajak harus membayar utang pajaknya selambat-lambatnya 2 (dua) minggu setelah Keputusan Keberatan/Putusan Banding/Keputusan Peninjauan Kembali diterbitkan beserta sanksi administrasi sesuai ketentuan yang berlaku

  7. Dengan berlakunya Surat Edaran ini, maka penegasan dalam Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-20/PJ.531/1999 tanggal 1 Desember 1999 sepanjang yang bertentangan dengan Surat Edaran ini dinyatakan tidak berlaku.

Demikian untuk mendapat perhatian dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

MACHFUD SIDIK

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 26/PJ.53/2000