Resources / Regulation

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 31/PJ.4/1995

Sehubungan dengan telah ditetapkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor: 603/KMK.04/1994 tanggal 21 Desember 1994 tentang Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan yang harus dibayar sendiri Bagi Wajib Pajak Baru, Bank, Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), untuk kelancaran pelaksanaan ketentuan tersebut bersama ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Wajib Pajak Baru.
    1. Wajib Pajak baru adalah Wajib Pajak yang baru terdaftar dan diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam tahun pajak berjalan, termasuk Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan diberikan NPWP secara jabatan.
    2. Besarnya PPh Pasal 25 yang harus dibayar sendiri oleh Wajib Pajak yaitu 10% (sepuluh persen) dari penghasilan neto sebulan yang disetahunkan dibagi 12 (dua belas). Besarnya PPh Pasal 25 dihitung untuk setiap bulan dalam tahun pajak bersangkutan. Apabila Wajib Pajak baru tersebut adalah Wajib Pajak orang pribadi maka jumlah penghasilan netto yang disetahunkan dikurangi terlebih dahulu dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
    3. Besarnya penghasilan netto setiap bulan dihitung berdasarkan Pembukuan Wajib Pajak baru tersebut. Namun dalam hal Wajib Pajak baru tersebut menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto atau menyelenggarakan pembukuan tetapi dari pembukuannya tidak dapat dihitung besarnya penghasilan netto, maka besarnya penghasilan netto dihitung berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Netto.
    4. Contoh penghitungan besarnya PPh Pasal 25 :
    5. d.1

      Wajib Pajak yang menyelenggarakan pembukuan. PT. A terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP B tanggal 1 Februari 1995. Peredaran atau penerimaan bruto menurut pembukuan dalam bulan Februari1995 sebesar Rp. 75.000.000,00 dan penghasilan netto dapat dihitung berdasarkan pembukuan sebesar Rp. 7.500.000,00 Besarnya PPh pasal 25 bulan Februari 1995 sebagai berikut :

      • penghasilan netto bulan Februari 1995 Rp. 7.500.000,00
      • penghasilan netto disetahunkan Rp. 90.000.000,00
      • dasar penghitungan PPh Pasal 25 (10%) Rp. 9.000.000,00
      • besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Februari 1995 = 1/12xRp.9.000.000,00 = Rp. 750.000,00
      d.2

      Wajib Pajak yang tidak menyelenggarakan pembukuan.Wajib Pajak orang pribadi C terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP B sejak tanggal 1 Mei 1995 dengan status kawin dengan 3 anak (K/3). Peredaran penerimaan bruto menurut catatan harian bulan Mei 1995 sebesar Rp. 8.340.000,00. Persentase Norma Penghitungan sesuai dengan jenis usaha Wajib Pajak C misalnya 10%. Besarnya PPh Pasal 25 bulan Mei 1995 sebagai berikut :

      • peredaran bruto bulan Mei 1995 Rp. 8.340.000,00
      • penghasilan netto bulan Mei 1995 = 10% x Rp. 8.340.000,00 = Rp. 834.000,00
      • penghasilan netto disetahunkan Rp. 10.008.000,00
      • PTKP (K/3) Rp. 5.184.000,00
      • penghasilan netto setelah dikurangi PTKP Rp. 4.824.000,00
      • Dasar penghitungan PPh Pasal 25 (10%) Rp. 482.400,00
      • Besarnya angsuran PPh Pasal 25 bulan Mei 1995 = 1/12xRp.482.400,- = Rp. 40.200,00

  2. Wajib Pajak Bank dan Wajib Pajak Sewa Guna Usaha dengan Hak Opsi.
    1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagai Wajib Pajak bank dan Wajib Pajak sewa guna usaha dengan hak opsi adalah sebesar jumlah PPh yang terutang berdasarkan laporan keuangan triwulan terakhir yang disetahunkan dibagi 12 (dua belas).
    2. Dalam hal Wajib Pajak bank dan Wajib Pajak sewa guna usaha dengan hak opsi tersebut adalah Wajib Pajak baru maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 tidak dihitung sebagaimana halnya Wajib Pajak baru sebagaimana dimaksud pada angka 1 di atas, tetapi dihitung berdasarkan perkiraan perhitungan rugi laba triwulan pertama yang disetahunkan dibagi 12 (dua belas).
    3. Contoh penghitungan besarnya PPh Pasal 25 : Bank A berdiri dan terdaftar sebagai Wajib Pajak pada KPP B sejak tanggal 1 April 1996. Dalam Perkiraan Laporan Keuangan Triwulan April s/d Juli 1996 menunjukkan penghasilan netto sebesar Rp. 80.000.000,00. Besarnya PPh Pasal 25 masing-masing untuk bulan April, Mei dan Juni 1996 sebagai berikut :
      • perkiraan penghasilan netto triwulan yang disetahunkan = 4 x Rp.80.000.000,00 = Rp.320.000.000,00
      • PPh terutang berdasarkan tarif Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 :
        10% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 2.500.000,00
        15% x Rp. 25.000.000,00 = Rp. 3.750.000,00
        30% x Rp.270.000.000,00 = Rp. 81.000.000,00
        Rp. 87.250.000,00
      • Besarnya PPh Pasal 25 masing-masing untuk bulan April, Mei dan Juni 1996 =
        1/12 x Rp. 87.250.000,00 = Rp. 7.270.833,00
  1. Wajib Pajak Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD)
    1. Besarnya angsuran PPh Pasal 25 setiap bulan bagi Wajib Pajak BUMN dan BUMD adalah sebesar jumlah PPh yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak (PKP) berdasarkan Rencana Kerja dan Anggaran Pendapatan (RKAP) tahun pajak yang bersangkutan yang telah disahkan, dikurangi dengan kredit pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22, Pasal 23 dan Pasal 24 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 untuk tahun pajak sebelumnya, dibagi 12 (dua belas).
    2. Dalam hal RKAP belum disahkan, besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung sebesar angsuran PPh Pasal 25 bulan terakhir tahun pajak sebelumnya setelah RKAP disahkan maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung dengan cara sebagaimana dimaksud pada huruf a mulai bulan awal tahun pajak yang bersangkutan.
    3. Apabila dalam tahun pajak yang bersangkutan terdapat sisa kerugian yang masih dapat di kompensasikan, maka dasar penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 25 adalah Pajak Penghasilan yang terutang atas Penghasilan Kena Pajak yang dihitung dari penghasilan neto menurut RKAP setelah dikurangi dengan jumlah sisa kerugian yang masih dapat di kompensasikan tersebut.
    4. Dalam hal Wajib Pajak BUMN/BUMD tersebut adalah Wajib Pajak baru, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 tidak dihitung sebagaimana halnya Wajib Pajak baru tetapi dihitung berdasarkan RKAP sebagaimana dimaksud pada huruf a.
    5. Dalam hal Wajib Pajak BUMN/BUMD adalah bank atau wajib pajak sewa guna usaha dengan hak opsi, maka besarnya angsuran PPh Pasal 25 dihitung berdasarkan laporan triwulanan sebagaimana ditegaskan dalam angka 2.

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd.

FUAD BAWAZIER

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 31/PJ.4/1995