Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 37/PJ.43/1999

Sehubungan dengan masih adanya pertanyaan yang berkaitan dengan perlakuan perpajakan terhadap uang pesangon yang dialihkan kepada yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja, dengan ini diberikan penegasan sebagai berikut :

  1. Berdasarkan Pasal 21 ayat (3) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994 atas uang pesangon yang dibayarkan kepada karyawan terutang pajak dan harus dipotong PPh Pasal 21.

  2. Berdasarkan Pasal 1 huruf b dan Pasal 3 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 462/KMK.04/1998 tanggal 21 Oktober 1998 tentang Pemotongan PPh Pasal 21 yang Bersifat Final atas Penghasilan Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Tertentu ditegaskan bahwa penghasilan berupa uang pesangon yang diterima wajib pajak orang pribadi dalam negeri dipotong PPh Pasal 21 yang bersifat final dengan ketentuan sebagai berikut :
    1. untuk uang pesangon sampai dengan Rp. 25.000.000,00 dikenakan tarif 10 % dari uang pesangon tersebut;
    2. untuk uang pesangon diatas Rp. 25.000.000,00 dikenakan tarif 15 % dari uang pesangon tersebut;
    3. untuk uang pesangon sampai dengan Rp. 17.280.000,00 tidak dipotong PPh Pasal 21
  3. Berdasarkan Pasal 2 ayat (1) huruf a Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : Kep-281/PJ1998 tanggal 28 Desember 1998 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pemotongan, Penyetoran dan Pelaporan PPh Pasal 21 dan Pasal 26 Sehubungan dengan Pekerjaan, Jasa dan Kegiatan Orang Pribadi ditegaskan bahwa pihak pemotong PPh Pasal 21 (pemotong pajak) adalah pemberi kerja terdiri dari orang pribadi dan badan termasuk bentuk usaha tetap baik merupakan pusat maupun cabang, perwakilan atau unit, yang membayar gaji, upah, honorarium, tunjangan dan pembayaran lain dengan nama apapun, sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang dilakukan oleh pegawai atau bukan pegawai.

  4. Pada dasarnya uang pesangon dapat dibayarkan oleh pemberi kerja secara langsung kepada karyawan pada saat karyawan berhenti bekerja (masa kerja berakhir) ataupun dialihkan kepada yayasan yang mengelola uang pesangon tenaga kerja tersebut menjadi dana tabungan pesangon untuk selanjutnya memberikan uang pesangon kepada karyawan pada saat karyawan berhenti bekerja.

  5. Dengan adanya pengalihan tanggung jawab pembayaran uang pesangon dari pemberi kerja kepada yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja maka perlakuan perpajakan terhadap pembayaran uang pesangon tersebut adalah sebagai berikut :
    1. Pada saat tanggung jawab pembayaran uang pesangon dialihkan kepada yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja, karyawan dianggap telah menerima hak atas manfaat uang pesangon sehingga pemberi kerja wajib melakukan pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana ketentuan dalam angka 2 di atas.
    2. Bunga atas tabungan uang pesangon merupakan hak karyawan yang akan diberikan oleh yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja pada saat karyawan berhenti bekerja yang terlebih dahulu dipotong PPh sebesar 15 % dari jumlah bruto, sebagaimana diatur dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1994.
  6. Pada saat yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja membayar uang pesangon kepada karyawan tidak dilakukan lagi pemotongan PPh Pasal 21 karena PPh Pasal 21-nya telah dibayar pada saat pengalihan uang pesangon dari pemberi kerja kepada yayasan dana tabungan pesangon tenaga kerja.

  7. Dengan berlakunya Surat Edaran ini maka semua penegasan yang bertentangan dengan Surat Edaran ini dinyatakan tidak berlaku lagi.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.

DIREKTUR JENDERAL,

ttd

A. ANSHARI RITONGA

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 37/PJ.43/1999