Resources / Blog / Seputar Bukti Potong

Mengenal Istilah Unifikasi SPT Masa PPh dan Dasar Hukumnya

Istilah unifikasi SPT Masa PPh kini sudah tidak asing lagi di telinga para wajib pajak baik wajib pajak pribadi maupun badan. Namun, seperti apakah dasar hukum yang menaungi seputar unifikasi SPT Masa PPh? Simak ulasannya di artikel berikut ini.

Sekilas tentang Unifikasi SPT Masa

Unifikasi SPT Masa merupakan proses penyederhanaan atau penyeragaman laporan pajak (SPT) yang selama ini dilaporkan setiap bulannya (masa) oleh wajib pajak badan maupun orang pribadi. Untuk PPh, proses unifikasi ini merujuk pada SPT Masa PPh terkait dengan kewajiban pemotongan/pemungutan seperti untuk PPh Pasal 15, PPh Pasal 22, PPh Pasal 23/26, dan PPh Pasal 4 ayat (2). 

Keempat jenis pajak tersebut, SPT Masa PPh-nya akan dijadikan dalam satu format pelaporan. Sedangkan, untuk PPh Pasal 21 tetap akan terpisah. Sementara itu, untuk SPT Masa PPh Pasal 25 sudah tidak wajib disampaikan selama terdapat validasi Nomor Transaksi Penerimaan Negara (NTPN) pada Surat Setoran Pajak (SSP). 

Baca Juga: SSP PPN Jasa Luar Negeri

Dari sini dapat disimpulkan bahwa jenis SPT Masa PPh sangat beragam. Keragaman ini akhirnya menimbulkan kerumitan dan biasanya berbarengan dengan biaya administrasi yang cukup tinggi, baik dari pihak wajib pajak maupun otoritas pajak. Mengapa? Karena semua dilakukan masing-masing atau dengan kata lain wajib pajak yang memiliki kewajiban potong/pungut lebih dari satu jenis PPh harus melakukan pelaporan SPT secara berulang dengan formulir dan format yang berbeda. 

Dasar Hukum

Dalam hal SPT Masa unifikasi ini, dasar hukum yang digunakan adalah Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi. 

Peraturan ini merupakan pembaharuan dari peraturan sebelumnya, yakni Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-20/PJ/2019 dan sudah diberlakukan sejak 28 Desember 2020 lalu. Tujuan dari perubahan ini adalah guna memudahkan para wajib pajak serta memberikan kepastian hukum. 

Secara spesifik pada Pasal 2 PER-23/PJ/2020 ini dikatakan bahwa pihak yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh, wajib membuat bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi untuk diserahkan kepada pihak yang dipotong/dipungut. Kemudian melaporkannya ke Direktorat Jenderal Pajak dengan menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi.

Bukti potong/pungut unifikasi dan unifikasi SPT Masa PPh ini bisa berbentuk kertas maupun dokumen elektronik yang disampaikan lewat aplikasi Bukti Pemotongan dan/atau Pemungutan PPh Unifikasi Elektronik yang tersedia pada laman Dirjen Pajak. 

Masing-masing bentuk dokumen, baik fisik maupun elektronik memiliki kriteria masing-masing berdasarkan Pasal 3 peraturan tersebut.

Untuk formulir kertas digunakan oleh pemotong/pemungut PPh yang memenuhi kriteria berikut ini: 

  • Membuat tidak lebih dari 20 Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dalam 1 Masa Pajak, dan
  • Membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dengan dasar pengenaan PPh tidak lebih dari Rp100.000.000 untuk tiap Bukti Pot/Put Unifikasi dalam 1 Masa Pajak.

Baca Juga: Cara Lapor e-Bupot PPh Pasal 23/26 di OnlinePajak

Sedangkan untuk bukti pot/put unifikasi dan unifikasi SPT Masa PPh berbentuk dokumen elektronik digunakan oleh pot/put PPh yang memenuhi kriteria sebagai berikut: 

  • Membuat lebih dari 20 bukti pot/put unifikasi dalam 1 masa pajak. 
  • Ada bukti pot/put unifikasi dengan nilai dasar pengenaan PPh lebih dari Rp100.000.000 dalam 1 masa pajak. 
  • Membuat bukti pot/put unifikasi untuk objek pajak PPh Pasal 4 ayat (2) ata bunga deposito/tabungan, diskont SBI, giro, dan transaksi penjualan saham. 
  • Sudah menyampaikan SPT Masa Elektronik, atau
  • Terdaftar di KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, atau KPP Madya.

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, unifikasi SPT Masa PPh yang dimaksud meliputi jenis PPh berikut: 

  1. PPh Pasal 4 ayat (2), 
  2. PPh Pasal 15, 
  3. PPh Pasal 22, 
  4. PPh Pasal 23, dan
  5. PPh Pasal 26. 

Lakukan Lapor SPT Masa PPh di OnlinePajak

Bagi Anda pengguna OnlinePajak tentu sudah tahu bahwa OnlinePajak menyediakan fitur pengelolaan bukti potong elektronik, e-Bupot PPh 23/26. Aplikasi ini merupakan salah satu layanan pajak digital yang mana Anda bisa membuat bukti pemotongan dan pelaporan pajak, seperti SPT Masa PPh Pasal 23/26 dalam bentuk dokumen elektronik.

Melalui aplikasi e-Bupot OnlinePajak, Anda dapat juga melihat daftar dan status masing-masing bukti potong PPh 23/26 yang telah Anda buat. Tertarik menggunakan OnlinePajak? Hubungi sales kami untuk mengetahui lebih lengkap mengenai aplikasi e-Bupot OnlinePajak dan fitur lainnya yang sesuai dengan kebutuhan bisnis Anda.

Referensi:

Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi. 

Reading: Mengenal Istilah Unifikasi SPT Masa PPh dan Dasar Hukumnya