Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 10/PJ.7/1998

Sebagai tindak lanjut dari Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-134/PJ/1998 tanggal 1 Juli 1998 tentang Pembentukan Satuan Tugas Pengamanan Penerimaan Negara juncto Surat Direktur Pemeriksaan Pajak Nomor S-1192/PJ.701/1998 tanggal 3 Agustus 1998 hal Inventarisasi Wajib Pajak tertentu yang diinformasikan terlibat dalam praktik Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN), dengan ini diberikan Pedoman Pelaksanaan Kegiatan Satuan Tugas Pengamanan Penerimaan Negara Tingkat Kantor Wilayah DJP (Satgas) sebagai berikut :

1.

Inventarisasi dan identifikasi Wajib Pajak yang diduga terlibat KKN
1.1. Sumber Informasi
Informasi yang diterima oleh KPP, Karikpa dan Kantor Wilayah DJP tentang Wajib Pajak yang diduga terlibat KKN dapat bersumber dari :

  1. Surat pengaduan dari masyarakat baik yang disampaikan melalui Kotak Pos 5000 maupun tidak;
  2. Mass media baik cetak maupun elektronik serta sumber informasi lainnya terutama informasi yang berkaitan dengan :

1)

Wajib Pajak Badan berskala besar yang menjadi perhatian masyarakat (public issue);

2)

Wajib Pajak Badan yang sektor usahanya tidak terkena dampak krisis moneter seperti perusahaan perminyakan, perkebunan atau kehutanan;

3)

Wajib Pajak Orang Pribadi yang berhubungan dengan kedua Wajib Pajak di atas.

1.2.

Inventarisasi Wajib Pajak

  1. Tugas Inventarisasi Wajib Pajak adalah merupakan tugas yang harus dilaksanakan oleh Satgas, yaitu untuk melakukan inventarisasi terhadap Wajib Pajak yang diinformasikan terlibat dalam praktik KKN.
  2. Tugas inventarisasi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada huruf a dalam pelaksanaannya dilakukan oleh KPP, Karikpa dan Kantor Wilayah DJP masing-masing berdasarkan informasi yang diterima atau diperoleh dari sumber informasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.1. di atas.
  3. Hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada huruf b di atas dituangkan dalam Daftar Nominatif Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN dengan menggunakan formulir sesuai dengan contoh terlampir (Lampiran 1).
  4. Daftar Nominatif Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas harus disampaikan kepada Ketua Satgas secara bulanan setiap tanggal 10.
  5. pembuatan dan penyampaian Daftar Nominatif Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN sebagaimana dimaksud pada huruf c dan d tetap harus dilaksanakan walaupun tidak ada hasil inventarisasi karena tidak ada informasi yang diterima atau diperoleh mengenai Wajib Pajak yang diduga terlibat KKN (diisi Nihil).
  6. Satgas membuat Daftar Nominatif Hasil Inventarisasi Wajib Pajak yang diduga Terlibat KKN per-KPP yang merupakan kompilasi dari daftar nominatif sebagaimana dimaksud pada huruf c yang diterima dari KPP, Karikpa dan Kantor Wilayah DJP dengan menggunakan formulir sesuai contoh terlampir (Lampiran 2).
  7. Satgas menyampaikan Daftar Nominatif Hasil Inventarisasi Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN sebagaimana dimaksud pada huruf f di atas secara bulanan setiap tanggal 15 kepada masing-masing KPP terkait untuk dilakukan identifikasi.

1.3.

Identifikasi Wajib Pajak

Tugas identifikasi Wajib Pajak adalah merupakan tugas yang harus dilaksanakan Satgas, yaitu untuk melakukan identifikasi terhadap Wajib Pajak yang diduga terlibat KKN berdasarkan hasil inventarisasi sebagaimana dimaksud pada butir 1.2. huruf f di atas, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh KPP dengan ketentuan sebagai berikut :

a.

Identifikasi Wajib Pajak harus menghasilkan informasi mengenai :

– Sudah atau belum memiliki NPWP;
– Tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya baik kepatuhan dalam pelaporan maupun pembayaran pajak;
– Sudah atau belum pernah dilakukan pemeriksaan berdasarkan Lembar Penugasan Pemeriksaan (LP2);
– Tindakan penagihan pajak yang telah dilaksanakan;

b.

Hasil identifikasi sebagaimana dimaksud pada butir a di atas dituangkan dalam Daftar Nominatif Hasil Identifikasi Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN disampaikan setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 1 kepada Ketua Satgas yang bersangkutan, dengan menggunakan formulir sesuai dengan contoh terlampir (Lampiran 3).

2.

Penentuan Tindak Lanjut

2.1.

Berdasarkan Daftar Nominatif Hasil Identifikasi Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN yang diterima dari KPP Ketua Satgas menentukan tindak lanjut yang harus dilakukan terhadap Wajib Pajak hasil identifikasi.

2.2.

Bentuk tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada butir 2.1. di atas dapat berupa :

  1. Pemeriksaan Pajak, dalam hal misalnya Wajib Pajak belum memiliki NPWP, tingkat kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban perpajakannya rendah, atau alasan lain sesuai dengan pertimbangan Ketua Satgas; atau
  2. Penyidikan Pajak, dalam hal terdapat indikasi Wajib Pajak melakukan tindak pidana di bidang perpajakan, baik berdasarkan hasil identifikasi maupun sebagai tindak lanjut dari hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada butir a di atas; atau
  3. Penagihan Pajak, dalam hal tindakan penagihan pajak belum sepenuhnya dilaksanakan sesuai dengan ketentuan.

2.3.

Hasil penentuan tindak lanjut berupa bentuk tindak lanjut sebagaimana dimaksud pada butir 2.2. di atas dituangkan dalam Daftar Nominatif Tindak Lanjut dengan menggunakan formulir sebagaimana contoh terlampir (Lampiran 4).

2.4.

Daftar Nominatif Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada butir 2.3. di atas disampaikan oleh Ketua Satgas setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 10 kepada Direktur Pemeriksaan Pajak untuk mendapat persetujuan.

2.5.

pembuatan dan penyampaian Daftar Nominatif Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada butir 2.4. di atas tetap harus dilaksanakan walaupun tidak ada tindak lanjut yang harus diusulkan (diisi Nihil).

2.6.

Dalam hal bentuk tindak lanjut berupa penagihan pajak, maka pelaksanaannya dapat langsung dilakukan sesuai dengan ketentuan tanpa persetujuan dari Direktur Pemeriksaan Pajak.

2.7.

Apabila dalam Daftar Nominatif Tindak Lanjut sebagai dimaksud pada butir 2.3. di atas terdapat Wajib Pajak yang harus ditindaklanjuti dengan Penyidikan Pajak, maka penyampaian daftar dimaksud kepada Direktur Pemeriksaan Pajak harus dilampiri dengan data yang cukup sebagai pendukung adanya indikasi yang kuat bahwa telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan.

3.

Pelaksanaan Tindak Lanjut

Untuk menghindari tumpang tindih pemeriksaan, pelaksanaan tindak lanjut oleh masing-masing Satgas baru dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Satuan Tugas Pengamanan Penerimaan Negara Tingkat Kantor Pusat (Satgas Tingkat Kantor Pusat), kecuali untuk tindak lanjut berupa penagihan pajak. Oleh karena itu, berdasarkan Daftar Nominatif Tindak Lanjut sebagaimana dimaksud pada butir 2.3. yang telah mendapat persetujuan dari Satgas Tingkat Kantor Pusat dan dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana dimaksud pada butir 2.6. di atas, Direktur Pemeriksaan Pajak menerbitkan :

  1. LP2, sebagai persetujuan atas usul tindak lanjut berupa Pemeriksaan Pajak;

  2. Instruksi Penyidikan Pajak, sebagai persetujuan atas usul tindak lanjut berupa Penyidikan Pajak.

3.1.

Pemeriksaan Pajak

Pelaksanaan tindak lanjut oleh Satgas berupa Pemeriksaan Pajak ini adalah merupakan Pemeriksaan Khusus yang harus dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut :

  1. Pemeriksaan yang dilakukan meliputi tahun pajak 1996 dan/atau 1997

  2. Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SPPP) diterbitkan oleh Kepala Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan paling lambat 7 (tujuh) hari setelah tanggal diterimanya LP2.

  3. Unit Pelaksana Pemeriksaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 butir 4 Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor : KEP-134/PJ/1998 tanggal 1 Juli 1998 adalah Tim Pemeriksa Khusus yang dibentuk oleh masing-masing Satgas yang bersangkutan.

  4. Tim Pemeriksa Khusus sebagaimana dimaksud pada huruf c di atas terdiri dari para Pemeriksa Pajak, baik yang berasal dari Karikpa maupun Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah DJP, yang menurut pertimbangan Ketua Satgas dianggap cakap atau memiliki kemampuan untuk melakukan tugas Satgas di bidang pemeriksaan pajak.

  5. Pada prinsipnya pemeriksaan dilakukan oleh Tim Pemeriksa Khusus namun sesuai dengan pertimbangan Ketua Satgas pemeriksaan tersebut dapat pula dilaksanakan oleh Tim Pemeriksa Gabungan DJP-BPKP pada tim Pengendali Pemeriksa Gabungan DJP-BPKP Tingkat Wilayah (TPW) yang bersangkutan.

  6. Untuk keperluan administrasi pemeriksaan pajak, Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada huruf c dan e di atas diperlakukan masing-masing sebagai Kelompok Fungsional Pemeriksa Pajak pada Kantor Wilayah DJP yang bersangkutan (Kode Unit …. 00) dan Tim Pemeriksa Gabungan DJP-BPKP (Kode Unit ….00B).

  7. Pemberitahuan Hasil Pemeriksaan Pajak kepada Wajib Pajak dan pembahasan akhir, baik yang pemeriksaannya dilakukan oleh Tim Pemeriksa Khusus maupun oleh Tim Pemeriksa Gabungan DJP-BPKP, baru dapat dilakukan setelah hasil pemeriksaan mendapat persetujuan dari Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak cq. Satgas Tingkat Kantor Pusat.

  8. Ketentuan lainnya tentang pelaksanaan pemeriksaan selain huruf a sampai dengan huruf g di atas tetap mengacu pada ketentuan mengenai Pemeriksaan Khusus.

3.2.

Penyidikan Pajak

Pelaksanaan tindak lanjut oleh Satgas berupa Penyidikan Pajak harus dilakukan sesuai dengan ketentuan dalam bidang penyidikan pajak.

3.3.

Penagihan Pajak

Pelaksanaan tindak lanjut oleh Satgas berupa Penagihan Pajak dilakukan oleh KPP terkait sesuai dengan ketentuan di bidang penagihan pajak berdasarkan instruksi Ketua Satgas.

4.

Pengendalian Pelaksanaan Tugas Satgas

4.1.

Uraian Tugas Satgas

a.

Ketua dan anggota Satgas

1)

Membentuk Tim Pemeriksa Khusus.

2)

Menentukan dan mengusulkan tindak lanjut hasil identifikasi Wajib Pajak.

3)

Memberikan pengarahan kepada Tim Pemeriksa Khusus mengenai pelaksanaan tugas pemeriksaan.

4)

Menginstruksikan kepada KPP terkait untuk melakukan penagihan pajak terhadap Wajib Pajak tertentu sesuai dengan ketentuan dalam hal tindak lanjut atas hasil identifikasi Wajib Pajak adalah berupa penagihan pajak.

5)

Mengawasi, mengendalikan, mengevaluasi pelaksanaan tindak lanjut, disiplin kerja dan integritas pemeriksa.

6)

Menyelesaikan masalah yang timbul dalam pelaksanaan tindak lanjut.

b.

Staf Teknis

1)

Melakukan inventarisasi Wajib Pajak tertentu yang diinformasikan/diduga terlibat dalam praktik KKN berdasarkan Daftar Nominatif Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN yang diterima dari KPP, karikpa dan Kantor Wilayah DJP.

2)

Menyiapkan dan menyampaikan Daftar Nominatif Hasil Inventarisasi Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN kepada KPP terkait untuk diidentifikasi.

3)

Menyiapkan usul tindak lanjut berdasarkan Daftar Nominatif Hasil Identifikasi Wajib Pajak yang Diduga Terlibat KKN yang diterima dari KPP dalam bentuk Daftar Nominatif Tindak Lanjut.

4)

Menyiapkan bahan-bahan sebagai alat pengawasan, pengendalian, dan evaluasi pelaksanaan tindak lanjut.

5)

Membuat laporan pertanggungjawaban pelaksanaan tugas Satgas kepada Direktur Jenderal Pajak.

6)

Melakukan tugas-tugas lain atas perintah Ketua Satgas.

c.

Staf Operasional Bidang Administrasi dan Keuangan

1)

Menyiapkan sarana dan prasarana untuk kelancaran pelaksanaan Satgas.

2)

Menyelenggarakan tata usaha/administrasi pelaksanaan Satgas.

3)

Melaksanakan tugas-tugas lain atas perintah Ketua Satgas.

4.2.

Pelaporan Pelaksanaan Tugas Satgas

a.

KPP

Pelaksanaan tindak lanjut berupa penagihan pajak harus dilaporkan oleh KPP secara bulanan setiap tanggal 15 kepada Ketua Satgas dengan menggunakan formulir Daftar Nominatif Hasil Penagihan Pajak sesuai dengan contoh terlampir
(Lampiran 5).

b.

Satgas

Untuk mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugas Satgas, masing-masing satgas setiap bulan selambat-lambatnya tanggal 20 wajib membuat dan menyampaikan laporan pertanggungjawaban kepada Direktur Jenderal Pajak dalam bentuk :

1)

Laporan Perkembangan Pelaksanaan Tugas Satgas dengan menggunakan formulir sesuai contoh terlampir (Lampiran 6);

2)

Laporan Hasil Pelaksanaan Tindak Lanjut dengan menggunakan formulir sesuai contoh terlampir (Lampiran 7).

Demikian untuk dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL

ttd

A. ANSHARI RITONGA

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 10/PJ.7/1998