Menimbang :
- bahwa untuk lebih memberikan kemudahan bagi Wajib Pajak dalam melaksanakan kewajiban membayar Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan dan meningkatkan tertib administrasi penerimaan, dipandang perlu mengatur kembali pelaksanaan pembayaran dan bentuk serta fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB);
- bahwa sehubungan dengan hal-hal tersebut di atas dan sesuai ketentuan Pasal 2 ayat (2) jo. Pasal 8 Keputusan Menteri Keuangan Nomor 631/KMK.04/1997 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dipandang perlu menetapkan petunjuk pelaksanaan pembayaran dan bentuk serta fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak;
Mengingat :
- Undang-undang Nomor 12 Tahun 1985 tentang Pajak Bumi dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1985 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3312) sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1994 (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 62, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3569);
- Undang-undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (Lembaran Negara Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3688);
- Keputusan Menteri Keuangan Nomor 631/KMK.04/1997 tanggal 22 Desember 1997 tentang Penunjukan Tempat dan Tata Cara Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANG PETUNJUK PELAKSANAAN PEMBAYARAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN DAN BENTUK SERTA FUNGSI SURAT SETORAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN (SSB).
Pasal 1
(1) | Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) yang terutang wajib dibayar oleh Wajib Pajak atau kuasanya dengan menggunakan Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) ke Kantor Pos atau bank persepsi yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Anggaran atas nama Menteri Keuangan di wilayah Kabupaten/Kota yang meliputi letak tanah dan atau bangunan |
(2) | Kewajiban membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sebelum : |
a. | akta pemindahan hak atas tanah dan atau bangunan ditandatangani oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT)/Notaris; |
b. | Risalah Lelang untuk pembeli ditandatangani oleh Pejabat Lelang; |
c. | dilakukan pendaftaran hak oleh Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota dalam hal : |
1) | pemberian hak baru; |
2) | pemindahan hak karena pelaksanaan Putusan Hakim atau hibah wasiat. |
Pasal 2
(1) | SSB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 ayat (1) digunakan untuk melakukan pembayaran/penyetoran BPHTB yang terutang dan sekaligus digunakan untuk melaporkan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan. | |
(2) | SSB selain berfungsi sebagai alat pembayaran/penyetoran BPHTB dan pelaporan data perolehan hak atas tanah dan atau bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berfungsi sebagai Surat Pemberitahuan Objek Pajak Bumi dan Bangunan (SPOP PBB). | |
(3) | SSB terdiri dari 5 (lima) rangkap, yaitu : | |
a. | Lembar ke-1 : | untuk Wajib Pajak; |
b. | Lembar ke-2 : | untuk Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan (KPPBB) melalui Bank/Kantor Pos Operasional V; |
c. | Lembar ke-3: | untuk KPPBB disampaikan oleh Wajib Pajak; |
d. | Lembar ke-4 : | untuk Bank/Kantor Pos Persepsi; |
e. | Lembar ke-5: | untuk PPAT/Notaris/Kepala Kantor Lelang/Pejabat Lelang/Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. |
Pasal 3
(1) | Formulir SSB disediakan di tempat PPAT/Notaris, Kantor Lelang, Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota, KPPBB, Bank/Kantor Pos Persepsi, dan di tempat lain yang ditunjuk oleh Kepala KPPBB. |
(2) | Wajib Pajak setelah melakukan pembayaran memperoleh SSB Lembar ke-1, SSB Lembar ke-3, dan SSB Lembar ke-5. |
(3) | Kantor Pos dan bank persepsi wajib mengirimkan SSB Lembar ke-2 ke Kantor Pos/Bank Operasional V untuk diteruskan ke KPPBB yang bersangkutan setiap ada pelimpahan. |
(4) | SSB Lembar ke-3 sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disampaikan ke KPPBB oleh Wajib Pajak. |
(5) | SSB Lembar ke-4 disimpan oleh Kantor Pos dan bank persepsi sebagai pertinggal. |
(6) | SSB Lembar ke-5 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan oleh Wajib Pajak kepada PPAT/Notaris/Kepala Kantor Lelang/Pejabat Lelang/Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota untuk dijadikan pertinggal. |
Pasal 4
(1) | Dalam hal Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang seharusnya terutang nihil, maka Wajib Pajak tetap mengisi SSB dengan keterangan nihil. |
(2) | SSB nihil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) cukup diketahui oleh PPAT/Notaris/Kepala Kantor Lelang/Pejabat Lelang/Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. |
(3) | SSB nihil Lembar ke-2, SSB nihil Lembar ke-3, dan SSB nihil Lembar ke-4 disampaikan oleh Wajib Pajak yang bersangkutan ke KPPBB. |
Pasal 5
Penyampaian SSB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) dan Pasal 4 ayat (3) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 7 (tujuh) hari sejak tanggal pembayaran atau perolehan hak atas tanah dan atau bangunan.
Pasal 6
Bentuk formulir dan petunjuk pengisian SSB adalah sebagaimana lampiran Keputusan ini.
Pasal 7
Dengan berlakunya Keputusan ini maka Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-21/PJ.6/1997 tanggal 24 Desember 1997 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran dan Bentuk serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (SSB) dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 8
Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 5 Januari 2000
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
A. ANSHARI RITONGA