Menimbang :
- bahwa dalam rangka menyesuaikan dengan perkembangan yang terjadi dalam industri perasuransian nasional, perlu dilakukan penyesuaian secara menyeluruh terhadap ketentuan mengenai Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.017/1993 tahun 1993;
- bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu menetapkan Keputusan Menteri Keuangan tentang Perizinan Usaha dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi;
Mengingat :
- Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992 tentang Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 13, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3467);
- Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1992 Nomor 120; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3506) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3861);
- Keputusan Presiden Nomor 228/M Tahun 2001;
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
KEPUTUSAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PERIZINAN USAHA DAN KELEMBAGAAN PERUSAHAAN ASURANSI DAN PERUSAHAAN REASURANSI.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Keputusan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :
- Prinsip Syariah adalah prinsip perjanjian berdasarkan hukum Islam antara Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan pihak lain, dalam menerima amanah dengan mengelola dana peserta melalui kegiatan investasi atau kegiatan lain yang diselenggarakan sesuai syariah.
- Direksi adalah direksi untuk perseroan terbatas atau persero, atau yang setara dengan itu untuk koperasi dan usaha bersama.
- Komisaris adalah komisaris untuk perseroan terbatas atau persero, atau yang setara dengan itu untuk koperasi dan usaha bersama.
- Kantor Pemasaran adalah kantor selain kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999.
- Asosiasi adalah asosiasi dari Perusahaan-perusahaan Asuransi Kerugian, Perusahaan-perusahaan Asuransi Jiwa, atau Perusahaan-perusahaan Reasuransi.
BAB II
IZIN USAHA
Bagian Pertama
Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Konvensional
Pasal 2
(1) | Untuk mendapatkan izin usaha, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus mengajukan permohonan tertulis kepada Menteri dengan melampirkan hal-hal sebagai berikut : | |||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||
(2) | Bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung oleh pihak asing, selain harus memenuhi ketentuan ayat (1) maka pihak asing dimaksud harus pula memenuhi ketentuan : | |||||||||||||||||||||
|
Bagian Kedua
Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Izin Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah
Pasal 3
Setiap pihak dapat melakukan usaha asuransi atau usaha reasuransi berdasarkan Prinsip Syariah dengan cara :
- pendirian baru Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah;
- konversi dari Perusahaan Asuransi dengan prinsip konvensional menjadi Perusahaan Asuransi dengan Prinsip Syariah atau konversi dari Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvensional menjadi Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah;
- pendirian kantor cabang baru dengan Prinsip Syariah dari Perusahaan Asuransi dengan prinsip konvensional atau Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvensional; atau
- konversi dari kantor cabang Perusahaan Asuransi dengan prinsip Konvensional menjadi kantor cabang dengan Prinsip Syariah dari Perusahaan Asuransi dengan prinsip konvensional, atau konversi dari kantor cabang Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvensional menjadi kantor cabang dengan Prinsip Syariah dari Perusahaan Reasuransi dengan prinsip konvensional.
Pasal 4
(1) |
Untuk pendirian Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. |
(2) | Konversi Perusahaan asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan memenuhi ketentuan sebagai berikut : |
|
|
(3) | Selain harus memenuhi ketentuan dalam ayat (1), pendirian atau konversi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah harus pula menyampaikan : |
|
Bagian Ketiga
Pemberian atau Penolakan Permohonan Izin Usaha
Pasal 5
(1) |
Pemberian atau penolakan permohonan izin usaha bagi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi diberikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal permohonan diterima secara lengkap. |
(2) | Setiap penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disertai dengan penjelasan secara tertulis. |
Pasal 6
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang ditolak atau yang membatalkan permohonan izin usahanya, dapat mengajukan permohonan pencairan deposito jaminan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999.
Pasal 7
Selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal pemberian izin usaha, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus menyampaikan program dukungan reasuransi otomatis.
BAB III
KELEMBAGAAN
Bagian Pertama
Susunan Organisasi
Pasal 8
Susunan organisasi Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus memenuhi persyaratan :
- sekurang-kurangnya menggambarkan secara jelas adanya fungsi pengelolaan risiko, fungsi pengelolaan keuangan dan fungsi pelayanan, yang terpisah satu dengan yang lainnya; dan
- dilengkapi dengan uraian tugas, wewenang, tanggung jawab dan prosedur kerja dari masing-masing unit organisasi.
Bagian Kedua
Direksi, Komisaris dan Pemegang Saham
Pasal 9
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi wajib memiliki sekurang-kurangnya 2 (dua) orang anggota Direksi.
Pasal 10
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus memiliki paling sedikit 1 (satu) orang Komisaris independen, yaitu Komisaris yang tidak mempunyai hubungan afiliasi dengan pemegang saham dan atau Direksi.
Pasal 11
(1) |
Setiap Direksi, Komisaris atau pemegang saham Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus telah lulus pengujian penilaian kemampuan dan kepatutan. |
(2) |
Dalam hal ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan bagi pemegang saham belum diberlakukan, pemegang saham dianggap memenuhi ketentuan mengenai penilaian kemampuan dan kepatutan apabila yang bersangkutan tidak termasuk dalam daftar orang tercela di bidang perbankan. |
Bagian Ketiga
Tenaga Ahli
Paragraf 1
Tenaga Ahli Perusahaan Asuransi Kerugian
Pasal 12
(1) | Perusahaan Asuransi Kerugian harus mengangkat seorang tenaga ahli asuransi kerugian. |
(2) | Tenaga ahli asuransi kerugian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Pasal 13
(1) | Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 wajib melakukan evaluasi terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha asuransi kerugian. |
(2) | Dalam melaksanakan tugasnya, tenaga ahli harus berpedoman pada standar praktek dan kode etik profesi yang berlaku. |
Pasal 14
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi hanya dapat mempekerjakan tenaga underwriting yang telah mengikuti pendidikan dan atau pelatihan mengenai cabang asuransi yang dipasarkan.
Paragraf 2
Tenaga Ahli Perusahaan Asuransi Jiwa
Pasal 15
(1) | Perusahaan Asuransi Jiwa harus mempekerjakan sekurang-kurangnya 1 (satu) orang tenaga ahli manajemen asuransi jiwa. |
(2) | Tenaga ahli manajemen asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
|
(3) |
Tenaga ahli manajemen asuransi jiwa sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), wajib melakukan evaluasi terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha asuransi jiwa. |
Pasal 16
(1) | Perusahaan Asuransi Jiwa harus mengangkat seorang aktuaris sebagai aktuaris perusahaan. |
(2) | Aktuaris sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Pasal 17
(1) |
Aktuaris perusahaan sebagaimana dimaksud pada Pasal 16 ayat (1) wajib melakukan valuasi terhadap kewajiban Perusahaan Asuransi Jiwa dan aspek teknis aktuaria lainnya. |
(2) | Dalam melaksanakan tugasnya, aktuaris perusahaan harus berpedoman pada standar praktek dan kode etik profesi yang berlaku. |
Pasal 18
Perusahaan Asuransi Jiwa wajib menunjuk Perusahaan Konsultan Aktuaria yang tidak memiliki hubungan afiliasi dengan perusahaan asuransi jiwa yang bersangkutan untuk melakukan valuasi kewajiban perusahaan sekurang-kurangnya 1 (satu) kali dalam 3 (tiga) tahun.
Paragraf 3
Tenaga Ahli Perusahaan Reasuransi
Pasal 19
(1) | Perusahaan Reasuransi harus mengangkat seorang tenaga ahli asuransi kerugian. |
(2) | Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Pasal 20
(1) | Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (1) wajib melakukan evaluasi terhadap aspek teknis penyelenggaraan usaha reasuransi. |
(2) | Dalam melaksanakan tugasnya, tenaga ahli harus berpedoman pada standar praktek dan kode etik profesi yang berlaku. |
Paragraf 4
Pengangkatan, Pemberhentian, dan Penggantian Tenaga Ahli atau Aktuaris Perusahaan
Pasal 21
(1) |
Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi harus melaporkan pengangkatan tenaga ahli dan atau aktuaris perusahaan kepada Menteri, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari sejak tanggal pengangkatan. |
(2) |
Apabila dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari sejak diterimanya laporan pengangkatan tenaga ahli dan atau aktuaris perusahaan sebagaimana dimaksud ayat (1), Menteri tidak memberikan tanggapan, maka proses pelaporan pengangkatan tenaga ahli dan atau aktuaris perusahaan dimaksud dinyatakan telah dilakukan. |
Pasal 22
(1) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi wajib memberhentikan tenaga ahli asuransi atau aktuaris perusahaan yang melanggar peraturan perundangan di bidang usaha perasuransian selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak ditemukannya pelanggaran. |
(2) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang memberhentikan tenaga ahli asuransi atau aktuaris perusahaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib mengangkat tenaga ahli asuransi atau aktuaris perusahaan dan melaporkannya kepada Menteri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal pemberhentian. |
Paragraf 5
Tenaga Ahli pada Kantor Cabang
Pasal 23
(1) | Perusahaan Asuransi Kerugian dan Perusahaan Reasuransi wajib mengangkat seorang tenaga ajun ahli asuransi kerugian pada setiap kantor cabang. |
(2) | Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Pasal 24
(1) | Perusahaan Asuransi Jiwa harus mengangkat seorang tenaga ajun ahli asuransi jiwa pada setiap kantor cabang. |
(2) | Tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut : |
|
Paragraf 6
Pendaftaran Tenaga Ahli Asuransi dan Aktuaris
Pasal 25
Setiap tenaga ahli asuransi dan aktuaris wajib mendaftarkan diri dengan mengajukan permohonan pendaftaran secara tertulis kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan dengan melampirkan :
- daftar riwayat hidup yang dilengkapi dengan data pendukungnya;
- copy sertifikat gelar profesi; dan
- keterangan tidak sedang dalam pengenaan sanksi dari asosiasi profesi.
Paragraf 7
Pembatalan Pendaftaran Tenaga Ahli Asuransi dan Aktuaris
Pasal 26
Pendaftaran tenaga ahli asuransi dan aktuaris sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 dapat dibatalkan apabila tenaga ahli asuransi dan aktuaris dimaksud :
- dicabut gelar profesinya oleh asosiasi profesi yang mengeluarkan gelar tersebut;
- sedang dalam pengenaan sanksi oleh asosiasi profesi;
- melakukan pelanggaran terhadap ketentuan perundang-undangan di bidang usaha perasuransian;
- tidak lulus pengujian kemampuan dan kepatutan karena faktor integritas, dalam hal tenaga ahli atau aktuaris pernah mengikuti pengujian dimaksud.
Bagian Keempat
Sistem Administrasi dan Pengolahan Data
Pasal 27
Pelaksanaan pengelolaan perusahaan sekurang-kurangnya didukung dengan :
- pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia;
- sistem administrasi yang memenuhi fungsi pengendalian intern; dan
- sistem pengolahan data yang dapat menghasilkan informasi yang akurat dan dapat dipertanggungjawabkan dalam pengambilan keputusan.
Bagian Kelima
Penggunaan Tenaga Asing
Pasal 28
(1) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dapat mempekerjakan tenaga asing sebagai tenaga ahli, penasihat atau konsultan, atau sebagai tenaga eksekutif di luar Direksi bagi perusahaan yang di dalamnya terdapat penyertaan langsung pihak asing, dengan ketentuan tenaga asing dimaksud : |
|
|
(2) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang mempekerjakan tenaga asing sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan kepada Menteri : |
|
|
(3) |
Laporan pelaksanaan program pendidikan dan pelatihan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) untuk setiap semester yang berakhir pada bulan Juni dan Desember wajib disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya pada akhir bulan berikutnya. |
(4) |
Tenaga asing yang bekerja sebagai penasihat atau konsultan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilarang menjalankan fungsi di luar fungsi penasihat atau konsultan. |
Bagian Keenam
Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan
Pasal 29
(1) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi wajib menganggarkan dana untuk pelaksanaan pendidikan dan pelatihan sekurang-kurangnya 5% (lima per seratus) dari jumlah biaya pegawai, Direksi dan Komisaris, untuk meningkatkan keterampilan, pengetahuan, dan keahlian di bidang usaha perasuransian bagi karyawannya. |
(2) |
Laporan pelaksanaan pendidikan dan pelatihan termasuk penggunaan dana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), untuk setiap periode satu tahun yang berakhir pada tanggal 31 Desember, dilaporkan kepada Menteri selambat-lambatnya pada tanggal 31 Januari tahun berikutnya. |
Bagian Ketujuh
Keanggotaan Asosiasi
Pasal 30
(1) | Setiap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi wajib menjadi anggota Asosiasi perusahaan sejenis. |
(2) | Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) mempunyai tugas antara lain : |
|
|
(3) | Pelaksanaan kegiatan Asosiasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dikonsultasikan secara berkala kepada Menteri. |
BAB IV
KANTOR CABANG DAN KANTOR PEMASARAN
Bagian Pertama
Pembukaan Kantor Cabang Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Konvensional
Pasal 31
(1) | Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dapat membuka kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999, dengan ketentuan : |
|
|
(2) | Untuk memperoleh izin pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus memenuhi ketentuan ayat (1) dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan : |
|
Bagian Kedua
Pembukaan Kantor Cabang dengan Prinsip Syariah dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi Konvensional
Pasal 32
(1) | Pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c atau konversi kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan memenuhi ketentuan sebagai berikut : | |||||||||||||||
|
||||||||||||||||
(2) | Selain harus memenuhi ketentuan dalam ayat (1), permohonan pembukaan kantor cabang dengan Prinsip Syariah harus pula dilengkapi dengan bukti : | |||||||||||||||
|
Bagian Ketiga
Pembukaan Kantor Cabang dari Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dengan Prinsip Syariah
Pasal 33
Pembukaan kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c, harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dan memiliki tenaga ahli sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 ayat (1) huruf c.
Bagian Keempat
Pembukaan Kantor Pemasaran
Pasal 34
Pembukaan Kantor Pemasaran harus terlebih dahulu dilaporkan secara tertulis kepada Menteri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sebelum tanggal pembukaan kantor dimaksud, dengan menyebutkan alamat lengkap dan identitas pimpinan kantor tersebut.
Pasal 35
(1) |
Kantor Pemasaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berfungsi sebagai Kantor Pemasaran yang membantu pelayanan informasi kepada masyarakat pemegang polis atau tertanggung. |
(2) | Kantor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilarang : |
|
Bagian Kelima
Penutupan Kantor Cabang dan Kantor Pemasaran
Pasal 36
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang akan menghentikan atau menutup kegiatan suatu kantor cabang dan atau Kantor Pemasaran harus melaporkan terlebih dahulu kepada Menteri selambat-lambatnya dalam waktu 15 (lima belas) hari kerja sebelum tanggal penghentian atau penutupan kantor dimaksud.
Pasal 37
Pencabutan izin pembukaan suatu kantor cabang akan dilakukan dalam hal :
- adanya laporan penghentian atau penutupan kantor cabang tersebut oleh Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1);
- kantor cabang tersebut terbukti tidak melakukan kegiatan operasional dalam waktu tiga bulan sejak tanggal penetapan izin pembukaan; dan atau
- kantor cabang tersebut terbukti tidak melakukan kegiatan operasional dalam waktu enam bulan secara terus menerus.
BAB V
PEMASARAN MELALUI JASA AGEN DAN MELALUI KERJASAMA DENGAN PIHAK BANK
Bagian Pertama
Pemasaran Melalui Jasa Agen
Pasal 38
(1) | Perusahaan Asuransi wajib memiliki perjanjian keagenan dengan agen asuransi yang memasarkan produk asuransinya. |
(2) |
Perusahaan Asuransi dilarang mempekerjakan agen yang masih terikat perjanjian keagenan dengan Perusahaan Asuransi lain kecuali agen yang bersangkutan telah mengakhiri perjanjian keagenannya sekurang-kurangnya 6 (enam) bulan. |
(3) |
Dalam hal Perusahaan Asuransi menggunakan jasa pemasaran selain agen asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), maka Perusahaan Asuransi tersebut bertanggung jawab penuh terhadap konsekuensi yang timbul dari penutupan asuransi dimaksud. |
Bagian Kedua
Pemasaran Melalui Kerjasama dengan Bank
Pasal 39
(1) | Perusahaan Asuransi dapat melakukan pemasaran melalui kerjasama dengan bank (bancassurance). |
(2) |
Perusahaan Asuransi yang melakukan pemasaran melalui kerjasama dengan bank sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertanggung jawab atas semua tindakan bank yang berkaitan dengan transaksi asuransi yang dipasarkan melalui kerjasama dengan bank dimaksud. |
Pasal 40
(1) | Perusahaan Asuransi yang akan melakukan pemasaran melalui kerjasama dengan bank harus memperoleh persetujuan Menteri. |
(2) |
Untuk memperoleh persetujuan Menteri, Perusahaan Asuransi yang akan melakukan pemasaran melalui kerjasama dengan bank harus mengajukan permohonan kepada Menteri dengan menyampaikan : |
|
|
(3) | Petugas bank yang akan melakukan pemasaran produk asuransi harus memenuhi ketentuan sebagai berikut : |
|
|
(4) |
Perusahaan Asuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib menyampaikan perjanjian kerjasama dengan pihak bank yang telah ditandatangani, paling lambat 14 (empat belas) hari sejak memperoleh persetujuan Menteri. |
BAB VI
LAPORAN PERUBAHAN
Pasal 41
(1) | Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi wajib menyampaikan laporan mengenai setiap perubahan : |
|
|
(2) | Perubahan alamat kantor cabang atau selain kantor cabang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dimungkinkan : |
|
Pasal 42
(1) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang melakukan perubahan anggaran dasar harus menyampaikan bukti persetujuan dari instansi yang berwenang kepada Menteri, selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal diperoleh persetujuan. |
(2) |
Dalam hal perubahan anggaran dasar tidak memerlukan persetujuan dari instansi yang berwenang, maka perubahan yang sudah dimuat dalam akta notaris disampaikan kepada Menteri selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak tanggal perubahan. |
Pasal 43
(1) |
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang akan melakukan perubahan kepemilikan, harus terlebih dahulu melaporkan rencana perubahan kepemilikan tersebut kepada Menteri untuk memperoleh persetujuan. |
(2) |
Dalam hal perubahan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan perubahan kepemilikan yang mengakibatkan terdapatnya penyertaan langsung pihak asing di dalam perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi tersebut, maka pihak asing dimaksud harus Perusahaan Asuransi sejenis atau perusahaan induk (holding company) yang sebagian besar portofolio anak perusahaannya di bidang asuransi. |
(3) | Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (2). |
(4) | Perusahaan induk sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi ketentuan Pasal 2 ayat (2) huruf b, c, dan d. |
BAB VII
MERGER, KONSOLIDASI, DAN AKUISISI
Bagian Pertama
Merger dan Konsolidasi
Pasal 44
(1) |
Merger dapat dilakukan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan menggabungkan dua atau lebih perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu perusahaan dengan atau tanpa melikuidasi perusahaan lainnya. |
(2) |
Konsolidasi dapat dilakukan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan melebur dua atau lebih perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi dengan cara mendirikan perusahaan baru dan melikuidasi perusahaan yang dilebur. |
(3) |
Merger dan konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) hanya dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan dalam Pasal 36 ayat (2) Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999. |
Pasal 45
(1) | Untuk memperoleh persetujuan merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus mengajukan permohonan kepada Menteri dengan melampirkan bukti sebagai berikut : |
|
|
(2) |
Perjanjian pengalihan hak dan kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a, antara lain harus mencantumkan bahwa hak dan kewajiban yang timbul dari semua penutupan obyek asuransi yang dilakukan oleh perusahaan yang melakukan merger atau konsolidasi, menjadi tanggung jawab perusahaan baru hasil merger atau konsolidasi. |
Pasal 46
(1) |
Perusahaan hasil merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 Peraturan Pemerintah Nomor 73 Tahun 1992 tentang Penyelenggaraan Usaha Perasuransian sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 63 Tahun 1999, wajib melaporkan hasil pelaksanaan merger atau konsolidasi kepada Menteri dengan melampirkan : |
|
|
(2) |
Laporan kepada Menteri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus disampaikan selambat-lambatnya 30 (tiga puluh) hari kerja sejak tanggal persetujuan atau pengesahan anggaran dasar perusahaan dari instansi yang berwenang. |
(3) |
Setelah mendapatkan laporan hasil merger atau konsolidasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), Menteri mencabut izin usaha yang sudah tidak digunakan lagi oleh perusahaan yang melakukan merger, atau mencabut izin usaha perusahaan yang melakukan konsolidasi dan menerbitkan izin usaha perusahaan hasil konsolidasi. |
Bagian Kedua
Akuisisi
Pasal 47
(1) |
Akuisisi dapat dilakukan Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dengan mengambil-alih seluruh atau sebagian besar saham perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi lain sehingga mengakibatkan beralihnya pengendalian terhadap perusahaan tersebut. |
(2) |
Untuk melaksanakan akuisisi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi harus memperoleh persetujuan dari Menteri. |
(3) | Pelaksanaan akuisisi terhadap perusahaan asuransi atau perusahaan reasuransi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilakukan dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut : |
|
|
(4) | Untuk memperoleh persetujuan melakukan akuisisi, Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi harus memenuhi ketentuan dalam ayat (3) dan mengajukan permohonan secara tertulis kepada Menteri dengan melampirkan bukti sebagai berikut : |
|
BAB VIII
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 48
Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi dilarang melakukan penutupan pertanggungan melalui jasa keperantaraan perusahaan pialang asuransi atau pialang reasuransi yang tidak memiliki izin usaha dari Menteri.
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 49
(1) |
Setiap Perusahaan Asuransi atau Perusahaan Reasuransi yang telah memperoleh izin usaha sebelum ditetapkannya Keputusan Menteri Keuangan ini, wajib melakukan penyesuaian terhadap ketentuan-ketentuan dalam Keputusan Menteri Keuangan ini paling lambat 1 (satu) tahun sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan. |
(2) |
Setiap tenaga ahli asuransi dan aktuaris wajib mendaftarkan diri kepada Direktur Jenderal Lembaga Keuangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 paling lambat 6 (enam) bulan sejak Keputusan Menteri Keuangan ini ditetapkan. |
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 50
Pada saat Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Keputusan Menteri Keuangan Nomor 223/KMK.017/1993 tentang Perizinan Usaha Perusahaan Asuransi dan Perusahaan Reasuransi dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 51
Keputusan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan menempatkannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan diJakarta
pada tanggal30 September 2003
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd
BOEDIONO