Resources / Regulation / Peraturan Dirjen Pajak

Peraturan Dirjen Pajak – PER 36/PJ/2008

Menimbang :

Bahwa dalam rangka memberikan kepastian hukum dan pedoman pelaksanaan pemeriksaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Pasal 12, Pasal 13, Pasal 17, dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000, perlu menetapkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak tentang Tata Cara Pemeriksaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1997 Nomor 44, Tambahan Lembaran Negara RepublikIndonesia Nomor 3688) sebagaimana telah diubah dengan Undang-UndangNomor 20 Tahun2000 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2000 Nomor 130, Tambahan Lembaran NegaraRepublik Indonesia Nomor 3988);
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 30/PMK.03/2005 tentang Tata Cara Pembayaran Kembali Kelebihan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
  3. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.01/2008;
  4. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-22/PJ.6/1997 tentang Tata Cara Pengajuan dan Penyelesaian Keberatan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan;
  5. Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-269/PJ/2001 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah Dan Bangunan Dan Bentuk Serta Fungsi Surat Setoran Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (SSB);

MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK TENTANGTATA CARA PEMERIKSAAN BEA PEROLEHAN HAK ATAS TANAH DAN BANGUNAN.

Pasal 1

Dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini, yang dimaksud dengan :

  1. Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang selanjutnya disebut dengan BPHTB adalah pajak yang dikenakan atas perolehanhak atas tanah dan/atau bangunan.
  2. Pemeriksaan BPHTB adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan mengolah data, keterangan, dan/atau bukti untuk menguji pemenuhan kewajiban BPHTB atau untuk menyelesaikan keberatan BPHTB.
  3. Pemeriksaan Kantor adalah Pemeriksaan BPHTB yang dilakukan di kantor Direktorat Jenderal Pajak.
  4. Pemeriksaan Lapangan adalah Pemeriksaan BPHTB yang dilakukan di luar kantor Direktorat Jenderal Pajak.
  5. Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan/Kantor Pelayanan Pajak Pratama yang selanjutnya disebut dengan KPPBB/KPP Pratama adalah KPPBB/KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang diperoleh haknya.
  6. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang selanjutnya disebut dengan Kantor Wilayah adalah Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi letak tanah dan/atau bangunan yang diperoleh haknya.
  7. Pemeriksa BPHTB yang selanjutnya disebut dengan Pemeriksa adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi tugas wewenang dan tanggung jawab untuk melaksanakan Pemeriksaan BPHTB.

Pasal 2

Pemeriksaan BPHTB :

  1. wajib dilakukan dalam hal Wajib Pajak mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB selain permohonan karena keputusan keberatan, putusan banding, putusan Peninjauan Kembali, keputusan pengurangan, atau keputusan lain, yang mengakibatkan kelebihan pembayaran BPHTB;
  2. dapat dilakukan dalam hal :
    1. Wajib Pajak mengajukan keberatan BPHTB; atau
    2. terdapat indikasi kewajiban BPHTB yang tidak dipenuhi.

Pasal 3

(1) Pemeriksaan BPHTB dilaksanakan oleh Pemeriksa atau tim Pemeriksa.
(2) Tim Pemeriksa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari seorang ketua tim dan seorang atau lebih anggota tim.
(3) Penugasan Pemeriksa ditetapkan dengan Surat Perintah Pemeriksaan BPHTB (SP2B) yang ditandatangani oleh Kepala KPPBB, Kepala KPP Pratama, Kepala Kantor Wilayah, atau Direktur Keberatan dan Banding dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 1 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(4) Dalam hal terdapat penggantian Pemeriksa atau perubahan tim Pemeriksa, Kepala KPPBB/KPP Pratama, Kepala Kantor Wilayah, atau Direktur Keberatan dan Banding tidak perlu memperbaharui SP2B tetapi harus menerbitkan Surat Tugas.
(5) Dalam hal Pemeriksaan BPHTB merupakan bagian dari pemeriksaan untuk seluruh jenis pajak, SP2B sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak perlu diterbitkan dan penugasan Pemeriksa mengikuti penugasan yang ditetapkan dalam Surat Perintah Pemeriksaan Pajak (SP3).

Pasal 4

(1) Dalam rangka Pemeriksaan BPHTB, kepada Wajib Pajak disampaikan Surat Pemberitahuan Pemeriksaan BPHTB dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 2 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 5

(1) Pemeriksaan BPHTB dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor, dan dapat dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lapangan dalam hal diperlukan data, keterangan dan/atau bukti yang tidak terdapat di Kantor Direktorat Jenderal Pajak.
(2) Pemeriksaan Lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan berdasarkan Surat Tugas Pemeriksaan Lapangan yang ditandatangani oleh kepala KPPBB/KPP Pratama, Kepala Kantor Wilayah, atau Direktur Keberatan dan Banding dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 3 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 6

(1) Untuk kepentingan Pemeriksaan BPHTB, dapat dilakukan pemanggilan kepada Wajib Pajak dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 4 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Wajib Pajak atau kuasanya harus memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan waktu dan tempat yang telah ditentukan dalam Surat Panggilan dalam rangka Pemeriksaan BPHTB dengan membawa buku, catatan, dan/atau dokumen yang diperlukan oleh Pemeriksa.
(3) Dalam hal buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berupa fotokopi, maka Wajib Pajak harus membuat surat pernyataan yang menyatakan bahwa fotokopi tersebut sesuai dengan aslinya.
(4) Dalam hal diperlukan peminjaman buku, catatan, dan/atau dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) atau fotokopinya sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepada Wajib Pajak diberikan bukti peminjaman.
(5) Dalam hal Wajib Pajak tidak memenuhi panggilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemeriksaan BPHTB tetap dilanjutkan berdasarkan data yang ada pada Direktorat Jenderal Pajak.

Pasal 7

Dalam hal Pemeriksaan BPHTB dihadiri oleh Wajib Pajak, Pemeriksa harus memperlihatkan Kartu Tanda Pengenal Pemeriksa Pajak/kartu tanda pengenal pegawai Direktorat Jenderal Pajak dan SP2B kepada Wajib Pajak.

Pasal 8

(1) Hasil Pemeriksaan BPHTB dituangkan dalam Laporan Hasil Pemeriksaan BPHTB (LHPB) dengan menggunakan formulir sebagaimana ditetapkan pada Lampiran 5 Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.
(2) Dalam hal dilakukan pemeriksaan untuk seluruh jenis pajak, LHPB sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan bagian dari laporan hasil pemeriksaan pajak.

Pasal 9

LHPB sebagaimana dimaksud dalam pasal 8 digunakan untuk pembuatan nota penghitungan BPHTB sebagai dasar penerbitan :

  1. Surat Ketetapan BPHTB Lebih Bayar (SKBLB), apabila jumlah BPHTB yang dibayar ternyata lebih besar daripada jumlah BPHTB yang terutang atau dilakukan pembayaran BPHTB yang tidak seharusnya terutang; atau
  2. Surat Ketetapan BPHTB Nihil (SKBN), apabila jumlah BPHTB yang dibayar sama dengan jumlah BPHTB yang terutang; atau
  3. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar (SKBKB), apabila jumlah BPHTB yang terutang kurang dibayar; atau
  4. Surat Ketetapan BPHTB Kurang Bayar Tambahan (SKBKBT), apabila terdapat penambahan jumlah BPHTB yang terutang setelah diterbitkannya SKBKB; atau
  5. Surat Tagihan BPHTB (STB), apabila pajak yang terutang tidak atau kurang dibayar, terdapat kekurangan pembayaran sebagai akibat salah tulis dan/atau salah hitung, atau dikenakan sanksi administrasi berupa denda dan/atau bunga; atau
  6. Surat Keputusan Keberatan, dalam hal Pemeriksaan BPHTB yang dilakukan merupakan bagian dari proses penyelesaian keberatan Wajib Pajak.

Pasal 10

(1) Dalam hal Pemeriksaan BPHTB dilakukan hanya dengan Pemeriksaan Kantor, jangka waktu Pemeriksaan BPHTB adalah paling lama 2 (dua) bulan yang dihitung sejak tanggal SP2B sampai dengan tanggal LHPB.
(2) Dalam hal Pemeriksaan BPHTB dilakukan dengan Pemeriksaan Kantor dan dilanjutkan dengan Pemeriksaan Lapangan, jangka waktu Pemeriksaan BPHTB diperpanjang menjadi paling lama 4 (empat) bulan yang dihitung sejak tanggal SP2B sampai dengan tanggal LHPB.
(3) Pemeriksaan BPHTB sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a dan huruf b angka 1 diselesaikan dengan memperhatikan jatuh tempo pemberian keputusan atas permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB atau keberatan BPHTB.

Pasal 11

Terhadap permohonan pengembalian kelebihan pembayaran BPHTB yang diajukan sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini yang proses pemeriksaannya belum dilakukan, pemeriksaan dilakukan berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini.

Pasal 12

Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Peraturan Direktur Jenderal Pajak ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 18 September 2008
DIREKTUR JENDERAL PAJAK

ttd.

DARMIN NASUTION
NIP 130605098

Reading: Peraturan Dirjen Pajak – PER 36/PJ/2008