Berdasarkan Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan 1984, Menteri Keuangan mengeluarkan Keputusan tanggal 31 Desember 1983 Nomor 965/KMK.04/1983 tentang Badan-badan tertentu yang ditetapkan sebagai pemungut pajak atas penghasilan dari Wajib Pajak yang melakukan kegiatan usaha, dasar pungutan, tarif serta tata cara pelaksanaannya.
Badan-badan yang ditetapkan sebagai pemungut PPh Pasal 22 adalah :
- Direktorat Jenderal Bea dan Cukai;
- Direktorat Jenderal Anggaran;
- Bendaharawan Rutin dan Bendaharawan Proyek, baik ditingkat Pemerintah Pusat maupun di tingkat Pemerintah Daerah;
- Badan-badan lain yang melakukan pembayaran untuk barang dan jasa dari Belanja Negara dan Belanja Daerah.
- Dasar pungutan PPh Pasal 22 adalah penghasilan netto dari :
- Pemasukan barang impor;
- Penyerahan barang dan/atau jasa yang pembayarannya dari Belanja Negara dan Belanja Daerah.
- Orang pribadi, badan, instansi atau Wajib Pajak tidak dikenakan pungutan PPh Pasal 22 atas pemasukan barang impor dan penerimaan pembayaran dari Belanja Negara, baik APBN maupun APBD, hanya apabila menyerahkan Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 (Impor atau Belanja Negara).
- Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 diberikan apabila :
- Yang menerima pembayaran dari Belanja Negara bukan sebagai Subyek Pajak dari Pajak Penghasilan;
- Yang melakukan pemasukan barang impor bukan sebagai Subyek Pajak dari Pajak Penghasilan;
- Importir yang memasukkan barang impor atas dasar inden dari pihak lain, setelah Importir tersebut melunasi PPh Pasal 25 atas “handling fee” yang diterima atau diperolehnya sebesar 15% x “handling fee” itu.
- Importir menjual barang impor langsung kepada Pemerintah, setelah Importir menunjukkan, bahwa atas pengimporan barang tersebut telah dibayar PPh Pasal 22.
- Yang mengimpor barang adalah Badan-badan yang berdasarkan Undang-undang Nomor 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing dan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri sepanjang :
– | diberikan masa bebas pajak, sedangkan impor tersebut berkenaan dengan barang untuk keperluan penanaman modal yang bersangkutan, dan |
– | belum memulai dengan produksi dan mengimpor barang untuk keperluan penanaman modal yang bersangkutan. |
- Penanaman Modal yang sedang menikmati masa bebas pajak tidak dikenakan pungutan PPh Pasal 22 melalui Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 yang dikeluarkan untuk selama masa bebas pajak dan jenis dan jumlah barang-barang yang diimpor sesuai dengan yang tercantum dalam “Master List”.
- Pemasukan bahan baku oleh Penanaman Modal tidak diberikan pembebasan PPh Pasal 22, kecuali bila ada Surat Keputusan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) atas nama Menteri Keuangan yang membebaskan pemasukan bahan baku tersebut dari berbagai pungutan, termasuk PPh Pasal 22 sebagai pelaksanaan dari SPT (Surat Persetujuan Tetap) yang telah diterbitkan sebelum tanggal 1 Januari 1984.
- Permohonan pembebasan PPh Pasal 22 agar ditujukan kepada Kepala Inspeksi Pajak tempat pemohon bertempat tinggal atau bertempat kedudukan, ataupun Kepala Inspeksi Pajak yang berwenang menetapkan Pajak Penghasilan.
- Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 agar dikeluarkan dalam waktu 2 x 24 jam, langsung oleh Kepala Inspeksi Pajak tersebut pada angka 7 diatas, setelah semua syarat dipenuhi.
- Bilamana timbul keragu-raguan, Kepala Inspeksi Pajak tersebut agar meneruskan ke Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak (u.p. Direktur Pajak Langsung), disertai pendapat dan usul dari Kepala Inspeksi Pajak beserta alasan-alasannya.
- Sambil menunggu penetapan formulir yang baru mengenai Surat Keterangan Bebas PPh Pasal 22 baik Impor maupun Belanja Negara, maka untuk keperluan pelaksanaan SE ini agar mempergunakan contoh-contoh formulir yang kami sampaikan dengan surat kawat tanggal 31 Januari 1984 Nomor S-5/PJ.24/1984
- Demikianlah penegasan kami untuk Saudara perhatikan dan dilaksanakan sebagaimana mestinya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
ttd
Drs. SALAMUN A.T.