Bersama ini disampaikan rekaman Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 605/KMK.04/1990 tanggal 25 Mei 1990 tentang Perubahan Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor : 549/KMK.01/1985 tanggal 14 Mei 1985 tentang Dasar Penghitungan, Pemungutan dan Penyetoran Pajak Pertambahan Nilai atas Penyerahan Hasil Tembakau Buatan Dalam Negeri.
2.1. | Potongan Harga Wajar (Pasal 2 ayat (2)) Potongan harga wajar yang semula ditetapkan sebesar 15 % dari harga bandrol diubah menjadi 10 % mulai tanggal 1 Juli 1990 dalam rangka pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 yang mengatur perluasan pengenaan PPN sampai tingkat pedagang besar termasuk pedagang besar dalam tata niaga hasil tembakau buatan dalam negeri (rokok). |
2.2. |
Besarnya tarif (Pasal 2 ayat (3)) |
2.3. |
Pengusaha rokok golongan K.1000 (Pasal 3.a baru) |
2.4. | Keputusan Menteri Keuangan No. 605/KMK.04/1990 tanggal 25 Mei 1990 tersebut mulai berlaku untuk penebusan pita cukai sejak tanggal 1 Juli 1990. |
3.1. |
Pengertian “penebusan pita cukai” seperti tersebut dalam Pasal III Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 605/KMK.04/1990 tanggal 25 Mei 1990 adalah saat pemesanan/ pembelian pita cukai oleh pabrikan rokok kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan penegasannya telah dituangkan dalam surat Direktur Jenderal Pajak kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor : S-901/PJ.52/1990 tanggal 4 Juli 1990. |
3.2. |
Para Kepala KPP melakukan inventarisasi pengusaha rokok yang termasuk golongan Pengusaha Rokok K.1000. Apabila diantaranya sudah dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak agar pengukuhannya dicabut terhitung mulai 1 Juli 1990 setelah terlebih dahulu dilakukan penelitian SPT Masa PPN-nya dari masa sebelumnya. |
3.3. |
Di dalam tarif efektif 8,2 % ini sudah termasuk PPN yang terutang pada tingkat Pabrikan dan Pedagang Besar Rokok sehingga Agen/Penyalur Utama dan Pedagang Besar rokok tidak perlu lagi dikukuhkan sebagai PKP kecuali jika yang bersangkutan mempunyai kegiatan lain yang juga terutang PPN. |
3.4. |
Apabila agen/Penyalur Utama atau Pedagang Besar rokok tersebut mempunyai usaha lain yang juga terutang PPN, maka tata cara pengkreditan Pajak Masukan dilaksanakan sesuai dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441b/KMK.04/1989 tanggal 29 Desember 1989. Dalam tahun berjalan, semua Pajak Masukan dapat dikreditkan, namun pada akhir tahun dilakukan penghitungan kembali Pajak Masukan atas perolehan BKP/JKP yang dipergunakan untuk kegiatan perdagangan rokok yang harus dibayar kembali sesuai dengan Pasal 6 Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1441b/KMK.04/1989 tersebut. |
3.5. |
Sesuai dengan butir 3.3. di atas dan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor : SE-45/PJ.3/1988 tanggal 23 Desember 1988 (seri PPN-132), maka atas penyerahan oleh Pabrikan, Agen/Penyalur Utama atau Pedagang Besar hasil tembakau dalam negeri (rokok) yang PPN-nya disetor bersamaan dengan pembayaran cukai tidak diwajibkan membuat Faktur Pajak. Untuk penyerahan kena pajak lainnya tetap diwajibkan membuat Faktur Pajak. |
Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan dengan sebaik-baiknya.
DIREKTUR JENDERAL PAJAK
ttd
Drs. MAR’IE MUHAMMAD