Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 46/PJ.3/1988

Sebagaimana Saudara ketahui bahwa berdasarkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 1988, Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Badan-badan tertentu lainnya seperti PERTAMINA, Kontraktor Kontrak Bagi Hasil dan Kontrak Karya di bidang Minyak dan Gas Bumi dan Pertambangan Umum lainnya, BUMN dan BUMD, Bank Pemerintah dan Pembangunan Daerah ditetapkan sebagai pemungut dan penyetor PPN dan PPn.BM yang terutang oleh Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak atau Jasa Kena Pajak (terlampir). Sebagai peraturan pelaksanaannya (terlampir) telah diterbitkan 3 (tiga) Keputusan Menteri Keuangan :

  1. Nomor : 1287/KMK.04/1988 tanggal 23 Desember 1988 tentang Tata Cara Pemungutan dan Pelaporan Pajak Pertambangan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Bendaharawan sebagai pemungut pajak.
  2. Nomor : 1288/KMK.04/1988 tanggal 23 Desember 1988 tentang Tata Cara Pemungutan dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Kantor Perbendaharaan Negara sebagai pemungut pajak.
  3. Nomor : 1289/KMK.04/1988 tanggal 23 Desember 1988 tentang Tata Cara Pemungutan, Penyetoran dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah oleh Badan-badan tertentu sebagai pemungut pajak.

Sehubungan dengan dikeluarkannya keputusan tersebut diatas beberapa hal perlu diberikan penegasan sebagai berikut :

(1)

Ruang lingkup pemungutan PPN.
Ruang lingkup pemungutan PPN adalah sesuai dengan ruang lingkup pengenaan PPN berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1985 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai 1984 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 tentang Pengenaan PPN atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh pedagang besar dan penyerahan Jasa Kena Pajak selain jasa yang dilakukan oleh pemborong. Dengan demikian maka atas penyerahan Barang Kena Pajak yang dilakukan oleh Importir, pabrikan, distributor utama, pedagang besar (distributor,agen) dan pedagang eceran, terutang PPN. Demikian pula atas penyerahan semua jasa (kecuali jasa yang tidak dikenakan PPN) terutang PPN yang menjadi obyek pemungutan berdasarkan ketentuan ini.

Penyerahan yang PPN/PPn BM-nya tidak perlu dipungut. Dalam rangka deregulasi maka penerbitan SKB PPN hendaknya dilakukan seminimal mungkin. Oleh karena itu hal-hal yang sudah jelas tidak terutang PPN, Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Badan-badan tertentu tidak perlu memungut PPN. Penyerahan yang PPN-nya tidak perlu dipungut dapat dibagi sebagai berikut :

  1. Penyerahan yang terhutang PPN tetapi tidak perlu dipungut PPN/PPn BM oleh pemungut. Penyerahan dibawah ini sebenarnya terutang PPN, tetapi atas pembayarannya tidak perlu dipungut PPN/PPn BM oleh pemungut:

    (1)

    pembayaran jumlahnya tidak melebihi Rp. 500.000,00

    (2)

    pembayaran atas penyerahan BBM dan bukan BBM oleh PERTAMINA.

    (3)

    pembayaran atas jasa telekomunikasi yang diserahkan oleh Perumtel.

    (4)

    pembayaran atas jasa angkutan udara dalam negeri yang diserahkan oleh perusahaan penerbangan.

    (5) Pembayaran yang PPN-nya ditanggung Pemerintah berdasarkan :
    1. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1986 yo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 51 Tahun 1986 yo Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1988 yo Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 559/KMK.04/1986 tanggal 24 Juni 1986.
    2. Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 42 Tahun 1988 yaitu atas penyerahan surat kabar dan majalah yang bahannya dibuat dari kertas koran.
    Catatan :
    Penyerahan tersebut pada butir 1 s/d 4 disetor sendiri oleh PKP rekanan yang bersangkutan.

  2. Penyerahan yang tidak terutang PPN berdasarkan Undang-Undang PPN 1984 dan Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988.
    (1) Penyerahan bukan Barang Kena Pajak termasuk pembayaran atas pembebasan tanah, kecuali penyerahan tanah matang oleh Real Estate/Industrial Estate tetap terutang dan dipungut PPN.
    (2) Penyerahan bukan Jasa Kena Pajak sebagaimana tersebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1988 yaitu :
    1. jasa pelayanan dan perawatan kesehatan.
    2. jasa pelayanan sosial.
    3. jasa pelayanan pos dan giro.
    4. jasa perbankan, asuransi, lembaga keuangan bukan Bank dan Financial Leasing.
    5. jasa di bidang keagamaan.
    6. jasa di bidang pendidikan.
    7. jasa di bidang kesenian yang tidak bersifat komersial.
    8. jasa penyiaran radio dan televisi.
    9. jasa angkutan laut dan angkutan udara.
    10. jasa angkutan udara luar negeri.
    11. jasa tenaga kerja dan penyediaan tenaga kerja.
    12. jasa perhotelan dan rumah penginapan.
    13. jasa telepon umum, coin box, telegram dan jasa penyewaan transponder luar negeri.

    Penyerahan tersebut pada huruf A dan B tidak perlu dipungut dan juga tidak perlu diterbitkan Surat Keputusan Beban PPN (SKB PPN). Oleh karena itu diminta kepada Saudara memberikan penjelasan kepada Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Badan-badan tertentu tersebut. Dalam hal pemungut ragu-ragu dalam memutuskan apakah atas penyerahan tersebut terutang PPN/PPn BM atau tidak, maka Saudara diminta membuat surat penegasan kepada si pemungut apakah terutang PPN/PPn BM atau tidak, jika tidak terutang maka untuk penyerahan dengan kasus yang sama diberikan penegasan bahwa untuk penyerahan tersebut tidak perlu dipungut PPN.

(2)

Pemungut Pajak.
Yang bertanggung jawab atas pemungutan, penyetoran dan pelaporan PPN/PPn BM adalah Kantor Perbendaharaan Negara, Bendaharawan dan Kantor Pusat/Cabang/Unit dari Badan-badan tertentu sebagai pemungut pajak, yang melakukan pembayaran, Pemungut ini ditetapkan dengan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988 dan untuk ini tidak diperlukan surat khusus penunjukkan sebagai pemungut. Dalam hal terjadi transaksi antar badan-badan tertentu sebagai pemungut (diluar pemungutan oleh KPN dan Bendaharawan yang selalu diperlakukan sebagai pemungut) maka PKP yang menyerahkan BKP/JKP yang berkewajiban untuk memungut dan menyetor sendiri PPN/PPn BM yang terutang.

(3) Saat pemungutan dan penyetoran.
3.1. Saat pemungutan adalah pada saat dilakukannya pembayaran atas tagihan kepada PKP rekanan yang bersangkutan.
3.2.

Saat penyetoran untuk Bendaharawan dan badan-badan tertentu adalah selambat-lambatnya tanggal 10 setelah bulan dilakukannya pembayaran tersebut pada butir 3.1.

(4)

Bukti pemungutan.
Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak (SSP) yang PPN/PPn BM-nya telah disetorkan di Kas Negara/Bank Persepsi/Kantor Pos dan Giro merupakan bukti pemungutan dan sekaligus sebagai bukti setor baik bagi PKP rekanan maupun pemungut. Dalam hal tidak terutang PPN maka Faktur Pajak dan SSP tidak perlu dibuat.

(5)

Dasar Pengenaan Pajak dan pajak yang dipungut untuk KPN dan Bendaharawan.

5.1.

Dasar Pengenaan Pajak adalah jumlah pembayaran baik dalam bentuk uang muka, atau pembayaran sebagian atau pembayaran seluruhnya yang dilakukan oleh pemungut. Dalam jumlah pembayaran tersebut dianggap sudah termasuk PPN/PPn.BM yang terutang, tanpa memperhatikan apakah dalam kontrak menyebutkan ketentuan pemungutan PPN/PPn BM atau tidak. Catatan : Khusus untuk “Project Aid” sambil menunggu pengaturan/penegasan lebih lanjut, ketentuan yang ada masih tetap berlaku.

5.2.

PPN yang dipungut sebesar 10/110 dari jumlah pembayaran. Dalam hal penyerahan BKP disamping terutang PPN juga terutang PPn BM maka PPN/PPn BM yang dipungut sebesar: 100% + tarif PPN + tarif PPn BM x jumlah pembayaran. Penentuan apakah suatu penyerahan terutang PPn BM diserahkan sepenuhnya kepada PKP rekanan yang bersangkutan karena rekanan tersebut dianggap mengetahui apakah suatu penyerahan terutang PPn BM atau tidak.

Catatan :
Untuk Badan-badan tertentu PPN dan PPn BM dihitung sebesar tarif PPN/PPn BM dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak (Harga Jual, Nilai penggantian)

(6)

Faktur Pajak :
Faktur Pajak yang harus dibuat oleh PKP rekanan adalah Faktur Pajak standard sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Keuangan Nomor : 1117/KMK.04/1988tanggal 8 November 1988.

(7)

Surat Setoran Pajak (SSP) :
SSP dibuat atas nama, alamat dan NPWP PKP rekanan, sedangkan yang menandatangani SSP pada ruang kiri bawah SSP adalah pemungut yang bertindak atas nama PKP rekanan.

(8)

Laporan :

(1)

Bagi Pemungut. Pemungut diwajibkan melaporkan PPN dan PPn BM yang dipungut dan disetor sesuai dengan jadwal waktu yang ditentukan dalam lampiran keputusan Menteri Keuangan yang bersangkutan. Laporan yang dibuat cukup singkat dan hanya memuat jumlah lembar Faktur Pajak, PPN dan PPn.BM yang dipungut dan disetor. Lampirannya adalah Faktur Pajak yang telah dibubuhi cap “Telah disetor tanggal …………” dan tanda tangan si pemungut.

(2) Bagi PKP rekanan. PKP rekanan mencantumkan PPN/PPn.BM yang dipungut dalam SPT Masa PPN (formulir 1485) sebagai Pajak Keluaran yang dipungut oleh instansi dan badan yang ditunjuk tersebut pada Kode B Nomor 2 Formulir 1485 dalam Masa Pajak sebagai berikut :
  1. Untuk PPN/PPn BM yang dipungut oleh KPN dilaporkan dalam masa pajak sesuai dengan bulan “Cash Register” oleh Kantor Kas Negara pada SSP yang bersangkutan.
  2. Untuk PPN/PPn BM yang dipungut oleh Bendaharawan atau badan tertentu dilaporkan dalam masa pajak dilakukannya pembayaran atas tagihan oleh pemungut, dengan asumsi bahwa tanggal 10 bulan berikutnya sudah ada bukti pungutan yaitu SSP yang bersangkutan. Tetapi dalam praktek kemungkinan terjadi kelambatan pengiriman SSP (yang pajaknya telah disetor) kepada PKP rekanan oleh si pemungut, maka dapat dilaporkan pada masa pajak berikutnya setelah bulan dilakukannya pembayaran atas tagihan.
(9)

Sanksi :
Untuk KPN dan Bendaharawan sebagai pemungut pajak yang tidak memenuhi kewajiban sebagaimana diatur dalam Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri Keuangan yang bersangkutan, dapat dikenakan sanksi berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku antara lain sanksi atas petugas/pejabat KPN dan Bendaharawan adalah sanksi kepegawaian. Jika memenuhi unsur pidana dapat dikenakan sanksi pidana yang berkenaan. Untuk Badan-badan tertentu sebagai pemungut pajak, kecuali Bank Pemerintah/Bank Pembangunan Daerah baik selaku Bank Persepsi maupun selaku Bank Pembayar atas penyerahan BKP/JKP kepada Pemerintah, maka Badan-badan pemungut bertanggung jawab sesuai dengan Pasal 33 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 dan dapat diterbitkan Surat Keterangan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 sepanjang PKP rekanan dapat membuktikan bahwa PPN/PPn BM telah dipungut oleh Badan pemungut tetapi tidak disetorkan di Kas Negara.

(10) Lain-lain :
10.1. Ketentuan pemungutan ini berlaku untuk pembayaran yang dilakukan mulai tanggal 1 Januari 1989.
10.2. Dengan berlakunya Keputusan Presiden dan Keputusan Menteri keuangan tersebut di atas maka S.E. Direktur Jenderal Pajak Nomor :
  1. SE-10/PJ.3/1986 tanggal 18 Maret 1986 (Seri PPN-70);
  2. SE-38/PJ.3/1986 tanggal 6 Agustus 1986 (Seri PPN-82);
  3. SE-57/PJ.3/1986 tanggal 17 Desember 1986 (Seri PPN-94);
  4. SE-4/PJ.3/1987 tanggal 24 Januari 1987 (Seri PPN-97);
  5. SE-34/PJ.3/1988 tanggal 25 Agustus 1988 (Seri PPN-125);
  6. Ketentuan lainnya yang bertentangan dengan ketentuan ini, dinyatakan tidak berlaku.
10.3.

Agar pemungut mengetahui kewajiban pemungutan ini diminta kepada Saudara menyebar luaskan Surat Edaran ini kepada pemungut dalam wilayah Saudara.

Demikian petunjuk ini kami berikan agar Saudara dapat melaksanakan dengan sebaik-baiknya.

DIREKTUR JENDERAL PAJAK,

ttd

Drs. MAR’IE MUHAMMAD

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 46/PJ.3/1988