Resources / Regulation / Peraturan Menteri Keuangan

Peraturan Menteri Keuangan – 140/PMK.04/2007

Menimbang :

Bahwa dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 10D ayat (7) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang perubahan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Impor Sementara;

Mengingat :

  1. Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 3612); sebagaimana telahdiubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661);
  2. Keputusan Presiden Nomor 20/P Tahun 2005;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG IMPOR SEMENTARA

Pasal 1

Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini, yang dimaksud dengan :

  1. Impor sementara adalah pemasukan barang impor ke dalam daerah pabean yang benar-benardimaksudkan untuk diekspor kembali dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun.
  2. Diekspor kembali adalah pengeluaran barang impor sementara dari daerah pabean sesuai ketentuankepabean di bidang ekspor.
  3. Tidak diekspor kembali adalah barang impor sementara yang tidak diekspor kembali dalam jangkawaktu lebih dari 60 hari sejak tanggal jatuh tempo impor sementara.
  4. Pengurusan administrasi kepabeanan adalah pengajuan pemberitahuan pabean ekspor dan/atau suratpemberitahuan untuk mengekspor kembali.
  5. Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai.
  6. Kepala Kantor adalah Kepala Kantor Pabean.
  7. Pejabat Bea dan Cukai adalah Pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatantertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan.
  8. Orang adalah orang perseorangan atau badan hukum.

Pasal 2

Barang impor dapat disetujui untuk dikeluarkan sebagai barang impor sementara apabila pada waktu impornya memenuhi persyaratan sebagai berikut :

  1. tidak akan habis dipakai;
  2. identitas barang tersebut jelas;
  3. dalam jangka waktu impor sementara tidak mengalami perubahan bentuk secara hakiki kecuali auskarena penggunaan; dan
  4. terdapat dokumen pendukung bahwa barang tersebut akan diekspor kembali.

Pasal 3

(1) Terhadap barang impor sementara dapat diberikan pembebasan atau keringanan bea masuk.
(2) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang diberikan pembebasan bea masuk adalah :

  1. barang untuk keperluan pameran yang dipamerkan ditempat lain dari tempat penyelengaraanpameran berikat;
  2. barang untuk keperluan seminar atau kegiatan semacam itu;
  3. barang untuk keperluan peragaan atau demonstrasi;
  4. barang untuk keperluan tenaga ahli;
  5. barang untuk keperluan penelitian, pendidikan, ilmu pengetahuan dan kebudayaan.
  6. barang yang diimpor untuk keperluan perlombaan dibidang olahraga;
  7. Kemasan yang digunakan untuk pengangkutan barang impor atau ekspor secara berulang-ulang;
  8. barang keperluan contoh atau model;
  9. kendaraan atau sarana pengangkut yang digunakan sendiri oleh wisatawan manca negara;
  10. kendaraan atau sarana pengangkut yang masuk melalui lintas batas dan penggunaannyatidak bersifat regular;
  11. barang untuk diperbaiki, direkondisi, diuji, dan dikalibrasi;
  12. binatang hidup untuk keperluan pertunjukan umum, olahraga, perlombaan, pelatihan,pejantan, dan penanggulangan gangguan keamanan;
  13. peralatan khusus yang digunakan untuk penanggulangan bencana alam, kebakaran, dangangguan keamanan;
  14. kapal niaga yang diimpor oleh perusahaan pelayaran niaga nasional;
  15. pesawat dan mesin pesawat yang diimpor oleh perusahaan penerbangan nasional;
  16. barang yang dibawa oleh penumpang dan akan dibawa kembali ke luar negeri; dan/atau
  17. barang pendukung proyek pemerintah yang dibiayai dengan pinjaman dari luar negeri.
(3) Barang impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dapat diberikan keringanan bea masukadalah mesin dan peralatan untuk kepentingan produksi atau pengerjaan proyek infrastrukstur.

Pasal 4

(1) untuk mendapatkan fasilitas impor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, importirmengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal melalui Kepala Kantor.
(2) Dalam hal tertentu permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan kepada DirekturJenderal.
(3) Kewajiban pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap barangimpor sementara yang dibawa oleh penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf P.
(4) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat :

  1. rincian jenis, jumlah, spesifikasi, identitas, dan perkiraan nilai pabean barang imporsementara;
  2. pelabuhan tempat pemasukan barang impor sementara;
  3. tujuan penggunaan barang impor sementara;
  4. lokasi penggunaan barang impor sementara;dan
  5. jangka waktu impor sementara.
(5) Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit dilampiri dengan :

  1. dokumen pendukung yang menerangkan bahwa barang tersebut akan diekspor kembali; dan
  2. dokumen identitas pemohon seperti NPWP, surat izin usaha, dan API/APIT.

Pasal 5

(1) Atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor melakukan penelitian danPenetapan nilai pabean serta klasifikasi barang atas barang impor sementara untuk penghitunganbea masuk dan pajak dalam rangka impor sebagai dasar penerbitan izin impor sementara.
(2) Dalam hal permohonan fasilitas impor sementara disetujui, Kepala kantor atas nama Menterimenerbitkan izin impor Sementara.
(3) Dalam hal permohonan fasilitas impor sementara tidak disetujui, Kepala Kantor membuat suratpemberitahuan penolakan permohonan dengan menyebutkan alasan penolakan.

Pasal 6

(1) Terhadap barang impor sementara yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3 ayat (2), importir wajib menyerahkan jaminan kepada Kepala Kantor.
(2) Kewajiban menyerahkan jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikecualikan untukimpor sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf p berdasarkan pertimbangandan Kepala Kantor.
(3) Jumlah jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sebesar bea masuk dan pajak dalamrangka impor yang terutang atau yang seharusnya dibayar atas barang impor yang bersangkutan.

Pasal 7

(1) Terhadap barang impor sementara yang diberikan keringanan bea masuk sebagaimana dimaksuddalam Pasal 3 ayat (3), importir wajib membayar :

  1. bea masuk sebesar 2% (dua persen) untuk setiap bulan atau bagian dan bulan, dikalikanjumlah bulan jangka waktu impor sementara, dikalikan jumlah bea masuk yang seharusnyadibayar atas barang impor sementara bersangkutan; dan
  2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atau PPN dan Pajak Penjulan Atas Barang Mewah (PPnBM).
(2) Dikecualikan dari kewajiban pembayaran PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat(1) huruf b dalam hal atas barang impor sementara tersebut diberikan fasilitas perpajakanberdasarkan ketentuan di bidang perpajakan yang berlaku.
(3) Selain kewajiban untuk membayar bea masuk, PPN atau PPN dan PPnBM, importir wajib menyerahkanjaminan sebesar selisih antara bea masuk yang seharusnya dibayar dengan yang telah dibayarditambah dengan Pajak Penghasilan Pasal 22.

Pasal 8

Terhadap barang impor sementara sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (3) dalam kondisi bukan baru dan/atau yang diatur tata niaga impornya wajib mendapat persetujuan impor dan instansi yang berwenang sebelum barang tersebut keluar dari kawasan pabean.

Pasal 9

(1) Untuk pemenuhan kewajiban pabean atas impor sementara, disampaikan pemberitahuan pabeanimpor yang dibuat berdasarkan dokumen pelengkap pabean dan/atau izin impor sementara.
(2) Pemberitahuan pabean impor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada kepalakantor paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal izin impor sementara, disertai tanda terimapembayaran dan/atau jaminan.
(3) Apabila pemberitahuan pabean impor tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksudpada ayat (2), maka izin impor sementara yang telah diberikan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 10

(1) Jangka waktu izin impor sementara diberikan berdasarkan permohonan sesuai dengan tujuanpenggunaannya untuk jangka waktu paling lama 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaranpemberitahuan pabean impor sementara.
(2) Dalam hal jangka waktu impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kurang dari 3 (tiga)tahun, jangka waktu izin impor sementara tersebut dapat diperpanjang lebih dari 1 (satu) kaliberdasarkan permohonan, sepanjang jangka waktu izin impor sementara secara keseluruhan tidaklebih dari 3 (tiga) tahun terhitung sejak tanggal pendaftaran pemberitahuan pabean impor sementara.

Pasal 11

(1) Selama berlakunya izin impor sementara, barang impor sementara dapat dipindahlokasikan ataudigunakan untuk tujuan lain setelah mendapat persetujuan dari kepala kantor atau Direktur Jenderal.
(2) Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) importir mengajukanpermohonan kepada kepala kantor yang menerbitkan izin impor sementara atau Direktur Jenderal.
(3) Dalam hal barang impor sementara dipindahlokasikan ke tempat lain yang berada dalam pengawasankantor pabean lain, importir memberitahukan hal tersebut kepada kepala kantor tujuan.
(4) Dalam hal barang impor sementara dipindahlokasikan atau digunakan untuk tujuan lain tanpamendapat persetujuan sebagimana dimaksud pada ayat (1), izin impor sementara dicabut.
(5) Pencabutan izin impor sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan oleh Kepala Kantoratau Direktur Jenderal dengan surat pencabutan.
(6) Terhadap barang impor sementara yang telah dicabut izin impor sementaranya sebagaimanadimaksud pada ayat (4) dilakukan penyegelan pada kesempatan pertama.
(7) Dalam hal izin impor sementara dicabut, barang impor sementara tersebut diperlakukan sebagaibarang impor sementara yang tidak diekspor kembali dan importir wajib membayar bea masuk yangterutang dan sanksi administrasi berupa denda sebesar 100% dari bea masuk yang seharusnyadibayar.
(8) Dalam hal barang impor sementara yang telah dicabut izin impor sementaranya tidak diekspor dalamjangka waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), maka barang impor tersebutdiperlakukan sebagai barang impor sementara yang tidak diekspor kembali.

Pasal 12

(1) Setelah jangka waktu impor sementara berakhir dan dalam hal tidak dilakukan perpanjangan izinimpor sementara, sambil menunggu proses realisasi ekspor, terhadap barang impor sementaradilakukan penyegelan pada kesempatan pertama.
(2) Penyegelan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuka kembali pada saat barang akan dimuat kesarana pengangkut dalam rangka realisasi ekspornya.

Pasal 13

(1) Dalam hal terjadi kerusakan berat atau musnah karena keadaan memaksa (force majeure), importirdapat dibebaskan dari kewajiban untuk mengekspor kembali barang impor sementara dimaksud sertadibebaskan dari kewajiban melunasi kekurangan bea masuk dan sanksi administrasi berdasarkanpersetujuan Kepala Kantor atau Direktur Jenderal.
(2) Keadaan memaksa (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didukung denganpernyataan dan instansi yang berwenang.
(3) Terhadap keadaan memaksa (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pejabat membuatlaporan kejadian dari berita acara.

Pasal 14

(1) Terhadap barang impor sementara dalam kondisi bukan baru dan/atau barang yang terkena peraturanpembatasan yang tidak diekspor kembali, sebelum dilakukan pelunasan bea masuk dan pajak dalamrangka impor, wajib mendapat persetujuan impor dari instansi teknis terkait.
(2) Terhadap impor sementara yang mendapat keringanan, pemenuhan persyaratan impor dilakukan padasaat mengajukan impor sementara.

Pasal 15

(1) Orang yang terlambat mengekspor kembali barang impor sementara melebihi jangka waktu yangdiizinkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1), dikenai sanksi administrasi berupa dendasebesar 100% (seratus persen) dari bea masuk yang seharusnya dibayar.
(2) Yang dimaksud dengan terlambat mengekspor kembali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalahpelaksanaan ekspor kembali barang impor sementara yang :

  1. pengurusan administrasi kepabeanan dilakukan setelah tanggal jatuh tempo impor sementarasampai dengan 60 hari setelah tanggal jatuh tempo impor sementara dari realisasi ekspornyadilakukan dalam kurun waktu yang sama;atau
  2. Pengurusan administrasi kepabeanan dilakukan sampai dengan tanggal jatuh tempo imporsementara dari realisasi ekspornya dilakukan dalam jangka waktu antara 30 hari setelahtanggal jatuh tempo impor sementara sampai dengan 60 hari setelah tanggal jatuh tempoimpor sementara.
(3) Orang yang tidak mengekspor kembali barang impor sementara dalam jangka waktu yang diizinkanwajib membayar bea masuk dan dikenai sanksi administrasi berupa denda 100% (seratus persen) daribea masuk yang seharusnya dibayar.

Pasal 16

(1) Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, izin impor sementara yang pemberitahuanpabean impornya telah didaftarkan sebelum dikeluarkannya Peraturan Menteri Keuangan ini,dinyatakan masih berlaku sampai dengan berakhirnya izin impor sementara, dan apabila masihdiperlukan dapat diberikan perpanjangan dengan persyaratan dan ketentuan sebagaimana diaturdalam Peraturan Menteri Keuangan ini.
(2) Terhadap izin impor sementara yang pemberitahuan pabean impornya telah didaftarkan sebelumdikeluarkan Peraturan Menteri Keuangan ini dan pada saat jatuh temponya telah berlaku PeraturanMenteri Keuangan ini, maka diselesaikan dengan persyaratan dan ketentuan sebagaimana diatur dalamPeraturan Menteri Keuangan ini.

Pasal 17

Ketentuan yang diperlukan dalam pelaksanaan Peraturan Menteri Keuangan ini diatur lebih lanjut dengan Peraturan Direktur Jenderal.

Pasal 18

Pada saat Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 615/PMK.04/2004 tentang Tata Laksana Impor Sementara, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.

Pasal 19

Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal 15 Desember 2007.

Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengumuman Keputusan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 12 November 2007
MENTERI KEUANGAN,

ttd.

SRI MULYANI INDRAWTI

Reading: Peraturan Menteri Keuangan – 140/PMK.04/2007