Resources / Regulation / Surat Edaran Dirjen Pajak

Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 11/PJ.52/2006

Bersama ini disampaikan kepada Saudara salinan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor : PER-146/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN). Hal-hal yang perlu mendapat perhatian adalah sebagai berikut:

  1. Dalam rangka menyelaraskan dengan perkembangan dunia usaha, sistem informasi, serta memperhatikan saran dan masukan yang diterima dari unit-unit Kantor Pelayanan Pajak seluruh Indonesia yang berguna bagi penyempurnaan SPT Masa PPN sebagaimana telah diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-145/PJ./2005 yang pemberlakuannya ditunda sampai dengan 31 Desember 2006, maka diterbitkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor 146/PJ./2006 tentang Bentuk, Isi, dan Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) sebagai pengganti dari PER-145/PJ./2005.

  2. Bentuk dan isi SPT Masa PPN (SPT) yang ditetapkan dengan Peraturan Direktur Jenderal ini, berlaku untuk seluruh Pengusaha Kena Pajak (PKP), mulai Masa Pajak Januari 2007.

  3. Definisi, bentuk, isi dan tata cara penyampaian SPT.
    1. SPT adalah Surat Pemberitahuan, yaitu :
      bagi PKP yang menerbitkan tidak lebih dari 30 (tiga puluh) Faktur Pajak Standar dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT baik dalam bentuk formulir kertas maupun dalam bentuk data elektronik;
      bagi PKP yang menerbitkan lebih dari 30 (tiga puluh) Faktur Pajak Standar dalam 1 (satu) Masa Pajak adalah SPT dalam bentuk data elektronik.
    2. PKP yang dalam melaporkan kewajibannya tidak menggunakan SPT sebagaimana dimaksud pada huruf a dan tetap menyampaikan SPT tersebut ke KPP tempat PKP dikukuhkan (selanjutnya disebut KPP) atau Kantor Penyuluhan dan Pengamatan Potensi Perpajakan dalam wilayah KPP (selanjutnya disebut KP4), maka PKP dianggap tidak menyampaikan SPT dan dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan.
    3. Faktur Pajak Standar pada butir a meliputi Faktur Pajak Standar sesuai dengan Pasal 13 ayat (5) UU PPN dan dokumen-dokumen tertentu yang diperlakukan sebagai Faktur Pajak Standar.
    4. SPT terdiri dari :
      – Induk SPT – Formulir 1107 (F.1.2.32.01);
      – Lampiran 1 – Daftar Pajak Keluaran dan PPn BM – Formulir 1107 A (D.1.2.32.01); dan
      – Lampiran 2 – Daftar Pajak Masukan dan PPn BM – Formulir 1107 B (D.1.2.32.02).
    5. SPT dapat berbentuk formulir kertas (hard copy) atau data elektronik (yang disampaikan dalam bentuk media elektronik atau melalui e-Filing).
    6. Ada 2 cara penyampaian SPT, yaitu :
      Manual, yaitu disampaikan langsung ke KPP atau KP4 atau disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir ke KPP atau KP4.
      Elektronik yaitu melalui e-Filing, yang tata cara penyampaiannya sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor KEP-05/PJ./2005 tentang Tata Cara Penyampaian Surat Pemberitahuan Secara Elektronik (e-Filing) Melalui Perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP).
    7. Dalam hal PKP menyampaikan SPT dalam bentuk data elektronik, maka Induk SPT tetap harus disampaikan secara manual dalam bentuk formulir kertas (hard copy).
    8. Dalam hal PKP tidak mempunyai kegiatan atau aktivitas usaha sama sekali, sehingga SPT Nihil, maka PKP tidak perlu menyampaikan Lampiran SPT, jadi cukup Induk SPT saja.
    9. SPT yang disampaikan secara manual baik dalam bentuk formulir kertas (hard copy) maupun dalam bentuk media elektronik, dapat disampaikan ke KPP atau KP4, sedangkan SPT yang disampaikan secara elektronik hanya dapat disampaikan ke KPP.
    10. Terhadap SPT yang disampaikan secara manual dan dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dilakukan penelitian oleh KPP atau KP4 setiap kali pada saat SPT diterima, sedangkan terhadap SPT yang disampaikan secara manual dan dalam bentuk media elektronik, dilakukan penelitian dan pengujian data untuk menilai kebenaran pengisian data elektronik Induk SPT dan Lampiran SPT, oleh KPP setiap kali pada saat SPT diterima.
    11. Formulir SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dan Aplikasi Pengisian SPT (e-SPT) dapat diperoleh dengan cara :
      disediakan secara cuma-cuma di KPP atau KP4;
      digandakan atau diperbanyak sendiri oleh PKP;
      di-download di Home Page Direktorat Jenderal Pajak, dengan alamat http://www.pajak.go.id; atau
      disediakan oleh perusahaan Penyedia Jasa Aplikasi (ASP) yang telah ditunjuk oleh Direktorat Jenderal Pajak, dalam hal SPT disampaikan dengan cara elektronik.
  4. Pembetulan SPT.
    1. Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT untuk Masa Pajak sebelum Masa Pajak Januari 2007, maka pembetulan tersebut harus menggunakan Formulir 1195, meskipun pembetulan SPT tersebut disampaikan pada Masa Pajak Januari 2007 dan sesudahnya.
    2. Dalam hal PKP melakukan pembetulan SPT untuk Masa Pajak Januari 2007 dan sesudahnya, yang penyampaiannya dalam bentuk : – data elektronik, SPT Pembetulan dilampiri dengan Lampiran 1 dan Lampiran 2 SPT;
      – formulir kertas (hard copy), SPT Pembetulan cukup dilampiri dengan Lampiran SPT yang dibetulkan saja.
  5. Pengisian SPT.

    1. Bagi PKP yang memiliki kewajiban PPn BM, jika melakukan penyerahan BKP yang tergolong mewah pada Masa Pajak yang bersangkutan maka kolom PPn BM pada Formulir 1107 A wajib diisi.
    2. Penyerahan aktiva Pasal 16D UU PPN.
    3. b.1. Apabila PKP terlanjur menyetor PPN atas Penyerahan Aktiva yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan (Pasal 16D UU PPN) dengan SSP tersendiri (Kode Jenis Setoran 104), maka setoran tersebut dimasukkan ke butir II huruf b Formulir 1107 (Induk SPT) yaitu PPN Disetor Di Muka Dalam Masa Pajak Yang Sama.
      b.2. Sejak tanggal 1 Januari 2007, Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak Nomor SE-18/PJ.52/1996 tentang PPN Atas Penyerahan Aktiva Yang Menurut Tujuan Semula Tidak Untuk Diperjualbelikan (Seri PPN 33-95), dinyatakan tidak berlaku.
  6. Petugas pajak yang menerima SPT dalam bentuk formulir kertas (hard copy) yang disampaikan secara manual, segera meneliti SPT tersebut apakah telah sesuai dengan definisi SPT pada butir 3 huruf a. Apabila diketahui SPT yang disampaikan PKP tidak sesuai dengan definisi tersebut, maka :
    1. dalam hal SPT disampaikan secara langsung ke KPP atau KP4, Petugas Pajak segera memberitahukan bahwa SPT ditolak dan disarankan untuk memberikan catatan kenapa SPT tersebut ditolak, sehingga PKP dapat mengetahui dan segera memperbaiki dan menyampaikan SPT yang telah diperbaiki.
    2. dalam hal SPT disampaikan melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir, Petugas Pajak di Tempat Pelayanan Terpadu mengirimkan kembali SPT melalui Kantor Pos secara tercatat atau melalui perusahaan jasa ekspedisi atau melalui perusahaan jasa kurir dan di samping itu segera memberitahukan bahwa SPT ditolak, sehingga PKP dapat mengetahui dan segera memperbaiki dan menyampaikan SPT yang telah diperbaiki.
  7. Segera setelah tanggal 20 setiap bulan, KPP melakukan penelitian terhadap PKP yang tidak atau belum menyampaikan SPT. Apabila diperlukan KPP memberikan himbauan kepada PKP-PKP tersebut agar melaporkan SPT dan mengenakan sanksi sesuai peraturan perundang-undangan perpajakan.

  8. Para Kepala Kantor Wilayah DJP, para Kepala KPP, para Kepala Kantor Pemeriksaan dan Penyidikan Pajak, dan para Kepala KP4 di seluruh Indonesia, agar segera melakukan sosialisasi SPT yang baru (Formulir 1107) kepada PKP yang berada di bawah pengawasannya.

  9. Untuk memudahkan pelaksanaan ketentuan-ketentuan tersebut di atas dianjurkan agar pengarsipan Surat Edaran Direktur Jenderal Pajak ini, disatukan dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur tentang Tata Cara Penerimaan dan Pengolahan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai.

Demikian untuk diketahui dan dilaksanakan sebaik-baiknya.

Ditetapkan di Jakarta
Pada tanggal 29 September 2006
Direktur Jenderal,

ttd

Darmin Nasution
NIP 130605098

Tembusan :

1. Sekretaris Jenderal Departemen Keuangan;
2. Inspektur Jenderal Departemen Keuangan;
3. Kepala Biro Hukum Departemen Keuangan;
4. Kepala Biro Humas Departemen Keuangan;
5. Sekretaris Direktorat Jenderal Pajak;
6. Para Direktur dan Tenaga Pengkaji di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.

Reading: Surat Edaran Dirjen Pajak – SE 11/PJ.52/2006