Perkembangan teknologi telah membawa beragam kemudahan bagi manusia, salah satunya di bidang perdagangan. Dengan pertumbuhan teknologi yang pesat, segala macam transaksi saat ini sudah ada dalam genggaman Anda, karena bisa diakses melalui smartphone. Tak terkecuali sistem perdagangan berbasis teknologi atau e-commerce.
Sebagai negara yang turut mengandalkan pajak sebagai pemasukan utama, perkembangan bisnis e-commerce ini tentu saja tak luput dari perhatian pemerintah.
Untuk memantau dan memastikan pertumbuhan e-commerce tak merugikan negara, pemerintah mulai meramu regulasi perpajakannya.
Selayaknya regulasi baru pada bidang lain, penerapan regulasi di bidang e-commerce tentu juga menemui sejumlah tantangan. Simak artikel ini untuk mengetahui solusi dari tantangan tersebut.
Namun sebelumnya, Anda perlu turut mengetahui seberapa besar potensi e-commerce di Indonesia, sehingga solusi perpajakannya penting untuk segera diterapkan.
Perkembangan e-Commerce
Tak bisa dipungkiri bahwa saat ini bisnis e-commerce semakin tumbuh di Indonesia. Terbukti, karena nilai transaksi e-commerce di Indonesia telah meningkat lebih dari 100% dalam kurun waktu satu tahun. Yakni dari Rp30,94 triliun pada 2017 menjadi Rp77,77 triliun pada tahun 2018.
Beberapa hal yang membuat e-commerce terus bertumbuh adalah karakteristik perdagangan elektronik yang menjawab kendala perdagangan selama ini. E-Commerce memungkinkan perdagangan berjalan 24 jam sehari, menjangkau lokasi yang jauh sekalipun, serta menguntungkan penjual karena tak perlu memiliki toko atau gudang sendiri.
Kementerian Perdagangan memprediksi transaksi e-commerce di Indonesia pada tahun 2022 akan melonjak hingga Rp800 triliun, dan bahkan bisa mencapai Rp1.000 triliun pada 2025.
Melihat peluang tersebut, sejumlah perusahaan telah merambah bisnis platform e-commerce, sebut saja Tokopedia, Shoppee, BukaLapak, dan OLX. Jenis-jenis e-commerce yang beroperasi di Indonesia pun beragam, mulai dari business to consumer (B2C), consumer to consumer (C2C), hingga consumer to business (C2B).
Tantangan Pajak e-Commerce
Membuka toko secara online dan tidak memiliki toko fisik, tak menjadikan Anda terbebas dari kewajiban membayar pajak. Karena pada dasarnya, setiap orang wajib membayar pajak kepada negara atas setiap kegiatan jual-beli yang dilakukan, baik itu berupa barang maupun jasa.
Kewajiban membayar pajak inilah yang kerap tak disadari oleh pengusaha toko online dan bahkan juga pembelinya. Berikut inilah kewajiban-kewajiban pajak toko online yang menjadi tantangan pajak e-commerce:
- Memiliki NPWP
Masih banyak pedagang online yang tidak tahu bahwa dirinya harus membayar pajak, sehingga mereka tidak membuat Nomor Pokok wajib Pajak (NPWP). - Menghitung Pajak Bulanan
Meski sudah menyadari kewajibannya untuk membayar pajak dan memiliki NPWP, faktanya masih banyak pedagang online yang belum tahu cara menghitung pajak bulanannya yang sebesar 0,5% dari omzet per bulan. Belum lagi dari sekian banyak transaksi yang dilakukan, banyak pedagang masih menghitung pajak bulanannya secara konvensional. - Setor Pajak
Kewajiban selanjutnya yang juga menjadi tantangan e-commerce adalah kewajiban setor pajak. Pedagang online yang merupakan pelaku usaha kecil dan menengah (UMKM) kerap terlambat membayar pajak lantaran proses ini masih dilakukan secara terpisah. Contohnya saja ID Billing yang tidak bisa dibayar langsung di platform untuk membuatnya dan harus dilakukan di Bank Persepsi, Kantor Pos, atau ATM. Padahal tenggat waktu setor pajak bagi UMKM harus dilakukan setiap tanggal 15 bulan berikutnya dari bulan berjalan pajak. - Potong/Pungut Pajak
Tantangan e-commerce selanjutnya adalah pemotongan dan pemungutan pajak, contohnya saja PPh 21 (pajak penghasilan karyawan) dan pajak pertambahan nilai (PPN). Pedagang online masih merasa kesulitan melakukan pemotongan atau pemungutan pajak pada setiap transaksi, lantaran belum tersentralisasinya fitur-fitur administrasi perpajakan. Mengingat, saat ini mayoritas pemotongan atau pemungutan pajak masih diproses satu per satu melalui aplikasi yang berbeda-beda. - Lapor SPT Tahunan
Meski pedagang online sudah memiliki NPWP, bisa menghitung pajak bulanan, menyetor pajak, kemudian potong/pungut pajak dari pihak lain, faktanya pedagang online tetap harus melaporkan pajak tahunannya melalui surat pemberitahuan (SPT). Hal ini menjadi tantangan karena layanan perpajakan yang ada saat ini belum terintegrasi secara penuh.
Upaya Amankan Pajak e-Commerce Menggunakan Omnibus Law
Sesungguhnya pemerintah telah meramu peraturan perpajakan e-commerce. Hal ini setidaknya telah dilakukan sejak tahun 2017, saat pemerintah mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 74 Tahun 2017. Hingga akhirnya kepastian hukum di bidang perdagangan digital dikuatkan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 80 Tahun 2019 tentang Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).
Terbaru, pemerintah mengumumkan tentang rencana penyederhanaan regulasi Undang-Undang (UU) Perpajakan dengan menciptakan omnibus law, yakni UU yang mencakup berbagai isu atau topik. Rencananya, pemerintah akan mengamandemen beberapa UU sekaligus.
Salah satu sorotan rencana omnibus law ini adalah pemajakan transaksi elektronik. Pemerintah akan mengatur regulasi penunjukkan perusahaan pemilik platform e-commerce sebagai pemungut PPN dari konsumennya. Serta mengenakan pajak atas penghasilan subjek pajak luar negeri (SPLN) terkait transaksi elektronik di Indonesia dengan perluasan kriteria Bentuk Usaha Tetap (BUT).
Jadi nantinya perusahaan yang berkedudukan di luar negeri tetap diwajibkan membayar pajak penghasilan meski tak memiliki kantor fisik di Indonesia. Lantaran penghasilan mereka berasal dari konsumen di Indonesia.
Pembentukan omnibus law di bidang perdagangan digital ini bertujuan menciptakan keadilan iklim berusaha di dalam negeri, serta mencegah kebocoran PPN dan pajak penghasilan dari dalam negeri.
Perkembangan Digitalisasi Pajak
Keseriusan pemerintah melalui Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mengoptimalkan pemasukan pajak semakin terlihat saat berbagai layanan pajak secara digital hadir. Seperti SPT elektronik (e-SPT), lapor pajak online (e-filing), faktur elektronik (e-faktur), pembayaran pajak secara elektronik (e-billing), hingga pengenalan bukti potong elektronik (e-bupot) dan formulir SPT online melalui e-form pada awal 2017 silam.
Hingga pada tahun 2019, internal DJP juga telah meresmikan Direktorat Data Informasi Perpajakan yang secara khusus menangani manajemen data perpajakan.
Meski sudah mengalami sejumlah perubahan dan kemajuan, nyatanya pelayanan pajak di Indonesia masih membutuhkan sistem digitalisasi pajak yang lebih terintegrasi. Seperti platform digital yang bisa digunakan untuk memproses berbagai kegiatan administrasi perpajakan sekaligus, mulai dari daftar NPWP, hitung pajak yang harus dibayar, setor pajak, hingga melaporkan SPT.
Selanjutnya, dunia perpajakan Indonesia juga masih membutuhkan SPT unifikasi, yakni satu formulir SPT yang mencakup berbagai jenis SPT. Hal ini diperlukan lantaran jumlah SPT yang harus dilaporkan setiap bulan terlalu banyak, sebut saja SPT masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23, Pasal 26, serta SPT masa lainnya.
Solusi Perpajakan Anda
Untuk menyederhanakan proses administrasi perpajakan Anda, saat telah hadir aplikasi berbasis website, OnlinePajak. Dalam satu aplikasi terintegrasi, Anda dapat menghitung otomatis jumlah pajak yang harus dibayarkan, setor langsung pajak dalam aplikasi yang sama, hingga lapor pajak dengan satu kali klik.
OnlinePajak telah ditunjuk secara resmi sebagai Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan (PJAP) oleh DJP. Penunjukkan ini dikukuhkan melalui Keputusan Direktur Jenderal Pajak Nomor 582/PJ/2019.
Sebagai PJAP, saat ini OnlinePajak memberikan pelayanan penyaluran SPT dalam bentuk dokumen elektronik, penyediaan aplikasi pembuatan kode e-billing, dan penyelenggaraan e-faktur host-to-host (H2H).
Kedepannya, OnlinePajak akan menghadirkan layanan pemberian NPWP untuk wajib pajak orang pribadi karyawan, menyediakan aplikasi pembuatan dan penyaluran e-bupot, dan bahkan menyediakan aplikasi SPT dalam bentuk dokumen elektronik. Layanan-layanan tersebut akan hadir pada PJAP yang ditunjuk resmi oleh DJP sebagaimana tercantum dalam Peraturan Dirjen Pajak Nomor PER-11/PJ/2019 tentang Penyedia Jasa Aplikasi Perpajakan.
OnlinePajak diharapkan dapat menjadi solusi tantangan perpajakan e-commerce dengan simplifikasi proses administrasi perpajakan untuk para pelaku bisnis. Dengan menggunakan OnlinePajak, Anda hanya perlu memasukan data satu kali untuk kemudian memproses administrasi pajak secara otomatis.
Data Anda juga akan tersimpan secara cloud storage basis sehingga dapat diakses kapan saja dan dimana saja. Kemudian, perhitungan pajak secara otomatis juga akan menghasilkan angka yang akurat, serta mengikuti peraturan terbaru yang berlaku.
Bagi OnlinePajak, Wajib Pajak adalah Prioritas Utama. Misi Kami adalah meningkatkan pendapatan negara dengan menghilangkan beban administrasi bagi Wajib Pajak melalui aplikasi teknologi perpajakan terpadu.
Hubungi sales OnlinePajak untuk informasi registrasi dan penggunaan fitur di OnlinePajak untuk kebutuhan pengelolaan transaksi bisnis dan perpajakan Anda.
Ditulis oleh: Daniel William Legawa