Resources / Blog / Tentang PajakPay

SSE PAJAK, Sebuah Evolusi Pembayaran Pajak Oleh DJP

Apa itu SSE Pajak? SSE Pajak adalah bukti pembayaran pajak melalui formulir atau dengan cara lain ke kas negara. Lantas, apa bedanya dengan SSP dengan SSE? Berikut ini ulasannya

SPT Tahunan 2021: Hal yang Perlu Diperhatikan Saat Lapor Pajak

Apa Itu SSE Pajak?

Surat Setoran Elektronik atau biasa dikenal sebagai SSE pajak dikembangkan sebagai salah satu langkah kecil Ditjen Pajak memodernisasi sistem administrasi perpajakan.

Surat Setoran Pajak elektronik sebagaimana diatur dalam PER – 05/PJ/2017 adalah bukti pembayaran elektronik atau penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh menteri keuangan.

Program ini diluncurkan sejak tahun 2002 untuk melaksanakan good governance yang berlandaskan sistem administrasi perpajakan yang transparan dan akuntabel melalui pemanfaatan teknologi informasi. Pada gilirannya, strategi yang dijalankan Ditjen Pajak adalah memberikan pelayanan prima sekaligus pengawasan intensif kepada para wajib pajak (WP).

Beberapa fitur yang dikembangkan sebagai komitmen awal, yaitu: e-Filing (pengiriman SPT secara online melalui internet), e-SPT (penyerahan SPT dalam media digital), e-Payment (fasilitas pembayaran online hanya untuk PBB), dan e-Registration (pendaftaran NPWP secara online melalui internet).

Menutup Tahun Pembinaan Wajib Pajak (2015), per 1 Januari 2016 Ditjen Pajak mulai memperkenalkan sistem pembayaran pajak elektronik (e-Billing) melalui SSE sebagai instrumen pengganti Surat Setoran Pajak manual. Perlahan, sambil mengedukasi wajib pajak, Ditjen Pajak memberi kesempatan kepada wajib pajak untuk tetap dapat menggunakan SSP manual sampai dengan 30 Juni 2016.

Dari SSP Menjadi SSE

Bagi yang pernah mengalami era pengisian SSP Manual, Anda tentu ingat saat mengisi SSP dengan tulisan tangan atau bahkan diketik melalui mesin ketik, kita harus mengisinya dengan menekan kuat kuat pena agar dapat terbaca hingga rangkap keempat.

Namun, dalam perkembangannya SSP Manual bertansformasi menjadi SSE yang pengisiannya menggunakan sistem elektronik dan cukup hanya mencetak satu rangkap SSE saat melakukan pembayaran pajak. Pada awal kemunculannya, banyak orang bertanya apakah SSE berbeda dengan SSP manual?

Sebenarnya, SSE adalah bentuk baru SSP Manual yang metode pengisiannya dilakukan secara elektronik dan bahkan memiliki fungsi serta substansi konten yang sama dengan SSP. Bahkan, dalam setiap produk hukum perpajakan, SSP masih menjadi istilah yang digunakan untuk penyebutan SSE.

Munculnya system e-Billing yang dikembangkan oleh Ditjen Pajak memang patut diapresiasi karena mampu memberi banyak manfaat. Bagaimana tidak, SSE memungkinkan wajib pajak untuk membayar pajak di mana saja, kapan saja dan melalui media apa saja baik melalui internet banking, mesin ATM , mesin EDC, teller Bank atau Kantor Pos Persepsi bahkan aplikasi bayar pajak online.

Kemudahan ini secara langsung dapat mengurangi biaya kepatuhan dan administrasi baik dari segi waktu, uang, tenaga dan pikiran. Bagaimana SSE bekerja dalam sistem e-Billing hingga dapat memberikan manfaat yang sangat besar bagi wajib pajak? Berikut penjelasan lebih detail

Bagaimana SSE Bekerja Dalam Sistem e-Billing

SSE mengakomodasi pembayaran seluruh jenis pajak selain PDRI yang administrasi pembayarannya dilakukan oleh Dirjen Bea Cukai, dan jenis pajak yang tata cara pembayarannya diatur secara khusus. Pembuatan SSE juga dapat mengakomodir mata uang selain Rupiah, yaitu Dollar Amerika Serikat (USD). Akan tetapi, mata uang USD hanya dapat diperuntukan bagi:

1. WP yang memperoleh izin atau telah menyampaikan pemberitahuan untuk menyelenggarakan pembukuan dengan menggunakan bahasa Inggris dan mata uang USD (yaitu untuk pembayaran PPh Ps. 25, PPh Ps. 29, PPh Final yang dibayar sendiri oleh wajib pajak, PPh Minyak dan Gas Bumi.

2. SKP dan STP yang diterbitkan dalam USD.

Cara Membuat SSE

Formulir SSE diterbitkan secara self-service sebagai pengajuan pembayaran pajak melalui:

  1. Aplikasi billing DJP.
  2. Layanan, produk, aplikasi, atau sistem penerbitan kode billing oleh bank/pos persepsi dan pihak lain yang ditunjuk oleh Ditjen Pajak, meliputi perusahaan ASP seperti OnlinePajak.
  3. Perusahaan Telekomunikasi.

Formulir SSE yang terbit berisikan informasi Nama wajib pajak, NPWP, alamat dan kota yang terisi otomatis saat melalukan login pada sistem e-billing, dan isian NOP, Jenis Pajak, Jenis Setoran, Masa Pajak, Tahun Pajak, Nomor Ketetapan, dan Jumlah Setor yang harus diinput sendiri oleh WP.

Setelah WP sudah yakin dengan informasi pembayaran pajak yang diinput, sistem akan menerbitkan kode billing yang disertai dengan informasi masa aktif kode billing.

Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan melalui Sistem Billing atas suatu jenis pembayaran atau setoran yang akan dilakukan WP. Masa aktif kode billing yang tertera dalam Formulir SSE perlu diperhatikan karena apabila sudah masuk jatuh tempo pembayaran pajak, maka kode billing tidak dapat dipergunakan.

Input data juga sebaiknya dilakukan dengan teliti karena setoran yang sudah masuk di pos penerimaan suatu jenis pajak tidak dapat diubah secara otomatis oleh WP, melainkan harus melalui proses pemindahbukuan yang rumit dan pengajuannya dilakukan secara manual.

Meski versi terbaru sistem billing pajak DJP (SSE3/SSE versi 3) telah dapat diakses pada sse3.pajak.go.id, sistem billing lama (SSE versi 1 dan 2) yaitu sse.pajak.go.id & sse2.pajak.go.id akan dialihkan ke djponline.pajak.go.id namun masih dapat diakses seperti biasa.

Hanya saja, sistem billing pajak yang baru memiliki tamilan baru dengan fitur yang lebih lengkap, seperti fitur tambahan pembuatan billing atas NPWP pihak lain (untuk Potongan/Pungutan pajak) dan pembuatan billing untuk untuk jenis Pembayaran Pajak tanpa-NPWP.

Pada sistem ini, penerbitan kode billing melalui e-billing (self service) yang langsung diterima oleh WP merupakan kunci utama kemudahan proses pembayaran dan efisiensi waktu. Selanjutnya, kode billing yang dimiiliki WP dapat dengan mudah diinput pada beragam gerbang pembayaran untuk diselesaikan pembayarannya.

OnlinePajak sebagai salah satu ASP yag ditunjuk oleh Ditjen Pajak secara khusus menyediakan platform sistem e-billing yang terintegrasi dengan Bank Persepsi agar wajib pajak dapat segera melanjutkan proses pembayaran tanpa harus berpindah ke instrumen lain seperti ATM, EDC, Internet Banking, dsb.

Wajib pajak cukup melakukan registrasi akun baru pada website OnlinePajak, menginput NPWP dan memilih fitur yang akan digunakan, yaitu: e-billing. Sejak awal tahun 2016, Online Pajak adalah ASP yang berkontribusi membantu Ditjen Pajak menyediakan alternatif aplikasi online e-billing yang memudahkan.

Wajib Dokumentasikan SSE: BPN dan SSE Sama Kedudukannya

Telah kita ketahui bersama bahwa e-billing saat ini ditopang dengan menggunakan MPN G2 (Modul Penerimaan Negara Generasi 2) yang mengintegrasikan seluruh database dan informasi penerimaan Negara dalam satu sistem terpadu. Proses bisnis MPG G2 sendiri dijelaskan dalam beberapa tahapan berikut:

  • Wajib pajak melakukan input data tagihan atau setoran pajak ke sistem.
  • Biller menerbitkan kode billing kepada wajib pajak.
  • Biller setelahnya mengirimkan data tagihan atau setoran pajak yang dibuat oleh wajib pajak ke database MPN G2.
  • Wajib pajak selanjutnya melakukan pembayaran atas kode billing yang sudah diterbitkan ke Bank/Pos Persepsi.
  • Bank/Pos Persepsi melakukan pembayaran ke kas Negara dan memperoleh NTPN yang kemudian disampaikan kepada WP dalam bentuk BPN (Bukti Penerimaan Negara).
  • Database MPN G2 menyampaikan notifikasi atas pelunasan tagihan atau setoran pajak (kode billing).

Wajib pajak yang telah melakukan penyetoran pajak di Bank/Pos Persepsi akan menerima BPN. SSE diterbitkan sebagai bentuk komitmen untuk melakukan pembayaran, sedangkan BPN dianggap sebagai bukti bahwa wajib pajak telah melakukan penyetoran pajak ke kas negara. BPN adalah sarana administrasi lain yang kedudukannya dipersamakan dengan SSE. Informasi yang termuat dalam BPN paling sedikit mencantumkan: NTPN, NTB/NTP, Kode Billing, NPWP, Nama , Alamat, kecuali untuk BPN yang diterbitkan melalui ATM dan EDC, NOP, Kode Akun Pajak, Kode Jenis Setoran, Masa Pajak, Tahun Pajak, nomor ketetapan pajak bila ada, tanggal bayar, dan Jumlah nominal pembayaran.

BPN sendiri memiliki bentuk yang beragam, mengingat banyaknya pilihan gerbang pembayaran yang dapat digunakan WP, yaitu:

  1. Dokumen bukti pembayaran yang diterbitkan Bank/Pos Persepsi, untuk pembayaran/penyetoran melalui Teller dengan Kode Billing;
  2. Struk bukti transaksi, untuk pembayaran melalui ATM dan EDC;
  3. Dokumen elektronik, untuk pembayaran/penyetoran melalui internet banking; dan
  4. Teraan BPN pada Surat Setoran Pajak (SSP)/SSP PBB, untuk pembayaran melalui Teller Bank/Pos Persepsi dengan menggunakan SSP/SSP PBB.

Ragam bentuk BPN, bahkan salinan atau fotokopi BPN dipersamakan kedudukannya dengan SSE. Dokumentasi terhadap BPN dan SSE sebaiknya dilakukan oleh wajib pajak, terutama yang terkait dengan kewajiban perpajakan selama sepuluh (10) tahun terakhir.

Layaknya sebuah kuitansi, BPN atau SSP menjadi bukti utama atas pajak yang sudah disetorkan dan kelengkapan dokumentasi lainnya sebagai bukti bahwa WP telah memenuhi kepatuhan perpajakan dengan benar.

Meskipun Ditjen Pajak (KPP) sudah memegang data informasi pembayaran pajak wajib pajak, dokumentasi tetap diperlukan dalam hal wajib pajak mengajukan permohonan pemindahbukuan saat di kemudian hari menemukan kesalahan input data SSE (kode akun pajak, kode jenis setoran, masa/ tahun pajak, atau bahkan nominal).

Di sisi lain, dokumentasi juga diperlukan apabila dilakukan Pemeriksaan terhadap wajib pajak untuk uji kepatuhan. Hal ini lumrah dilakukan mengingat sistem perpajakan Indonesia menganut Self Assessment System (SAS). Daluarsa pemeriksaan pajak adalah lima (5) tahun (Pasal 13 UU KUP No. 28/2017). Di sisi lain, Pemerintah mengatur kewajiban dokumentasi selama sepuluh (10) tahun sebagaimana tertera dalam Pasal 28 UU No. 28/2007 tentang KUP:

“Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disimpan selama 10 (sepuluh) tahun di Indonesia, yaitu di tempat kegiatan atau tempat tinggal Wajib Pajak orang pribadi, atau di tempat kedudukan Wajib Pajak badan.”

Dokumentasi sebaiknya mencakup fisik dan digital agar jika terjadi kerusakan atau hilangnya dokumen suatu saat dapat memiliki cadangan dari file digital.

Atau jika suatu saat dokumen BPN hilang, maka cukup mencari SSE yang berisikan kode billing atas setoran pajak dari BPN yang hilang tersebut dan mengajukan permohonan pencetakan ulang BPN kepada Bank/Pos Persepsi.

Pada akhirnya, e-billing berbasis full automation system yang dikembangkan melalui pemanfaatan teknologi informasi terbukti ampuh menciptakan proses bisnis yang efisien dan efektif, sebagai hasil dari perbaikan administrasi dan pelayanan yang lebih cepat, mudah, akurat, dan berkualitas.

Reading: SSE PAJAK, Sebuah Evolusi Pembayaran Pajak Oleh DJP