Resources / Blog / PPN e-Faktur

Bisnis Ritel: Fungsi, Jenis dan Pajak yang Dikenakan

Bisnis ritel atau bisnis eceran menjadi salah satu jenis bisnis yang banyak ditemukan di Indonesia. Apa saja yang termasuk ke dalam bisnis ini? Jika terjun ke dalam bisnis ini, apa saja jenis pajak yang harus Anda bayar? Simak selengkapnya mengenai serba-serbi bisnis ritel di sini.

Pengertian dan Fungsi Bisnis Ritel

Sebelumnya, apa yang dimaksud dengan bisnis eceran ini? Mengutip dari Wikipedia, eceran atau ritel adalah salah satu cara pemasaran produk meliputi semua aktivitas yang melibatkan penjualan barang secara langsung ke konsumen akhir untuk penggunaan pribadi dan bukan bisnis. Jadi dapat disimpulkan, ritel adalah proses penjualan produk atau jasa dalam skala kecil atau eceran untuk memenuhi kebutuhan pribadi konsumen akhir.

Pemilik bisnis eceran akan membeli barang dalam jumlah besar atau grosir dari produsen untuk dijual kembali dalam jumlah satuan kepada konsumen akhir dengan memberikan harga baru untuk mendapatkan laba penjualan. 

Bisnis eceran ini memiliki beberapa fungsi dalam dunia pemasaran, di antaranya:

  • Memudahkan Konsumen Mendapatkan Produk

Bisnis ritel berfungsi sebagai perantara untuk memudahkan konsumen dalam membeli barang secara satuan dalam satu lokasi penjualan yang menyediakan berbagai macam kebutuhan.

  • Membantu Promosi Produk

Selain menjual barang, bisnis eceran juga termasuk mempromosikan barang dan memberikan edukasi pada konsumen mengenai produk tersebut. Karena itu dalam aktivitas bisnis eceran selalu terdapat tenaga sales yang membantu mempromosikan produk secara maksimal.

  • Menyediakan berbagai jenis barang dengan harga beragam

Umumnya, bisnis ritel tidak hanya menyediakan satu jenis barang, melainkan berbagai jenis barang dari beberapa produsen berbeda. Harga jual barang pada konsumen pun akan beragam sehingga dapat menciptakan variasi pasar yang juga meningkatkan kepuasan konsumen. Di sisi lain, konsumen juga semakin mudah dan nyaman dalam memilih dan membeli barang kebutuhannya dengan melihat banyaknya jenis barang dan harga yang ada.

  • Memberikan keuntungan bagi produsen

Di sisi lain, bisnis ritel juga memberi keuntungan untuk produsen karena biasanya pebisnis akan membeli barang dalam jumlah besar dari produsen. Uang hasil penjualan tersebut dapat diputar kembali sebagai modal produsen dalam memproduksi barang. 

Di samping itu, pebisnis ritel dapat bertindak mengobservasi pasar. Sebagai bisnis yang langsung berhadapan dengan konsumen akhir, pebisnis ritel bisa mendapatkan timbal balik dari konsumen dan mengamati langsung perilaku konsumen, serta melihat tren pasar. Informasi seperti ini dapat diberikan kepada produsen sehingga mereka dapat memproduksi barang yang sesuai dengan permintaan pasar.

Jenis-Jenis Bisnis Ritel

Secara garis besar, jenis bisnis eceran terbagi menjadi 3, yaitu bisnis eceran berdasarkan status kepemilikikan, bisnis eceran berdasarkan skala usaha, dan bisnis eceran berdasarkan produk yang ditawarkan. Dari ketiga jenis tersebut, terdapat turunan jenisnya. Mari membahasnya satu per satu.

1. Bisnis eceran berdasarkan status kepemilikan

  • Ritel Independen atau ritel mandiri, artinya pemilik bisnis membangun bisnisnya sendiri dari awal, mulai dari perencanaan hingga pendirian usaha. Ritel independen tidak akan bergabung dengan pihak mana pun dalam beroperasi. Contoh ritel independen adalah warung, ruko, dan toko kelontong.
  • Ritel waralaba atau franchise, merupakan bisnis yang menggunakan produk, nama, konsep, dan rencana bisnis dari perusahaan induk. Jika ingin membangun atau bergabung ke dalam ritel waralaba, Anda harus membayar sejumlah uang pada perusahaan induk.
  • Kelompok usaha, merupakan jaringan ritel yang saling terkait dalam satu manajemen, seperti swalayan. 

2. Bisnis eceran berdasarkan skala usaha

  • Ritel skala besar, meliputi ritel yang menjual barang dalam skala besar, seperti toko serba ada, chain store, department store, dan sebagainya.
  • Ritel skala kecil, terbagi lagi menjadi 2 kategori, yaitu pedagang kaki lima atau kios, dan pedagang keliling atau penjual tidak menetap.

3. Bisnis eceran berdasarkan produk yang ditawarkan

  • Product retail, merupakan bisnis eceran yang menjual barang, contohnya toko elektronik yang memasarkan barang lebih sedikit daripada pusat. Product retail sendiri memiliki beberapa kategori, di antaranya: Toserba, convenience store, combination store, specialty store.
  • Service retail, jenis ritel yang menawarkan jasa, seperti jasa perbaikan elektronik.
  • Non-store retail, jenis ritel yang menggunakan media tertentu untuk memasarkan produknya, seperti toko online.

Jenis Pajak dalam Bisnis Ritel

Pengusaha ritel yang menjual barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, kecuali pengusaha kecil yang batasannya ditetapkan oleh Menteri Keuangan, wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP), dan wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak. Jika sudah menjadi PKP, pengusaha ritel pun wajib melakukan kegiatan usaha atau penyerahan barang kena pajak sesuai dengan peraturan yang ada, yaitu berdasarkan Peraturan Ditjen Pajak Nomor Per-58/PJ/2020, pasal 1 ayat 1 yang berbunyi:

Pengusaha Kena Pajak Pedagang Eceran yang selanjutnya disebut sebagai PKP PE adalah Pengusaha Kena Pajak yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya melakukan penyerahan barang kena pajak dengan cara sebagai berikut:

  • Melalui suatu tempat penjualan eceran seperti toko dan kios atau langsung mendatangi dari satu tempat konsumen akhir ke tempat konsumen akhir lainnya.
  • Dengan cara penjualan eceran yang dilakukan langsung kepada konsumen akhir, tanpa didahului dengan penawaran tertulis, pemesanan tertulis, kontrak, atau lelang.
  • Pada umumnya, penyerahan barang kena pajak atau transaksi jual beli dilakukan secara tunai dan penjual langsung menyerahkan barang kena pajak atau pembeli langsung membawa barang kena pajak yang dibelinya.

Jika sudah menjalankan penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak sesuai dengan peraturan yang ada, apa saja jenis pajak yang perlu dipungut, dibayar, dan dilaporkan pengusaha ritel?

1. PPN

Pajak Pertambahan Nilai atau PPN adalah pungutan yang dibebankan atas transaksi jual-beli barang dan jasa yang dilakukan oleh wajib pajak pribadi atau wajib pajak badan yang telah menjadi PKP. Pengusaha ritel yang telah menjadi PKP wajib memungut PPN atas transaksi penjualannya dengan konsumen akhir. Jika pengusaha ritel menjual barang kategori barang mewah, ia perlu memungut dan melaporkan PPnBM (pajak penjualan atas barang mewah).

Namun, tidak semua pengusaha ritel wajib memungut dan melaporkan PPN. Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197 Tahun 2013, ada penyesuaian batasan omzet pengusaha kecil yang dikenakan PPN, yaitu sebesar Rp4,8 miliar. Jadi jika omzet suatu ritel tidak mencapai batasan yang ditentukan, tidak wajib untuk memungut, menyetor, dan melaporkan PPN.

2. Faktur Pajak

Pengusaha ritel sebagai PKP wajib membuat faktur pajak untuk setiap penyerahan BKP dan JKP. Faktur pajak tersebut dapat berupa faktur penjualan, kwitansi, bon kontan, atau tanda penyerahan/pembayaran lain yang sejenis.

Namun, umumnya bisnis ritel memiliki jumlah transaksi yang cukup banyak dengan nilai transaksi yang lebih kecil sehingga akan sulit untuk menerapkan peraturan pembuatan faktur pajak seperti PKP lainnya. Maka, berdasarkan PP Nomor 1 Tahun 2012 pasal 20 ayat 1, PKP PE dapat membuat faktur pajak tanpa mencantumkan keterangan pembeli.

3. PPh Final 0,5%

Pengusaha ritel yang memiliki omzet lebih kecil dari Rp4,8 miliar, diwajibkan untuk memungut PPh Final sebesar 0,5% dari jumlah peredaran brutonya setiap bulan. Ketentuan lengkap mengenai pemungutan pajak ini dapat Anda lihat di sini.

Baca Lebih Lanjut: 7 Poin Penting dalam PP 23/2018 Tentang PPh Final 0,5%

4. Withholding Tax

Selain pajak atas transaksi penjualan, bisnis ritel wajib membayar dan melaporkan perpajakan jenis lainnya, yaitu withholding tax. Salah satu contohnya, pengusaha wajib memungut, membayar, dan melaporkan PPh 21 atas penggajian karyawannya setiap bulan. Jika pengusaha ritel menyewa gedung, wajib memotong PPh Pasal 4 ayat 2 atas pembayaran sewa gedung tersebut sebesar 10% dari jumlah bruto biaya sewa. 

5. Pajak Restoran (Convenience Store)

Beberapa jenis ritel yang menjual barang seperti minimarket, turut menyediakan layanan kafetaria yang menjualan makanan dan minuman siap saji, seperti es kopi, nasi dan ayam, dan sejenisnya. Minimarket ini pun menyediakan ruang bagi pembelinya untuk menikmati hidangan tersebut langsung di tempat. Bisnis ritel ini dikenal dengan istilah convenience store, dan termasuk dalam kategori kafetaria. 

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, convenience store digolongkan sebagai wajib pajak restoran dan dikenakan pajak restoran. Dengan kata lain, convenience store tidak lagi memungut PPN.

Bisnis ritel seperti perantara antara konsumen dan produsen, yang mana konsumen tidak perlu mendatangi produsen untuk membeli kebutuhan pribadinya dan tidak perlu membeli barang dalam jumlah banyak. Dari aspek perpajakan, bisnis ritel sebagai PKP dikenakan PPN dalam setiap transaksinya. Namun jika belum menjadi PKP karena tidak mencapai batasan omzet yang ditentukan, pengusaha ritel dikenakan kewajiban memungut, membayar, dan melaporkan PPh Final 0,5%. Jika bisnis ritel merupakan convenience store, akan dikenakan pajak restoran.  

Selain pajak yang dikenakan atas transaksi penjualan, bisnis eceran ini juga wajib membayar pajak lainnya yang berhubungan dengan kegiatan perusahaan, seperti pajak karyawan, pajak sewa gedung, pajak atas pembayaran jasa tenaga ahli, dan sebagainya. Kesemua pajak ini dapat Anda kelola dengan lebih mudah dengan menggunakan aplikasi perpajakan OnlinePajak. Anda dapat memilih paket sesuai kebutuhan perusahaan, cek harga dan fitur yang tersedia di sini.

Reading: Bisnis Ritel: Fungsi, Jenis dan Pajak yang Dikenakan