Resources / Blog / PajakPay

Jurnal PPh Pasal 23: Ketentuan Pencatatan & Contoh Perhitungannya

Jurnal PPh 23 merupakan pencatatan jurnal akuntansi atas potongan pajak penghasilan pasal 23 (PPh 23) yang diterima oleh wajib pajak pemberi jasa. Pembuatan jurnal PPh 23 membantu perusahaan dalam mencatat aktivitas transaksi dan perpajakan agar dapat terhindar dari kesalahan penghitungan pada saat pelaporan SPT PPh Badan.

Apa itu Jurnal PPh 23?

Jurnal PPh 23 adalah pencatatan potongan pajak atas penghasilan pasal 23 (PPh 23) yang diterima atau diperoleh wajib pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap yang berasal dari modal, penyerahan jasa, atau penyelenggaraan kegiatan selain yang telah dipotong PPh pasal 21.

Jurnal PPh 23 biasanya diterbitkan dalam bentuk faktur (invoice) setiap terjadi transaksi antara pihak penerima penghasilan (penjual atau pemberi jasa) dan pemberi penghasilan.

Pihak pemberi penghasilan (pembeli atau penerima jasa) akan memotong dan melaporkan PPh pasal 23 tersebut kepada kantor pajak.

Perlu Anda ketahui, pembuatan jurnal PPh 23 ini sangat penting dilakukan agar tidak terjadi kesalahan dalam pencatatan perpajakan karena dapat menyebabkan terjadinya pemeriksaan oleh fiskus.

Perusahaan sebagai pihak yang dipotong pajak atau menerima penghasilan harus melakukan pencatatan PPh Pasal 23 terutang sebagai pajak dibayar di muka atau prepaid tax yang nanti akan menjadi penghitungan surat pemberitahuan tahunan (SPT) PPh Badan.

Berdasarkan Undang-Undang (UU) PPh Nomor 36 Tahun 2008 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU HPP Nomor 7 Tahun 2021, sifat dari PPh Pasal 23 adalah pemotongan, dalam arti penerima penghasilan yang dikenai PPh Pasal 23 dipotong terlebih dahulu PPh Pasal 23 oleh pemberi penghasilan.

Penerima penghasilan yang dipotong PPh Pasal 23 adalah wajib pajak dalam negeri (WPDN) dan Badan Usaha Tetap (BUT).

Pemotong PPh Pasal 23 akan memotong serta membayar pajak yang telah diterima dan melaporkan PPh Pasal 23 ke kantor pajak.

Siapa yang Menjadi Pemotong?

Pemotong PPh 23 ditunjuk oleh Kepala Kantor Pelayanan Pajak (KPP) yang diberikan kepada wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu yang telah terdaftar sebagai wajib pajak. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri tertentu wajib memotong PPh Pasal 23 atas pembayaran sewa.

Siapa saja wajib pajak yang bisa ditunjuk sebagai pemotong pajak penghasilan pasal 23? Berikut daftarnya:

  1. Badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya.
  2. Wajib pajak orang pribadi dalam negeri yang ditunjuk sebagai pemotong PPh 23, yaitu:
  • Akuntan, arsitek, dokter, notaris, Pejabat Pembuat Akte Tanah (PPAT) kecuali PPAT tersebut adalah camat, pengacara, dan konsultan, yang melakukan pekerjaan bebas;
  • Orang pribadi yang menjalankan usaha yang menyelenggarakan pembukuan.

Objek PPh 23

  1. Dividen
    Dividen merupakan bagian laba yang diperoleh pemegang saham atau pemegang polis asuransi atau pembagian sisa hasil usaha koperasi yang diperoleh anggota koperasi.
  2. Bunga
    Yaitu bunga pinjaman dari wajib pajak badan ke wajib pajak badan dan/atau dari wajib pajak orang pribadi ke wajib pajak orang pribadi serta denda keterlambatan pembayaran. Dalam pengertian bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
  3. Royalti
    Royalti adalah suatu jumlah yang dibayarkan atau terutang dengan cara atau perhitungan apa pun, baik dilakukan secara berkala maupun tidak, sebagai imbalan atas penggunaan atau hak menggunakan hak cipta, peralatan, dan/atau informasi.
  4. Hadiah, Penghargaan, bonus, dan sejenisnya selain kepada Orang Pribadi
    Dikenakan PPh Pasal 23 jika hadiah atau penghargaan perlombaan, penghargaan, dan hadiah sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan lainnya diterima oleh wajib pajak badan termasuk BUT.
  5. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penguunaan harta, kecuali sewa tanah dan/atau bangunan
    Merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh sehubungan dengan kesepakatan untuk memberikan hak menggunakan harta selama jangka waktu tertentu baik dengan perjanjian tertulis maupun tidak tertulis sehingga harta tersebut hanya dapat digunakan oleh penerima hak selama jangka waktu yang telah disepakati.
  6. Imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain selain jasa yang telah dipotong PPh Pasal 21.

Pemerintah telah menambahkan 62 jenis jasa lainnya yang menjadi objek PPh pasal 23. Penambahan objek PPh 23 ini tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015.

Baca Juga: Pajak Penghasilan Pasal 23 (PPh Pasal 23)

Tarif PPh 23

Tarif pajak atas objek pemotongan PPh Pasal 23 adalah 15% atas Dividen, Bunga, Royalti, dan Hadiah ataupun sejenisnya. Kemudian untuk objek pajak sewa dan penghasilan lain serta imbalan sehubungan dengan jasa teknik, jasa manajemen, jasa konstruksi, jasa konsultan, dan jasa lain yang telah dipotong PPh Pasal 21, dikenakan tarif 2%.

Perlu diingat, bagi wajib pajak penerima penghasilan yang tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), besar tarif pemotongan pajak penghasilan akan lebih tinggi 100%.

Yang Dikecualikan dari Pemotongan

  • Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada bank;
  • Sewa yang dibayarkan atau terutang sehubungan dengan sewa guna usaha dengan hak opsi;
  • Dividen atau bagian laba yang diterima atau diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam negeri, koperasi, badan usaha milik negara, atau badan usaha milik daerah dari penyertaan modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia dan dividen yang diterima oleh orang pribadi;
  • Bagian laba yang diterima atau diperoleh anggota dari perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi atas saham-saham, persekutuan, perkumpulan, firma, dan kongsi, termasuk pemegang unit penyertaan kontrak investasi kolektif;
  • Sisa hasil usaha koperasi yang dibayarkan oleh koperasi kepada anggotanya;
  • Penghasilan yang dibayar atau terutang kepada badan usaha atas jasa keuangan yang berfungsi sebagai penyalur pinjaman dan/atau pembiayaan yang diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan.

Contoh Jurnal PPh Pasal 23 dengan Tarif Potongan 2%

PT Sejahtera memberikan jasa konsultasi kepada CV Indah pada bulan Agustus 2019 dengan imbalan sebesar Rp20.000.000 tunai.

Jurnal PPh 23 atas Imbalan Jasa Konsultan PT Sejahtera kepada CV Indah

Kas Agustus Rp19.600.000
PPh 23 dibayar di muka Rp400.000
Pendapatan Jasa Konsultasi Rp20.000.000

Penjelasan: Berdasarkan ketentuan PPh pasal 23, imbalan sehubungan dengan jasa konsultasn dikenai PPh pasal 23 dengan tarif 2% dari penghasilan bruti. Jumlah PPH pasal 23 yang dipotong adalah Rp400.000 (Rp20.000.000×2%).

Akun PPh 23 dibayar di muka adalah aktiva lancar yang akan ditutup (dikreditkan) ke PPh terutang pada akhir tahun fiskal.

Contoh Jurnal PPh Pasal 23 dengan Tarif Potongan 15%

Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) PT Sejahtera mengumumkan pembagian dividen sebesar Rp3.000.000.000. PT Perkasa memiliki 10% saham PT Sejahtera.

PT Perkasa adalah wajib pajak badan yang atas dividen yang diterimanya tidak berlaku ketentuan PPh pasal 4 ayat (2). Berdasarkan ketentuan Undang-Undang (UU) PPh Nomor 36 Tahun 2008, penghasilan berupa dividen dikenai PPh pasal 23 dengan tarif 15% dari penghasilan bruto.

Kepemilikan PT Perkasa adalah 10%, sehingga dividen yang menjadi hak PT Perkasa adalah Rp300.000.000 (Rp3.000.000.000×10%).

Jumlah PPh pasal 23 yang dipotong adalah Rp45.000.000 (Rp300.000.000×15%).

Jurnal PPh 23 atas Dividen PT Perkasa

Piutang Dividen Rp255.000.000
PPh 23 dibayar di muka Rp45.000.000
Pendapatan Dividen Rp300.000.000

Baca Juga: PPh 23 – Hitung Setor dan Lapor Online

Cara Mudah Setor dan Lapor PPh 23

Bagaimana, mudah bukan untuk menghitungnya? Tapi jangan lupa sebagai wajib pajak pemotong PPh 23, Anda masih harus membayar atau setor pajak dan melaporkan potongan pajak penghasilan 23 ke kantor pajak.

Bila tak ingin repot, saat ini Anda bisa setor PPh 23 secara online melalui aplikasi OnlinePajak. Tak hanya setor, dalam satu aplikasi berbasis website ini, Anda juga bisa langsung melaporkan pembayaran pajak penghasilan pasal 23 tersebut.

Caranya, pihak pemotong harus mengisi SPT PPh Pasal 23 dan melaporkannya melalui layanan e-filing di OnlinePajak. Lihat cara lengkapnya di sini.

Ingat, jatuh tempo pembayaran PPh 23 adalah setiap tanggal 10 bulan berikutnya setelah bulan terutang pajak penghasilan pasal 23. Sementara pelaporan PPh pasal 23 jatuh tempo setiap tanggal 20, sebulan setelah bulan terutang pajak.

Referensi:

  • Undang-Undang (UU) PPh Nomor 36 Tahun 2008
  • UU HPP Nomor 7 Tahun 2021
  • Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 141/PMK.03/2015
Reading: Jurnal PPh Pasal 23: Ketentuan Pencatatan & Contoh Perhitungannya