Sejarah Singkat Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan. Lembaga ini merupakan badan independen yang memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan.
Pembentukan Otoritas Jasa Keuangan merupakan upaya pemerintah Republik Indonesia menghadirkan lembaga yang mampu menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap keseluruhan kegiatan sektor keuangan, baik perbankan maupun Lembaga keuangan non-bank.
Secara fungsi, lembaga ini menggantikan tugas Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan (Bappepam-LK) serta mengambil alih tugas Bank Indonesia dalam hal pengawasan perbankan.
Setelah Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 disahkan, Presiden Republik Indonesia saat itu, Susilo Bambang Yudhoyono pada 16 Juli 2012 menetapkan sembilan anggota dewan komisioner Otoritas Jasa Keuangan, termasuk dua anggota komisioner ex-officio dari Kementerian Keuangan dan Bank Indonesia.
Setelah itu, pada 15 Agustus 2012 dibentuklah Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan Tahap I, untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan melaksanakan tugas selama masa transisi.
Mulai 31 Desember 2012, Otoritas Jasa Keuangan secara efektif beroperasi dengan cakupan tugas Pengawasan Pasar Modal dan Industri Keuangan Non-Bank.
Setelah itu, pada 18 Maret 2013 dibentuk Tim Transisi Otoritas Jasa Keuangan Tahap II untuk membantu Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan dalam pelaksanaan pengalihan fungsi, tugas dan wewenang Pengaturan dan Pengawasan Perbankan dari Bank Indonesia.
Per 31 Desember 2013 Pengawasan Perbankan sepenuhnya beralih dari Bank Indonesia ke Otoritas Jasa Keuangan, sekaligus menandai dimulainya operasional Otoritas Jasa Keuangan secara penuh.
Perluasan fungsi pengawasan Industri Keuangan Non-Bank, pada 1 Januari 2015 Otoritas Jasa Keuangan memulai Pengaturan dan Pengawasan Lembaga Keuangan Mikro (LKM).
Otoritas Jasa Keuangan memiliki tiga tujuan (destination statement), antara lain:
- Mewujudkan sektor jasa keuangan yang Tangguh, stabil dan berdaya saing.
- Mewujudkan sektor jasa keuangan yang kontributif terhadap pemerataan kesejahteraan.
- Mewujudkan keuangan inklusif bagi masyarakat melalui perlindungan konsumen yang kredibel.
Struktur Kelembagaan Otoritas Jasa Keuangan
Otoritas Jasa Keuangan memiliki dua struktur, yakni Dewan Komisioner dan Pelaksana Kegiatan Operasional.
Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari:
- Ketua merangkap anggota.
- Wakil Ketua sebagai Ketua Komite Etik merangkap anggota.
- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan merangkap anggota.
- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal merangkap anggota.
- Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya merangkap anggota.
- Ketua Dewan Audit merangkap anggota.
- Anggota yang membidangi Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
- Anggota ex-officio dari Bank Indonesia yang merupakan anggota Dewan Gubernur Bank Indonesia.
- Anggota ex-officio dari Kementerian Keuangan yang merupakan pejabat setingkat Eselon I Kementerian Keuangan.
Pelaksana Kegiatan Operasional Otoritas Jasa Keuangan terdiri dari:
- Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis I.
- Wakil Ketua Dewan Komisioner memimpin bidang Manajemen Strategis II.
- Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan memimpin bidang Pengawasan Sektor Perbankan.
- Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal memimpin bidang Pengawasan Sektor Pasar Modal.
- Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya memimpin bidang Pengawasan Sektor IKNB.
- Ketua Dewan Audit memimpin bidang Audit Internal dan Manajemen Risiko.
- Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen memimpin bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen.
Setap Kepala Eksekutif dibantu oleh Deputi Komisioner dan Kepala Departemen yang masing-masing membawahi suatu bidang yang spesifik. Misalnya, Kepala Eksekutif Pasar Modal dibantu oleh Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal I dan Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II. Di bawah dua Deputi Komisioner tersebut ada Departemen Pengawasan PM 1A, Departemen Pengawasan PM 1B, Departemen Pengawasan PM 2A dan Departemen Pengawasan PM 2B.
Fungsi dan Cakupan Otoritas Jasa Keuangan
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, Otoritas Jasa Keuangan memiliki fungsi, tugas dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan dan penyidikan untuk sektor perbankan, pasar modal dan industri keuangan non-bank.
Selain itu, ada pula fungsi Otoritas Jasa Keuangan sebagai ujung toimbak inklusi keuangan serta perlindungan konsumen.
Dalam sektor perbankan, Otoritas Jasa Keuangan memiliki tugas pokok antara lain:
- Melakukan penelitian dalam rangka mendukung pengaturan bank dan pengembangan sistem pengawasan bank.
- Melakukan pengaturan bank dan industri perbankan.
- Menyusun sistem dan ketentuan pengawasan bank.
- Melakukan pembinaan, pengawasan, dan pemeriksaan bank.
- Melakukan penegakan hukum atas peraturan di bidang perbankan.
- Melakukan pemeriksaan khusus dan investigasi terhadap penyimpangan yang diduga mengandung unsur pidana di bidang perbankan.
- Melaksanakan remedial dan resolusi bank yang memiliki kondisi tidak sehat sebagai tindak lanjut dari hasil pengawasan bank yang normal.
- Mengembangkan pengawasan perbankan.
- Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang perbankan.
- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.
Selain mengatur dan mengawasi perbankan konvensional, Otoritas Jasa Keuangan juga mengatur dan mengawasi bank syariah serta unit usaha syariah pada bank umum konvensional.
Dalam sektor pasar modal, Otoritas Jasa Keuangan memiliki tugas penyelenggaraan sistem pengaturan dan pengawasan sektor pasar modal yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di sektor jasa keuangan.
Tugas pokok Otoritas Jasa Keuangan pada sektor pasar modal antara lain:
- Menyusun peraturan pelaksanaan bidang Pasar Modal.
- Melaksanakan Protokol Manajemen Krisis Pasar Modal.
- Menetapkan ketentuan akuntasi di bidang Pasar Modal.
- Merumuskan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang Pasar Modal.
- Melaksanakan analisis, pengembangan dan pengawasan Pasar Modal termasuk Pasar Modal Syariah.
- Melaksanakan penegakan hukum di bidang Pasar Modal.
- Menyelesaikan keberatan yang diajukan oleh pihak yang dikenakan sanksi oleh OJK, Bursa Efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, dan Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian.
- Merumuskan prinsip-prinsip Pengelolaan Investasi, Transaksi dan Lembaga Efek, dan tata kelola Emiten dan Perusahaan Publik.
- Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperolah izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari OJK dan pihak lain yang bergerak di bidang Pasar Modal.
- Memberikan perintah tertulis, menunjuk dan/atau menetapkan penggunaan pengelola statuter terhadap pihak/lembaga jasa keuangan yang melakukan kegiatan di bidang Pasar Modal dalam rangka mencegah dan mengurangi kerugian konsumen, masyarakat dan sektor jasa keuangan.
- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.
Pelaku pasar modal yang mencakup pengawasan Otoritas Jasa Keuangan ini antara lain, perusahaan efek, wakil perusahaan efek, pengelolaan investasi, emiten dan perusahaan publik, Lembaga dan profesi penunjang pasar modal serta pasar modal syariah.
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan yang dibuat untuk sektor pasar modal juga mencakup hal yang paling terkecil. Misalnya, POJK Nomor 29/POJK.04/2017 tentang laporan Wali Amanat atau POJK Nomor 23/POJK.04/2017 tentang Prospektus Awal dan Info Memo.
Selain itu, pada sektor pasar modal, Otoritas Jasa Keuangan juga mengatur dan mengawasi mengenai pasar modal syariah serta produk-produk pasar modal syariah.
Dalam sektor industri keuangan non-bank, fungsi pokok Otoritas Jasa Keuangan antara lain:
- Menyusun peraturan di bidang IKNB.
- Melaksanakan protokol manajemen krisis IKNB.
- Melakukan penegakan peraturan di bidang IKNB.
- Melakukan pembinaan dan pengawasan terhadap pihak yang memperoleh izin usaha, persetujuan, pendaftaran dari OJK dan pihak lain yang bergerak di IKNB.
- Menyiapkan rumusan kebijakan di bidang IKNB.
- Melaksanakan kebijakan di bidang IKNB sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
- Melakukan perumusan standar, norma, pedoman kriteria dan prosedur di bidang IKNB.
- Memberikan bimbingan teknis dan evaluasi di bidang IKNB.
- Melaksanakan tugas lain yang diberikan oleh Dewan Komisioner.
Cakupan industri keuangan non-bank yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan ini sangatlah luas. Sektor ini meliputi asuransi, lembaga pembiayaan, dana pensiun, pegadaian, lembaga jasa keuangan khusus, jasa penunjang industri keuangan non-bank dan perusahaan-perusahaan keuangan non-bank syariah.
Saat ini industri keuangan non-bank yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan bertambah satu, yakni financial technology atau fintech. Sektor ini memang menjadi perhatian Otoritas Jasa Keuangan sebab perkembangannya tergolong sangat pesat.
Peran penting Otoritas Jasa Keuangan dalam mendorong fintech semakin diperkuat dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) No. 13/POJK.02/2018 Tentang Inovasi Keuangan Digital di Sektor Jasa Keuangan.
Dalam keterangan resminya, Ketua Komisioner Otoritas Jasa Keuangan Wimboh Santoso menyatakan, POJK mengenai fintech dikeluarkan karena Otoritas Jasa Keuangan tidak menafikan kemajuan teknologi di industri keuangan digital. Sehingga, diperlukan peraturan yang mampu memayungi industri fintech sehingga dapat memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan masyarakat.
Dalam POJK No. 13/POJK.02/2018, Otoritas Jasa Keuangan telah menyusun semua hal yang diperlukan bagi industri fintech, antara lain:
- Mekanisme pencatatan dan pendaftaran fintech.
- Mekanisme pemantauan dan pengawasan fintech.
- Pembentukan ekosistem fintech.
- Membangun budaya inovasi.
- Kewajiban perlindungan data konsumen.
- Kewajiban bagi perusahaan fintech menjalankan manajemen resiko yang efektif.
- Penyelenggara fintech wajib ikut serta dalam meningkatkan inklusi dan literasi keuangan.
- Meningkatkan sinergi dan kolaborasi antar industri, pemerintah, akademisi dan innovation hub yang lain.
- Fintech wajib menjalankan prinsip dasar perlindungan konsumen.
- Fintech wajib untuk menerapkan prinsip transparansi.
- Penyelenggara fintech wajib menerapkan program anti pencucian uang dan pencegahan pendanaan terorisme di sektor jasa keuangan.
POJK No. 13/POJK.02/2018 bisa dikatakan sebagai payung hukum yang lengkap dan menyeluruh dari Otoritas Jasa Keuangan untuk industri fintech. Namun, sebelumnya Otoritas Jasa Keuangan sudah merintis dengan POJK 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
Sinergi Otoritas Jasa Keuangan
Sebagai lembaga yang mengatur dan mengawasi sektor jasa keuangan, gerak langkah Otoritas Jasa Keuangan tentu tidak lepas dari sinergi dan hubungan saling kerja sama dengan lembaga negara lainnya seperti Direktorat Jenderal Pajak (DJP).
Contoh terbaru sinergi antara Otoritas Jasa Keuangan dengan DJP adalah kesiapan DJP menerapkan pertukaran data otomatis atau Automatic Exchange of Information (AEoI). Melalui data ini DJP bisa mendapatkan data warga negara Indonesia yang menjadi nasabah lembaga jasa keuangan di luar negeri.
Kepada awak media, Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan Robert Pakpahan mengungkapkan, DJP telah menandatangani dan telah bekerjasama dengan Otoritas Jasa Keuangan untuk mengimplementasikan AEoL.
Lewat data-data dari AEoL ini akan mampu meningkatkan penerimaan pajak dari Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 25 dan Pasal 29 Orang Pribadi.