Resources / Blog / PPh Final

Memahami Fringe Benefit dan Penerapannya di Indonesia

Memahami Fringe Benefit

Fringe benefit adalah tambahan kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada karyawannya. Beberapa fringe benefit diberikan secara universal kepada seluruh karyawan, namun ada juga beberapa perusahaan yang memberikannya hanya kepada karyawan dengan tingkat eksekutif. 

Beberapa tunjangan tersebut diberikan sebagai bentuk kompensasi kepada karyawan atas biaya yang terkait dengan pekerjaan mereka. Ada juga yang disesuaikan dengan kepuasan kerja secara umum. Tujuan dari kompensasi ini tidak lain untuk merekrut, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang dengan kualitas yang tinggi di perusahaan terkait. 

Secara umum, fringe benefit meliputi asuransi kesehatan, asuransi jiwa, subsidi kafetaria, bantuan biaya kuliah, penggantian biaya penitipan anak, diskon karyawan, opsi saham karyawan, pinjaman below-market, dan penggunaan pribadi kendaraan milik perusahaan. 

Biasanya perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan SDM terbaik di bidang yang dibutuhkan sangat kompetitif. Mereka bisa menawarkan fringe benefit yang luar biasa. 

Baca Juga: Ini 5 Komponen Gaji yang Perlu Anda Ketahui dalam Sistem Pengupahan

Fringe Benefit yang Dikecualikan dari Pajak

Secara umum, fringe benefit akan dikenakan pajak, kecuali yang dikecualikan secara khusus. Pajak untuk penerima kompensasi ini diwajibkan karena termasuk fair market value dari tunjangan dalam penghasilan berpajak karyawan untuk periode tersebut. 

Berikut ini daftar fringe benefit yang dikecualikan dari pajak penghasilan: 

  • Tunjangan kesehatan dan kecelakaan
  • Bantuan adopsi 
  • Penghargaan prestasi
  • Tunjangan komuter 
  • Fasilitas atletik 
  • Bantuan perawatan tanggungan
  • Tunjangan de minimal 
  • Diskon karyawan 
  • Bantuan pendidikan 
  • Perlindungan asuransi jiwa group-term
  • Ponsel yang disediakan 
  • Opsi saham karyawan 
  • Rekening tabungan kesehatan (Health Saving Account (HSA))
  • Makanan
  • Penginapan di tempat bisnis
  • Layanan perencanaan pensiun
  • Layanan tanpa biaya tambahan 
  • Tunjangan kondisi kerja 
  • Pengurangan biaya kuliah

Tentu masing-masing pengecualian ini memiliki syarat dan ketentuannya. Tidak semua tunjangan tambahan yang bebas pajak penghasilan dibebaskan juga dari jaminan sosial, medicare, dan lainnya. Hanya dibebaskan dari pajak penghasilan saja. 

Jadi, fringe benefit membantu perusahaan dalam merekrut, memotivasi, dan mempertahankan orang-orang yang berkualitas tinggi. Biasanya perusahaan yang bersaing untuk mendapatkan SDM dengan keterampilan yang bagus dan paling banyak diminati cenderung menawarkan tunjangan yang sangat tinggi. Beberapa tunjangan yang paling umum adalah kesehatan dan asuransi jiwa. 

Baca Juga: Kompensasi: Pengertian & Jenis-Jenisnya dalam Perusahaan

Penerapannya di Indonesia

Setelah penjelasan di atas, Anda tentu telah memahami bahwa secara konsep, fringe benefit ini merupakan tunjangan yang melengkapi atau di luar gaji pokok. Dengan kata lain, tunjangan ini adalah segala bentuk kompensasi non-tunai yang sukarela diberikan oleh pemberi kerja kepada karyawannya dengan bentuk yang beragam. Misalnya, akomodasi gratis, tunjangan liburan, opsi saham karyawan, dll.

Saat ini, ketentuan perihal fringe benefit bukan merupakan objek pajak penghasilan (non-taxable income). Ini pun telah diatur dalam Pasal 4 ayat (3) huruf d UU PPh. Tapi, jika tunjangan ini diberikan oleh bukan wajib pajak, maka akan dikenakan pajak secara final atau wajib pajak yang menggunakan norma penghitungan khusus (deemed profit) atas tunjangan tersebut dikenakan pajak. 

Bagaimana dari sudut pandang pengusaha? Dari sudut pandang pengusaha, biaya yang akan ia keluarkan dalam bentuk natura juga tidak dapat menjadi biaya pengurang  penghasilan bruto (non-deductible expense) seperti yang telah diatur dalam Pasal 9 ayat (1) huruf e UU PPh. 

Di Indonesia, ada beberapa alasan Fringe Benefit Tax (FBT) dapat menjadi opsi kebijakan PPh orang pribadi yang mungkin bisa dipertimbangkan. 

Baca Juga: 10 Alasan Proses Bisnis Lebih Lancar dengan OnlinePajak

  1. Sebagai upaya mengimbangi ketimpangan tarif PPh orang pribadi dan PPh badan. Sesuai dengan dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2022. Rencana pemerintah dalam menambahkan lapisan baru PPh orang pribadi sebesar 35% dan PPh badan menjadi 20% yang membuat gap atau selisih yang cukup tinggi ini dipercaya dapat membantu mengurangi tax planning. Melalui penerapan FBT, upaya perencanaan pajak dengan melakukan shifting penghasilan dalam bentuk tunai ke bentuk benefit in kind guna mengurangi beban PPh orang pribadi sehingga dalam diminimalkan. 
  2. Penerapan FBT juga dinilai sebagai upaya optimalisasi penerimaan PPh orang pribadi sekaligus mengurangi adanya ketimpangan. Sementara, atas tambahan kemampuan ekonomis dalam bentuk natura tidak dapat dipajaki. Akhirnya, ketimpangan atas penghasilan semakin besar. Oleh karena itu, FBT bisa berperan dalam mengurangi ketimpangan tersebut. 
  3. Sejalan dengan prakteknya di negara lain seperti Australia, Selandia Baru, Hongkong, China, India, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Filipina, dan Singapura. FBT sangat bervariasi di berbagai negara, tidak semua pemberian natura dikenakan FBT. 
  4. Dengan penerapan FB, natura akan diperlakukan sebagai objek pajak bagi penerimanya. Maka atas biaya natura yang dikeluarkan perusahaan dapat dibiayakan secara fiskal (deductible expense). Prinsip dari taxable-deductible berarti jika suatu penghasilan dapat dipajaki bagi pihak yang menerimanya, maka atas pengeluaran tersebut bisa dibebankan sebagai biaya oleh pihak yang mengeluarkannya. 

Dari penjelasan di atas, rasanya rencana pemerintah dalam penerapan FBT ini patut didukung. Penyesuaian tarif PPh orang pribadi yang lebih tinggi pun perlu adanya  antisipasi dengan membuat kebijakan lain seperti FBT. Dengan begitu, penyesuaian akan berjalan efektif dan memberikan dampak yang cukup signifikan terhadap penerimaan negara. 

Baca Juga: 7 Kelebihan OnlinePajak Sebagai Aplikasi untuk Meningkatkan Proses Bisnis

Tantangan yang Dihadapi dalam Penerapan FBT 

Tentu Penerapan FBT ini tidak mudah. Ada tantangan yang mungkin akan dilalui, seperti: 

  1. Tidak bisa semua imbalan diatribusikan secara individual kepada karyawan, apalagi bila imbalan tersebut dinikmati secara kolektif. 
  2. Adanya tunjangan yang disamarkan sebagai penggantian/pengeluaran lain-lain yang memungkinkan karyawan memilih untuk lari dari kewajiban pajaknya. 
  3. Adanya kesulitan dalam valuasi manfaat yang diterima. 

Maka dari itu, ketentuan skema dan kompleksitas dari perhitungan tarif dan dasar pajaknya merupakan agenda penting yang perlu dimatangkan. Namun yang pasti, agenda reformasi PPh orang pribadi pun harus tetap berpedoman pada tujuan membangun sistem pajak yang lebih baik, efektif, dan efisien. 

Reading: Memahami Fringe Benefit dan Penerapannya di Indonesia