Pengertian Faktur Pajak Tidak Sah
Definisi di atas merupakan definisi faktur pajak tidak sah yang ditentukan dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-19/PJ/2017 tentang Perlakuan Terhadap Penerbitan dan/Atau Penggunaan Faktur Pajak Tidak Sah oleh Wajib Pajak. Peraturan ini kemudian diperbaharui oleh Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2018.
Masalah faktur pajak fiktif atau tidak sah ini memang krusial. Tidak heran DJP sampai perlu membuat peraturan serta surat edaran sebagai pedoman untuk mengidentifikasi serta menindak wajib pajak yang melakukan pelanggaran berupa penerbitan faktur pajak tidak sah.
Bahkan, di era faktur pajak elektronik atau e-faktur sekali pun, faktur pajak fiktif ini tetap marak. Penyebabnya bukan pada sistem e-faktur, melainkan karena adanya itikad yang tidak baik dari segilintir wajib pajak.
Sebagai contoh, pada awal 2018 DJP menemukan 1.049 wajib pajak yang terindikasi sebagai penerbit faktur pajak tidak sah alias fiktif. Aplikasi e-faktur bahkan tidak luput dari penggunaan yang tidak sesuai dengan peruntukan.
Sebab, sistem e-faktur akan tetap menyetujui faktur pajak sepanjang langkah-langkah sudah diikuti dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) terbaca valid.
Nah, ketika wajib pajak “main mata” dengan lawan transaksi kemudian menginput data-data Barang Kena Pajak (BKP) atau Jasa Kena Pajak (JKP) fiktif, maka faktur yang dibuat tersebut menjadi faktur pajak fiktif.
Menyingkapi hal ini DJP pun tidak berpangku tangan, sebab sedari dulu DJP sudah paham betul mengenai keberadaan faktur pajak tidak sah ini dan sudah menyiapkan panduan untuk menyelidiki dan menindak para wajib pajak nakal tersebut.
Baca Juga: Mengenal Faktur Pajak Uang Muka
Klasifikasi Penerbit Faktur Pajak Fiktif
Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-17/PJ/2018, DJP menentukan bahwa faktur pajak menjadi tidak sah karena hal berikut ini:
- Wajib pajak bukan PKP, namun sudah menerbitkan faktur pajak.
- Melakukan transaksi dengan wajib pajak yang terindikasi membuat dan melaporkan faktur pajak tidak sah.
- Faktur pajak keluaran belum atau tidak dilaporkan dalam SPT Masa PPN tapi sudah dikreditkan oleh lawan transaksi.
- Akta pendirian perusahaan wajib pajak dibuat oleh notaris yang juga menangani wajib pajak terindikasi penerbit atau wajib pajak penerbit atau notaris yang digunakan juga oleh beberapa wajib pajak yang lain.
- Pendirian badan usaha dilakukan pada saat yang sama atau berdekatan waktunya dengan beberapa wajib pajak lain.
- Wajib pajak yang terindikasi memiliki alamat atau kegiatan usaha yang sama dengan satu atau beberapa wajib pajak lain.
- Memiliki pengurus yang sama dengan pengurus wajib pajak terindikasi penerbit atau sama dengan pengurus satu atau beberapa wajib pajak lain.
Sementara, dilihat dari klasifikasi usahanya, wajib pajak yang terindikasi penerbit faktur pajak tidak sah memiliki karakteristik usaha sebagai berikut:
- Wajib pajak non-efektif secara tiba-tiba usahanya kembali aktif dan menyerahkan PPN terutang dalam jumlah besar.
- Wajib pajak melakukan penyerahan PPN terutang yang jumlahnya tidak sebanding dengan besaran modal atau aset perusahaan.
- Wajib pajak melakukan penyerahan PPN terutang yang tidak sebanding dengan jumlah pegawai yang bekerja.
- PPN terutang yang dilaporkan sangat beragam, sehingga kegiatan usaha utama wajib pajak tersebut tidak diketahui secara pasti.
- Memiliki persediaan yang sedemikian besar namun tidak memiliki fasilitas penyimpanan atau gudang.
- Sebagian besar pembelian berasal dari kegiatan impor namun kegiatan penyerahannya tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang diimpor.
- Melakukan penyerahan BKP namun tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan barang yang dibeli.
- Memiliki net profit margin yang sangat kecil.
Dilihat dari segi administrasi perpajakan, wajib pajak yang terindiikasi membuat faktur pajak tidak sah antara lain:
- Menyampaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN dengan status Lebih Bayar dan dikompensasikan ke masa pajak berikutnya secara terus-menerus, namun bukan wajib pajak yang baru berdiri, tidak sedang berinvestasi pada barang modal, tidak mengalami peningkatan yang signifikan pada persediaan, melakukan dengan persentase yang kecil terhadap penyerahan ekspor atau pemungut PPN.
- Memiliki penyerahan terutang PPN berjumlah besar namun pembayaran atau penyetoran PPN Kurang Bayar berjumlah kecil.
- Melakukan pembetulan SPT Masa PPN yang menyebabkan besaran Pajak Keluaran menjadi lebih besar, namun diimbangi pula dengan penambahan Pajak Masukan yang besar sehingga jumlah PPN Kurang Bayar tidak berubah atau menambah PPN Kurang Bayar tetapi nilainya kecil.
- Rutin menyampaikan SPT Masa PPN namun tidak patuh menyampaikan SPT Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21, Pasal 23, Pasal 26, Pasal 25 dan SPT Tahunan.
- Terdapat informasi, data, laporan dan pengaduan (IDLP) yang mengarah pada indikasi wajib pajak menerbitkan faktur pajak fiktif.
Baca Juga: Faktur Pajak Tidak Lengkap & Faktur Pajak yang Diterbitkan Bagi PKP PE
Penyidikan Indikasi Faktur Pajak Fiktif atau Tidak Sah
Menyingkapi indikasi adanya pembuatan faktur pajak fiktif, DJP berwenang melakukan penyidikan dengan cara:
- Meminta keabsahan dokumen identitas wajib pajak, pengurus dan penanggung jawab wajib pajak.
- Mengetahui keberadaan wajib pajak serta kesesuaian atau kewajaran profil wajib pajak.
- Mengetahui keberadaan dan kewajaran lokasi usaha wajib pajak.
- Mengecek kesesuaian kegiatan usaha wajib pajak.
Langkah-langkah penyidikan ini dilakukan dengan cara:
- Kunjungan ke tempat wajib pajak.
- Pemeriksaan lapangan.
- Mengkonfirmasi kepada instansi atau pejabat berwenang.
- Melakukan kegiatan intelijen perpajakan.
- Pengamatan.
Kegiatan penyidikan ini meski urutannya sederhana namun dilakukan DJP dengan sangat teliti dan menyeluruh. Untuk keabsahan dokumen identitas misalnya, DJP memeriksa mulai dari Nomor Induk Kependudukan (NIK) dan segala informasi yang terdapat pada Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengurus dan penanggung jawab wajib pajak.
Selain itu, DJP juga menyelidiki soal akta pendirian badan usaha pada Sistem Administrasi Badan Hukum (SABH) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia serta pada Direktori Notaris SABH, khusus jika wajib pajak berbadan hukum PT.
Melalui penyelidikan yang mendalam inilah DJP akhirnya bisa memastikan apakah wajib pajak yang terindikasi benar-benar membuat dan melaporkan faktur pajak fiktif. Selama masa penyelidikan tersebut, wajib pajak yang terindikasi tetap mendapatkan sanksi administratif.
Penanganan Indikasi Faktur Pajak Fiktif
Seperti disebutkan sebelumnya, apabila wajib pajak terindikasi membuat dan melaporkan faktur pajak tidak sah, DJP berwenang menjatuhkan sanksi administratif. Sanksi yang dimaksud adalah memberikan status suspend terhadap wajib pajak.
Bagi wajib pajak yang terkena status suspend, DJP menonaktifkan sementara Sertifikat Elektronik wajib pajak dengan cara menonaktifkan sementara akun PKP pada sistem informasi di DJP.
Wajib pajak yang terkena status suspend otomatis tidak akan mampu menerbitkan faktur pajak, terhitung sejak tanggal ditetapkannya status tersebut.
Status non aktif sementara ini diberikan DJP untuk memberi kesempatan bagi wajib pajak untuk melakukan klarifikasi atas indikasi yang ditujukan kepada diri wajib pajak. Klarifikasi yang harus disampaikan wajib pajak ini memiliki batas waktu 30 hari sejak dijatuhkan status suspend.
Jika wajib pajak melakukan karifikasi dan berhasil membuktikan indikasi yang dijatuhkan kepadanya tidak benar, DJP akan mencabut status suspend.
Baca Juga: Seluk-Beluk Faktur Pajak Yang Tidak Dapat Dikreditkan
Sanksi Hukum
Apabila wajib pajak gagal membuktikan atau tidak melakukan klarifikasi terkait pembuatan faktur pajak fiktif, DJP akan menjatuhkan sanksi hukum berupa pencabutan status PKP.
Jika wajib pajak secara nyata diketahui menerbitkan faktur pajak tidak sah, maka status PKP segera dicabut tanpa melalui proses suspend. Selain itu, wajib pajak akan langsung diproses hukum.
Berdasarkan ketentuan yang berlaku, sanksi pidana perpajakan yang menanti wajib pajak yang membuat dan melaporkan faktur pajak fiktif adalah pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 6 tahun. Selain itu, wajib pajak juga dikenakan denda paling sedikit dua kali dan paling banyak enam kali jumlah pajak dalam faktur pajak.
Salah satu contoh penindakan terkait penerbitan faktur pajak tidak sah terjadi awal tahun 2018 ini. Pada 8 Januari 2018, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menjatuhkan vonis hukuman 4 tahun 6 bulan dan denda Rp 1 miliar atas perkara tindak pidana pencucian uang (TPPU) di bidang perpajakan dengan terdakwa Amie Hamid.
Dalam keterangan resmi DJP disebutkan putusan TPPU ini merupakan hasil dari penyidikan tindak pidana bidang perpajakan, di mana terdakwa menerbitkan faktur pajak fiktif berupa faktur yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya.
DJP pun mengimbau seluruh wajib pajak untuk menjalankan kewajiban perpajakan dengan benar serta tidak melakukan perbuatan seperti mengurangi penghasilan yang dilaporkan, atau mencari keuntungan secara tidak sah dari proses perpajakan, seperti menerbitkan atau menggunakan faktur pajak tidak sah alias faktur pajak fiktif.
Jika Anda masih bingung dalam pengelolaan faktur pajak Anda, jangan ragu untuk menggunakan e-Faktur OnlinePajak karena Anda dapat mengaksesnya di mana saja dan kapan saja asalkan perangkat yang Anda gunakan terhubung dengan internet. Melalui e-Faktur OnlinePajak Anda bisa buat invoice dan faktur pajak, kirim ke lawan transaksi Anda secara instan, membayar SPT Masa PPN Anda dengan nyaman, dan lapor segera hanya dalam 1 aplikasi terintegrasi.
Referensi:
Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-16/PJ/2018
Berdasarkan Surat Edaran Nomor SE-17/PJ/2018