Resources / Blog / PPN e-Faktur

Prosedur Restitusi PPN, Simak Penjelasannya di Sini

Restitusi PPN merupakan pengajuan pengembalian pembayaran pajak oleh PKP ke Pemerintah melalui DJP. Pengembalian ini hanya dapat dilakukan jika jumlah kredit pajak lebih besar daripada pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Prosedur restitusi PPN dapat diajukan dengan menggunakan SPT Masa PPN atau dengan membuat surat permohonan sendiri lalu menyampaikannya ke DJP.

Prosedur Restitusi PPN, Simak Penjelasannya di Sini

Arti Restitusi PPN

Istilah restitusi dalam dunia perpajakan mengacu pada permohonan pengembalian pembayaran pajak yang diajukan wajib pajak ke negara. Dasar pengajuan restitusi adalah kelebihan bayar yang dialami wajib pajak. Sedangkan restitusi PPN adalah pengajuan pengembalian pembayaran pajak oleh Pengusaha Kena Pajak (PKP). Restitusi PPN hanya bisa diajukan jika jumlah kredit pajak lebih besar dari pajak terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang tidak seharusnya terutang. Namun, dengan catatan PKP tidak memiliki utang pajak lainnya.

Prosedur Restitusi PPN

Berdasar petunjuk resminya, prosedur restitusi PPN atau pengembalian atas kelebihan pembayaran PPN adalah sebagai berikut:

  1. PKP bisa mengajukan permohonan restitusi PPN dengan menggunakan:

    • Mengisi SPT Masa PPN dengan memberi tanda silang pada kolom Dikembalikan (restitusi).
    • Bila kolom Dikembalikan (restitusi) pada SPT Masa PPN tersebut tidak diisi atau tidak mencantumkan tanda permohonan pengembalian kelebihan pajak, maka PKP bisa membuat surat permohonan sendiri.
  2. PKP bisa mengajukan permohonan restitusi PPN ke Ditjen Pajak lewat Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat PKP dikukuhkan.
  3. Setelah Ditjen Pajak melakukan pengecekan, kemudian terbitlah Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) dalam hal:

    • Jumlah kredit pajak jauh lebih besar dari jumlah pajak yang terutang atau PKP melakukan pembayaran pajak yang semestinya tidak terutang. Jika terdapat pajak terutang yang dipungut oleh Pemungut PPN, maka jumlah pajak terutang adalah jumlah pajak keluaran yang dikurangi pajak masukan atau pajak yang dipungut oleh pemungut PPN tersebut.
  4. SKPPKP diterbitkan oleh Ditjen Pajak paling lambat 12 bulan/1 tahun sejak surat permohonan sudah diserahkan dan diterima secara lengkap, kecuali pada kegiatan tertentu sudah ditetapkan berdasarkan keputusan Ditjen Pajak.
  5. Jika dalam waktu 12 bulan sejak permohonan restitusi PPN, Ditjen Pajak tidak memberikan keputusan, maka permohonan restitusi PPN dikabulkan dan SKPPKP tersebut akan diterbitkan dalam waktu paling telat 1 bulan setelah jangka waktunya berakhir.

Baca Juga: Seluk-Beluk Restitusi PPN

Dasar Hukum Prosedur Restitusi PPN

Prosedur yang sudah dijabarkan secara jelas di atas tentu berlandaskan dasar hukum yang berlaku. Nah, berikut ini dasar hukum prosedur resititusi PPN:

  1. Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah, sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).
  2. Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010 tentang Tata Cara Pengembalian Kelebihan PPN/PPnBM.

Permohonan Restitusi Hanya Bisa Diajukan pada Akhir Tahun Buku

PKP hanya bisa mengajukan permohonan pengembalian kelebihan pembayaran PPN/restitusi PPN pada akhir tahun buku saja.

  • Jika dalam suatu masa pajak, pajak masukan yang bisa dikreditkan lebih besar dari pajak keluaran, maka selisihnya merupakan kelebihan pajak yang bisa dikompensasikan di masa pajak berikutnya.
  • PKP dapat mengajukan permohonan pengembalian atas kelebihan pembayaran PPN/restitusi PPN pada akhir tahun buku. Berbeda dengan PKP orang pribadi yang dikecualikan dari kewajiban penyelenggaraan pembukuan, maksud tahun buku di poin sebelumnya adalah tahun kalender.

Kriteria Penelitian Restitusi PPN

PKP yang melewati penelitian yang dilakukan oleh Ditjen Pajak berdasarkan kriteria-kriteria sebagai berikut ini:

  1. PKP kriteria tertentu yang dimaksud adalah PKP yang sesuai dalam Pasal 17C dan 17D UU KUP yakni wajib pajak dengan kriteria wajib pajak patuh.
  2. Bukan PKP yang berisiko rendah sebagaimana yang dimaksud Pasal 9 Ayat (4c) UU PPN.

Baca Juga: Percepatan Restitusi PPN Bagi Wajib Pajak Kriteria Tertentu

PKP Berisiko Rendah Tidak Akan Mendapatkan SKPPKP

Tidak diterbitkannya SKPPKP ini bisa saja terjadi apabila:

  1. Hasil penelitian menyatakan bahwa PKP tidak memenuhi ketentuan seperti yang ditetapkan pada Pasal 9 Ayat (4b) huruf a, b, c, d, dan e Undang-undang PPN.
  2. Hasil penelitian menyatakan PKP tidak ada kelebihan bayar PPN.
  3. Lampiran surat pemberitahuan tidak lengkap dan terdapat pembayaran pajak yang tidak benar.

Terhadap PKP yang berisiko rendah yang SKPPKP-nya tidak bisa diterbitkan harus menerima pemberitahuan secara tertulis menggunakan formulir lampiran PMK-72/PMK.03/2010 dan permohonan pengembalian kelebihan pajak. Proses tersebut dilakukan berdasarkan ketentuan Pasal 17B UU KUP.

Untuk kemudahan pengelolaan faktur pajak hingga dokumen transaksi bisnis, gunakan aplikasi OnlinePajak. Sebagai mitra resmi DJP, OnlinePajak menghadirkan berbagai jenis layanan dan fitur yang mempermudah PKP dalam mengelola transaksi bisnis dan menjalankan kepatuhan perpajakan sehingga dapat mengoptimasi proses bisnis.

Referensi:

  • Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009
  • Peraturan Menteri Keuangan Nomor 72/PMK.03/2010
Reading: Prosedur Restitusi PPN, Simak Penjelasannya di Sini