Pajak Impor
Kebijakan ini tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK. 010/2018 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.
Aturan baru di bidang impor ini menggantikan peraturan lama yang dinilai tidak lagi relevan yakni PMK Nomor 34 Tahun 2017 tentang Penetapan Sistem Klasifikasi Barang dan Pembebanan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor.
Lantas, apa target dari peraturan baru ini, apa saja yang perlu diketahui wajib pajak sehubungan dengan naiknya tarif impor, dan bagaimana wajib pajak harus menyikapi kebijakan anyar ini? Nah, berikut ini 5 hal yang perlu Anda tahu dari kenaikan tarif PPh pasal 22. Ayo simak sampai tuntas.
Kenaikan Tarif Terbesar Mencapai 7,5%
Berdasarkan salinan PMK yang diterima OnlinePajak, barang impor yang mengalami kenaikan tarif dikelompokkan menjadi tiga. Pengelompokan ini dibagi berdasarkan persentase kenaikan tarifnya yakni 2,5%, 5% dan yang terbesar mencapai 7,5%.
Besarnya kenaikan tarif tersebut ditentukan oleh ada atau tidaknya substitusi impor di dalam negeri. Maksudnya, semakin banyak suatu item komoditas diproduksi di dalam negeri, maka tarifnya akan semakin mahal dan berlaku sebaliknya.
Berikiut ini rincian penyesuaian tarif tersebut:
- Kenaikan tarif 2,5% dari semula 7,5% menjadi 10% untuk 210 item komoditas. Masuk dalam kategori ini adalah barang mewah seperti mobil CBU dan motor besar.
- Kenaikan tarif 5% dari semula 2,5% menjadi 7,5%. Barang yang masuk ke dalam kategori ini adalah seluruh barang yang digunakan dalam proses konsumsi dan keperluan lainnya seperti bahan bangunan, ban, peralatan elektronik audio-visual dan produk tekstil.
- Kenaikan tarif 7,5% dari semula 2,5% menjadi 10%. Termasuk dalam kategori ini adalah seluruh barang konsumsi yang sebagian besar telah dapat diproduksi di dalam negeri seperti dispenser air, pendingin ruangan, lampu, sabun, sampo, kosmetik dan peralatan masak/dapur.
Baca Juga: Cara Input Faktur Pajak & Impor Data Lawan Transaksi di Aplikasi e-Faktur
Tarif Impor Dinaikkan untuk Menjaga Fundamental Ekonomi
Alasan utama dilakukannya penyesuaian tarif impor terhadap 1.147 item adalah untuk menekan defisit transaksi berjalan. Apa itu defisit transaksi berjalan? Secara sederhana, ini adalah kondisi pendapatan suatu negara yang diperoleh dari barang/jasa/investasi yang diperoleh dari impor lebih besar dibandingkan ekspor.
pada kasus Indonesia, penyebab defisit transaksi berjalan adalah pertumbuhan impor sebesar 24,5% berbanding dengan pertumbuhan ekspor 11,4% (per Juli 2018). Nah, salah satu dampak langsung dari defisit tersebut adalah dinamika yang tinggi terhadap mata uang rupiah.
Oleh karena itu, untuk menyeimbangkan neraca ekspor dan impor yang timpang tersebut, pemerintah berencana mengendalikan laju impor barang dengan menaikkan tarif terhadap 1.147 item barang. Dalam beberapa kesempatan wawancara dengan media massa, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dampak kenaikan pajak impor ini bisa menurunkan persentase impor hingga 2% per tahun.
Bukan Kebijakan Pertama
Pengendalian impor melalui kenaikan tarif PPh sebenarnya bukan barang baru di Indonesia. Berdasarkan catatan Kementerian Keuangan, kebijakan serupa pernah dilakukan pada tahun 2013 dan tahun 2015. Pada tahun 2013, pemerintah menaikkan tarif atas 502 item komoditas dari 2,5% menjadi 7,5%. Sementara, dua tahun selanjutnya yakni pada 2015, pemerintah mengerek tarif PPh 22 atas 240 item komoditas dari 7,5% menjadi 10%.
PPh Pasal 22 Dapat Dikreditkan
PPh pasal 22/PPh impor merupakan jenis pajak yang dapat diperlakukan sebagai kredit pajak. Artinya, setiap pajak impor yang telah dibayar di muka dapat membuat PPh terutang untuk satu tahun pajak lebih kecil. Oleh karena itu, pemerintah mengklaim jika kenaikan tarif pajak impor ini tidak akan memberatkan industri manufaktur.
Cara Bayar dan Lapor PPh Pasal 22
PPh pasal 22/PPh impor merupakan pajak yang dibayar langsung di muka. Jenis pajak ini biasanya dilunasi seiring penyelesaian dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). Dokumen penting ini berisi rincian barang impor, termasuk jumlah pajak dan bea masuk yang harus dibayar.
Seorang importir yang ingin mengeluarkan barang dari Bandara/pelabuhan wajib membayar PPh impor terlebih dahulu. Wajib pajak yang ingin melunasi PPh 22 hanya dapat membayarnya langsung ke Ditjen Bea Cukai.
Baca Juga: Kenali Definisi & Jenis-Jenis Komoditas Impor Indonesia Ini!
Namun, untuk melaporkan SPT PPh 22 wajib pajak dapat menyampaikannya melalui berbagai saluran di antaranya OnlinePajak. Caranya cukup dengan mengakses fitur e-Filing CSV dan melaporkan file CSV yang telah dibuat melalui aplikasi e-SPT milik Ditjen Pajak.
Selain mudah, melaporkan PPh 22 di OnlinePajak juga tidak dipungut bayaran. Cukup sekali daftar, dan nikmati kemudahan dalam melakukan kewajiban perpajakan dan mengelola proses bisnis Anda bersama OnlinePajak.
Referensi:
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 110/PMK. 010/2018 tentang Pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Sehubungan dengan Pembayaran atas Penyerahan Barang dan Kegiatan di Bidang Impor atau Kegiatan Usaha di Bidang Lain.