Melaporkan SPT (Surat Pemberitahuan) wajib dilakukan oleh setiap warga negara yang berpenghasilan.
Demi memudahkan Wajib Pajak (WP) melaksanakan kewajiban tersebut, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) telah menyediakan cara penyampaian SPT elektronik melalui e-Filing.
Cara ini memungkinkan wajib pajak menyampaikan SPT di mana saja dan kapan saja tanpa perlu mendatangi lokasi dropbox maupun Kantor Pelayanan Pajak. (KPP)
Namun, meski e-Filing sudah diperkenalkan secara luas sejak beberapa tahun lalu, masih saja ada wajib pajak pribadi yang melakukan kesalahan. Nah, agar Anda tidak melakukan kekeliruan yang sama, berikut kesalahan umum yang sering dilakukan wajib pajak saat efiling pajak.
1. e-Filing Menggunakan Formulir yang Salah
Kesalahan pertama yang kerap dilakukan WP pribadi saat eFiling adalah pemilihan formulir SPT yang tidak tepat. Perlu diingat kembali bahwa jenis formulir SPT ada beberapa macam. Untuk pelaporan SPT Tahunan PPh orang pribadi terdapat formulir 1770, 1770S dan 1770SS.
Jika formulir 1770S digunakan WP yang memiliki penghasilan dari satu pemberi kerja atau lebih senilai lebih dari Rp 60 juta per tahun, formulir 1770SS ditujukan bagi WP dengan penghasilannya di bawah Rp 60 per tahun.
Sedangkan, formulir 1770 diisi oleh orang pribadi yang memiliki sumber penghasilan dari usaha dan atau pekerjaan bebas.
Hal ini penting untuk diperhatikan karena jika Anda mengisi formulir yang salah, proses eFiling tidak akan kunjung selesai karena penghitungan angka tidak sesuai.
Oleh sebab itu, untuk menghindari hal ini, hitung kembali total penghasilan Anda selama setahun plus seluruh penghasilan tambahan. Setelahnya, pilih formulir yang tepat berdasarkan jumlah penghasilan Anda.
2. Keliru Memasukkan NPWP
Saat melakukan efiling, salah satu kolom yang wajib Anda isi adalah NPWP. Perlu diperhatikan bahwa NPWP yang dimaksud adalah milik WP, bukan perusahaan.
Hal ini sering terjadi karena NPWP perusahaan memang tercantum pada lembar SPT. Sebelum mengisinya, cek benar-benar NPWP siapa yang harus dimasukkan. Jangan sampai Anda harus mengisi ulang formulir dari awal hanya karena keliru memasukkan NPWP.
3. Daftar EFIN untuk e-Filing Pakai Email Kantor
Agar bisa mengakses e-filing, Anda harus terlebih dulu memiliki EFIN, sebuah identitas digital yang hanya diterbitkan oleh DJP. Untuk mendapatkannya, Anda harus mendatangi Kantor Pelayanan Pajak (KPP) dan menyerahkan alamat email, NPWP, KTP serta beberapa syarat lainnya.
Saat membuat EFIN, penting untuk digarisbawahi bahwa alamat email yang didaftarkan adalah email pribadi, bukan email kantor. Pasalnya, DJP akan mengirim segala hal terkait pajak dan eFiling ke email yang Anda daftarkan.
Jadi, jika misalnya nanti Anda resign dari perusahaan tempat Anda bekerja sekarang, email kantor tidak akan dapat diakses sehingga Anda harus kembali mengurus EFIN di KPP. Tentu tidak mau kan membuang tenaga dan waktu mengurusnya kembali?
4. Berhenti Kerja tapi Tidak Minta Bukti Potong Pajak
Setiap karyawan wajib membayar pajak berdasarkan penghasilan yang diperoleh. Biasanya, pajak dibayarkan secara kolektif oleh perusahaan dengan cara memotong sekian persen penghasilan karyawan.
Lalu, setiap awal tahun perusahaan akan memberikan bukti potong pajak tahun sebelumnya pada karyawan yang akan menyampaikan SPT. Namun, bagaimana jika Anda resign?
Di sinilah kesalahan sering terjadi. Karyawan lupa meminta bukti potong pajak dan pihak HRD juga kurang berinisiatif menyiapkannya.
Berikut ini contoh kasus yang memungkinkan Anda lebih mudah memahaminya. A ingin melaporkan pajak 2017 sebelum batas waktu 31 Maret 2018 berakhir.
Jika misalnya A pindah tempat kerja pada bulan Juli 2017, A harus meminta bukti potong pajak selama Januari-Juni 2017 dari kantor lama dan bukti potong pajak selama Juli-Desember 2017 dari kantor baru. Jika tidak dilakukan, A akan dinilai kurang bayar sehingga menerima tagihan pembayaran pajak yang berlipat.
5. Tidak Melaporkan Pajak dari Penghasilan Lainnya
Masih banyak WP yang memiliki lebih dari satu sumber penghasilan tapi tidak melaporkannya. Alasannya karena tidak tahu atau tidak punya kesadaran. Untuk menghindari masalah di kemudian hari, sebaiknya laporkan seluruh penghasilan Anda.
Tanyakan kepada pihak pemberi kerja apakah jumlah gaji yang diberikan sudah terkena potong pajak atau belum. Apabila sudah, mintalah bukti potong pajaknya. Kemudian, pada lembar SPT, jumlahkan sumber penghasilan utama dan sampingan Anda.
Jika tidak dilakukan, Anda bisa saja terkena sanksi. Seperti tertulis pada Pasal 13 Ayat 2 UU KUP, akan ada sanksi administrasi sebesar 2% untuk maksimal 24 bulan jika pada hasil pemeriksaan ditemukan adanya pajak terutang yang tidak dibayar. Ada pula sanksi pidana apabila WP tidak merespon imbauan DJP.
Itulah beberapa kesalahan yang umum dilakukan WP saat melakukan e-Filing. Dengan mengetahui hal-hal ini, ke depannya Anda tidak akan melakukan kesalahan yang sama. Semoga bermanfaat!