Sekilas Mengenai Sektor Pertanian di Indonesia
Indonesia merupakan negara agraris, dengan pertanian sebagai salah satu sumber pendapatan terbesar. Karena negara ini memiliki potensi pertanian yang tinggi, tidak mengherankan jika pertanian disebut sebagai kunci perekonomian. Bagaimana penerapan pajak hasil pertanian di Indonesia? Jenis pajak apa yang dikenakan untuk berbagai macam hasil dari sektor ini? Sebelum membahas lebih jauh mengenai pajak hasil pertanian, mari kita simak terlebih dahulu sedikit informasi mengenai pertanian di Indonesia.
Masalah pangan merupakan sektor kuat yang selalu dibutuhkan manusia, terlebih Indonesia memiliki banyak penduduk. Maka dari itu, pengembangan sektor ini merupakan hal yang penting dan terus menjadi salah satu fokus pemerintah.
Di Indonesia, sektor pertanian dibagi atas:
- Sektor Perkebunan Besar Baik Milik Swasta ataupun Milik Negara
Fokus untuk memproduksi komoditas ekspor seperti karet dan minyak sawit
- Produksi Petani Kecil
Fokus untuk memproduksi bahan pangan seperti beras,jagung, buah dan sayuran.
Berdasarkan informasi yang dilansir dari situs Kementerian Pertanian Indonesia selain meningkat, peran sektor pertanian dalam pertumbuhan ekonomi di Indonesia juga semakin penting. Selama periode 2013-2018, akumulasi tambahan PDB sektor pertanian yang dihasilkan mencapai Rp1.375 Triliun dan nilai PDB Sektor Pertanian tahun 2018 naik 47% dibandingkan dengan tahun 2013. Meningkatnya produksi pertanian di Indonesia mampu menyediakan sumber daya pangan dan menekan inflasi secara signifikan.
Baca Juga: Inflasi dan Pengaruhnya Terhadap PPN
Pajak Hasil Pertanian
Hasil pertanian merupakan barang kena pajak yang diserahkan oleh kelompok petani kepada pembeli. Karena itu, hasil pertanian dikenakan PPN sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022, pemungutan PPN atas penyerahan barang hasil pertanian tertentu dari kelompok petani (PKP) dikenakan tarif sebesar 1,1% dari harga jual. Besaran pemungutan PPN ini diperoleh dari hasil perkalian 10% dari tarif PPN yang berlaku, yaitu 11%.
Baca Juga: Mengenal DPP Nilai Lain PPN
Badan usaha industri yang membeli dari petani ditunjuk sebagai pemungut PPN 1,1% dan tetap dapat mengkreditkan PPN bersangkutan sebagai pajak masukan.
Ketentuan mengenai nilai lain ini diatur dalam Pasal 6 Peraturan Menteri Keuangan No.89/2020 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu yang diundangkan pada 27 Juli 2020.
Apa saja jenis hasil pertanian yang dapat dikenakan DPP Pajak Pertambahan Nilai nilai lain 10%?
1) Produk pertanian seperti holtikultura yang terdiri dari:
- Non BKP, kebutuhan pokok (buah-buahan, sayur-sayuran).
- BKP (tanaman hias dan obat).
- Non BKP (tanaman pangan seperti padi, jagung, kacang tanah, ubi kayu, beras dan gabah).
2) Produk perkebunan (barang kena pajak)
Semua produk perkebunan yang dapat dikenakan DPP PPN 10% masuk dalam kategori Barang Kena Pajak. Beberapa produk tersebut di antaranya kopi, aren, kakao, jambu mete, lada, pala, cengkeh, teh, tembakau, karet, kapas, kapuk, kayu manis, kina, vanili, nilam, sereh, atsiri,dan kelapa.
3) Produk kehutanan
Produk kehutanan yang dapat dikenakan tarif DPP PPN 10% dapat dikategorikan menjadi 2 jenis, yaitu:
- Hasil Hutan Kayu (kayu bulat besat/kecil, kayu bulat sawut, kayu bulat kering, dan kayu bulat karet).
- Hasil Hutan Bukan Kayu (rotan asalan, rotan bundar WS, Kamendangan, gubal gaharu, biji kemiri, biji tengkawang, kopal damar).
Jika Anda memiliki bisnis di bidang pertanian/perkebunan dan tertarik untuk mengelola pajak secara lebih mudah & efisien dengan OnlinePajak, silakan daftar sekarang untuk mengetahui lebih lanjut mengenai sistem pengelolaan PPN yang kami miliki.
Referensi:
- Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 64/PMK.03/2022
- Peraturan Menteri Keuangan No.89/2020 tentang Nilai Lain sebagai Dasar Pengenaan Pajak atas Penyerahan Barang Hasil Pertanian Tertentu